Tampilkan postingan dengan label Serenan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serenan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Agustus 2012

Mahasiswa UNS Raih Juara Tingkat Internasional: Konsep Sekolah Alam

Empat mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo kembali mengukir sejarah membanggakan tingkat internasional. Mereka adalah Hana Afifah, Khairul Hadi dan Vania Astri Pramudita dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), serta Andhika Okta Fatria P, dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Andhika menceritakan proposal mereka tentang Sekolah Alam Bengawan Solo di Desa Serenan, Juwiring, Klaten, meraih gold medals kategori Social Enterpreneur on Eco-Friendly Sector pada ajang Ecopreneur Award 2012 Second International Business Plan Competition on Eco-Friendly Sector, di Ulaanbaatar, Mongolia, 18-23 Juni.

Mereka pun berhak atas hadiah US$ 800 dan penghargaan dari UNS berupa uang pembinaan Rp3 juta dan pembebasan Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) sejak semester Agustus-Januari sampai akhir masa studi. Penghargaan dari UNS diserahkan Rektor UNS, Prof Dr Ravik Karsidi MS, saat Upacara Peringatan HUT ke-67 Kemerdekaan RI di halaman Gedung Rektorat UNS, Jumat (17/8).

Andhika menceritakan keikutsertaan mereka pada kejuaraan itu, karena direkomendasikan kakak tingkat mereka Hana Afifah yang pernah meraih penghargaan serupa. Lalu mereka berusaha mencari info tentang kejuaraan itu di website.

Setelah dikomunikasikan dengan Pembantu Dekan 1 FMIPA UNS, Dr Sutanto DEA, mereka disarankan menulis konsep tentang Sekolah Alam Bengawan Solo di Desa Serenan. “Ide sekolah itu dari Pak Sutanto,” ujarnya saat ditemui Espos, di Ruang Humas dan Kerja Sama UNS.

Sekolah Alam Bengawan Solo, ungkapnya, adalah sekolah yang memiliki misi selalu berinovasi kreatif. Tujuannya untuk mengembangkan ruang ekosistem proses pembelajaran kebaikan, bagi komunitas di dalam dan luarnya agar terwujud lingkungan yang harmoni. “Apa yang ada di alam, jadi bahan pembelajaran. Misalnya ketika berada di sungai, siswa bisa belajar berhitung, belajar tentang air dan lainnya,” jelasnya.

Sekolah alam itu, terangnya, sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Andhika dan teman-temannya berusaha mengembangkan konsep sekolah alam dengan menanamkan jiwa enterpreneur kepada siswa. Misalnya siswa diajak menanam sayuran tertentu, lalu ketika musim panen tiba, siswa diajak memanen sayuran itu, lalu menjualnya.

Konsep sekolah alam seperti itulah yang diajukan Andhika dan ketiga temannya hingga diundang mempresentasikan konsep di Mongolia. Sayang, meski panitia di Mongolia sudah mempersiapkan akomodasi selama di sana untuk empat mahasiswa, hanya satu mahasiswa, Hana, yang berangkat ke Mongolia. “Kami berusaha mencari sponsor untuk keberangkatan ke Mongolia, tapi susah. Dana dari universitas sangat terbatas. Akhirnya hanya Hana yang berangkat. Itu pun harus mencari dana talangan terlebih dahulu Rp15 juta,” ungkapnya.

Perjuangan mereka akhirnya berbuah manis. Selain hadiah US$ 800, Ditjen Dikti menyetujui pengajuan proposal dana mereka senilai Rp10 juta. “Tapi sampai sekarang [Jumat] dana dari Dikti belum cair. Jika sudah cair, akan kami gunakan untuk membayar utang,” ujarnya.

Sumber: *
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//** Like Button FB **//
//** Like Button FB **//