Bitcoin dihasilkan melalui pemecahan soal matematika yang melibatkan serangkaian perhitungan algoritma rumit di komputer. Tak sembarang komputer pula bisa dipakai untuk melakukan kegiatan yang disebut "menambang" Bitcoin ini. Bisa-bisa hanya menghabiskan listrik, sementara tidak satu pun Bitcoin dihasilkan.
Dikarenakan tingkat kesulitan mining Bitcoin yang semakin lama semakin meningkat, diperlukan semacam komputer khusus yang bisa menyelesaikan proses penambangan dengan lebih cepat dibanding desktop biasa. Komputer ini pun tak harus besar dan mahal. Ada pula yang berbentuk dongle USB seperti Redfury.
Redfury adalah USB penambang Bitcoin yang diklaim tercepat di dunia dengan daya komputasi sekitar 2,5 Gigahash (kemampuan menyelesaikan perhitungan matematika yang dijadikan tolok ukur kinerja miner Bitcoin). Orang-orang di belakangnya ternyata adalah para anggota Indonesian Bitcoin Community (IBC).
"Dulu, yang paling cepat adalah produk sejenis dari China dengan 0,3 Gigahash, tapi kini Redfury yang tertinggi," ujar Tiyo Triyanto dari IBC. Untuk memakainya, pengguna tinggal menghubungkan Redfury ke komputer melalui port USB, kemudian menjalankan program mining. "Komputernya tak harus kencang, cukup netbook atau yang sejenis agar hemat listrik," jelas Tiyo.
Seberapa cepat Redfury menambang Bitcoin? Untuk memberi gambaran, Tiyo mengonversi nilai mata uang virtual itu ke rupiah. "Apabila dijalankan selama sebulan penuh tanpa berhenti, maka Redfury bisa menghasilkan Bitcoin senilai Rp 300.000 dengan asumsi 1 Bitcoin (BTC) bernilai 800 dollar AS," paparnya.
Bitcoin memang bisa dipecah-pecah menjadi unit yang lebih kecil, misalnya 0,01 BTC yang dikenal sebagai "centibit", dan 0,001 BTC yang disebut "milibit". Hal tersebut diperlukan karena nilai Bitcoin yang bisa menyentuh angka ribuan dollar AS belakangan ini membuatnya kurang praktis untuk dipakai dalam transaksi bernilai kecil.
Rahasia kecepatan Redfury terletak pada chip ASIC (application-specific integrated circuit) yang khusus menangani urusan mining Bitcoin. ASIC, disebut Tiyo, memiliki kinerja yang lebih mumpuni dan lebih hemat listrik dibandingkan solusi penambangan Bitcoin lainnya.
"Sebelum ASIC, orang-orang menggunakan CPU, lalu rangkaian GPU berukuran besar, kemudian setelah itu FPGA. Kini, untuk memperoleh kinerja serupa cukup dengan ASIC yang kecil," jelas Tiyo.
Kendati memproduksi perangkat Bitcoin miner di Indonesia, dia mengaku bahwa sebagian besar pembeli Redfury datang dari luar negeri. "Mungkin hanya 10 persen pembeli dari Indonesia. Bitcoin memang lebih marak di luar dan belum begitu dikenal di sini."
Bitcoin sendiri sejak awal dirancang agar hanya bisa diproduksi dalam jumlah terbatas sebanyak 21 juta keping. Saat ini sudah sekitar setengah dari angka tersebut yang ditambang dan beredar. Seiring waktu, Bitcoin diprediksi sudah tak bisa "digali" lagi pada tahun 2140.
Bitcoin.org memberi peringatan bahwa proses mining memiliki pasar yang terbatas dan ketat persaingannya. Tidak semua pengguna melakukannya, dan ini bukanlah sebuah cara cepat untuk mendapatkan uang. Kompas *
Tampilkan postingan dengan label Tercepat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tercepat. Tampilkan semua postingan
Rabu, 22 Januari 2014
"Penggali Bitcoin" Tercepat Berasal dari Indonesia
Label:
2.5 Gigahash,
algoritma rumi,
Berasal,
Bitcoin,
chip ASIC,
IBC,
Indonesia,
komputer khusus,
mengonversi,
netbook,
Penggali,
program mining,
Redfury,
Rp 300.000,
Tercepat,
Tiyo Triyanto,
USB
Sabtu, 31 Agustus 2013
Wisudawan Doktor Tercepat-Termuda (28 Tahun) dan Tiga Bersaudara Doktor UI
DEPOK - Seorang wisudawan Pascasarjana Universitas Indonesia peraih gelar doktor berhasil memecahkan rekor.
Pada usia 28 tahun, Ahmad Redi berhasil menuntaskan disertasinya dan menjadi peraih gelar doktor tercepat dan termuda dalam sejarah Fakultas Hukum UI.
Dalam waktu 3 tahun, Redi tercatat mampu menyelesaikan studinya dengan predikat cum laude, IPK 3,80.
Hal menarik lainnya dalam Upacara Wisuda UI Program Pascasarjana 31 Agustus 2013 ini adalah tiga kakak beradik lulus doktoral secara bersamaan.
Mereka adalah Donny Tjahja Rimbawan yang lulus sebagai Doktor Ilmu Politik. Lalu Firman Kurniawan dan Guntur Freddy Prisanto, sebagai Doktor Filsafat. Sumber *
Pada usia 28 tahun, Ahmad Redi berhasil menuntaskan disertasinya dan menjadi peraih gelar doktor tercepat dan termuda dalam sejarah Fakultas Hukum UI.
Dalam waktu 3 tahun, Redi tercatat mampu menyelesaikan studinya dengan predikat cum laude, IPK 3,80.
Hal menarik lainnya dalam Upacara Wisuda UI Program Pascasarjana 31 Agustus 2013 ini adalah tiga kakak beradik lulus doktoral secara bersamaan.
Mereka adalah Donny Tjahja Rimbawan yang lulus sebagai Doktor Ilmu Politik. Lalu Firman Kurniawan dan Guntur Freddy Prisanto, sebagai Doktor Filsafat. Sumber *
Label:
28 Tahun,
Ahmad Redi,
doktor,
Donny Tjahja Rimbawan,
Firman Kurniawan,
Guntur Freddy Prisanto,
Pascasarjana,
Tercepat,
Termuda,
Tiga Bersaudara,
UI,
Wisudawan
Langganan:
Postingan (Atom)