JAKARTA — Presiden Republik Indonesia ketiga, BJ Habibie disebut sebagai salah seorang Muslim tercerdas di dunia. Akun Twitter, @TwitFaktaIslam menyebut, Habibie masuk ke dalam 10 besar tokoh dunia dengan intelligence quotient (IQ) 200.
Sebagai perbandingan, penemu teori relativitas gravitasi Albert Einstein, yang disebut sebagai ilmuan terhebat sepanjang masa ;hanya’ mempunyai IQ 160. Skor IQ Habibie juga masih lebih tinggi daripada sir Isaac Newton (190) dan Galileo Galilei (165).
IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ dijadikan patokan kecerdasan otak untuk menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi fakta.
Mantan menteri riset dan teknologi (menristek) ini menjadi satu-satunya orang yang masih hidup hingga kini. Pasalnya, sembilan orang lainnya yang memiliki kecedasan intelektual paling tinggi sudah wafat. “Mantan Presiden RI, BJ Habibie masuk 10 Besar tokoh dunia yg IQ nya mencapai 200, 9 Tokoh lainnya tlh wafat,” demikian kicauan itu. Sumber *
Tampilkan postingan dengan label logika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label logika. Tampilkan semua postingan
Selasa, 06 Agustus 2013
Miliki IQ 200, BJ Habibie Jadi Muslim Tercerdas di Dunia
Label:
Albert Einstein,
analisis,
BJ Habibie,
dunia,
Galileo Galilei,
intelektual,
IQ 200,
Isaac Newton,
Jadi Muslim,
logika,
Mantan Presiden RI,
Miliki,
rasio,
Tercerdas,
Twitter
Kamis, 27 Juni 2013
Ketika Kemampuan Otak Bukan Lagi Faktor Utama...
Pada 2010 dan 2011, ketika krisis dunia sedang melanda berbagai negara, lulusan universitas di seluruh Jepang yang terserap lapangan kerja hanya berkisar di angka 60 persen. Namun, pada masa sulit tersebut, lebih dari 95 lulusan Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) justru berhasil diserap dunia kerja.
Data-data tersebut didapatkan berdasarkan laporan Recruit, sebuah konsultan biro jasa lapangan kerja terbesar di Jepang. Sementara data lain bisa dijadikan acuan adalah laporan survei Nikkei Shimbun pada Maret 2012 lalu. Survei dilakukan terhadap 186 perusahaan multinasional yang dipilih secara acak di bursa saham Tokyo dengan pertanyaan utama lulusan universitas mana yang menjadi prioritas perekrutan perusahaannya.
Hasilnya mengejutkan, terutama pada praktisi pendidikan di Jepang. Survei menyatakan, APU meraih poin tertinggi 8,3 dari 10 poin maksimum, disusul berturut-turut oleh universitas-universitas ternama yang berumur ratusan tahun, seperti Waseda, Keio, Universitas Tokyo, dan Universitas Ritsumeikan. Ritsumeikan sendiri merupakan ibu kandung yang telah melahirkan APU pada 12 tahun lalu.
Pertanyaannya, apakah parameter utama yang dijadikan acuan perusahaan multinasional Jepang merekrut tenaga kerja baru itu?
Berdasarkan laporan Recruit, sepuluh parameter terpenting berturut-turut adalah kemampuan berkomunikasi, kemandirian, kemampuan berkolaborasi/kerja sama, jiwa petualang untuk mencoba (spirit of challenge), loyalitas, jiwa tanggung jawab, fleksibilitas, kemampuan berlogika, keahlian, dan kepemimpinan (leadearship).
Hasil ini menunjukkan, kemampuan otak dan keahlian semata bukanlah faktor terpenting bisa berhasil masuk menjadi tenaga profesional di perusahaan-perusahan multinasional tersebut. Kemampuan komunikasi, kemandirian, kemampuan kerja sama, tanggung jawab, dan beberapa jiwa-jiwa dasar sebagai seorang profesional jauh lebih dianggap sebagai faktor penting.
"Ekonomi Indonesia berjalan cepat dan membutuhkan SDM yang pandangan atau pemikirannya global. Maka, di bidang bisnis, mereka harus berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa Indonesia dan Inggris, tapi juga bahasa lain. Namun, bahasa saja tidak cukup karena komunikasi skill-nya juga harus sangat baik. Orang mengerti apa yang kita bicarakan, itulah skillkomunikasi dan itu kami asah dalam lingkungan global di kampus ini. Kami membuat para mahasiswa terbiasa hidup dalam pluralisme, beragam bahasa, dan budaya di sini agar mereka siap terjun ke persaingan global," ujar Profesor Yamamoto, Dean of Careers Ritsumeikan APU, dalam presentasinya di kampus Ritsumeikan APU, Beppu, Jepang, Kamis (27/6/2013).
Yamamoto mengatakan, rata-rata mahasiwa Indonesia di APU memiliki teman negara lain sebanyak 5 sampai 25 negara di sini. Selama 24 jam, setiap hari, selama 4 tahun, para mahasiswa itu hidup bersama dan bergaul bersama untuk mengenal satu sama lain dan bekerja sama.
"Kami bertanggung jawab mendorong siswa belajar lebih keras, tetapi kami juga harus bisa membuat mereka mengasah karakter mereka dengan bergaul dalam perbedaan. Hasilnya, anak-anak Indonesia tidak kalah bagus dengan mahasiswa dari negara lain. Mereka sangat bisa bersaing di sini," tambah Yamamoto.
24 jam
Berdasarkan jumlahnya, seluruh mahasiswa universitas di Ritsumeikan APU tidak begitu besar. Jumlah total mahasiswanya berkisar sekitar 6 ribu orang. Mereka terbagi dalam College of Asia Pacific Studies dan International Management. Sampai pada titik ini, APU tak jauh berbeda dengan universitas di mana pun.
Namun, satu hal pembeda dengan universitas pada umumnya adalah komposisi mahasiswa dan tenaga pendidiknya. Sekitar 40 persen dari 6 ribu mahasiswa APU adalah orang asing non-Jepang. Mereka datang dari 81 negara. Tenaga pendidiknya juga datang dari 28 negara berbeda sehingga inilah yang menjadikan lingkungan APU sebagai "kampus internasional".
Bahasa Inggris dan Jepang adalah pengantar resmi dalam kegiatan perkuliahan. Tetapi, di lingkungan kampus ini, setiap hari ada 81 lebih jenis komunikasi bahasa berbeda ditinjau berdasarkan asal negaranya.
Bagi mereka yang tertarik bahasa negara tertentu, mencari teman dari negara tersebut adalah metode paling jitu. Mudah sekali ditemukan, misalnya, mahasiswa Korea lancar dan fasih berbahasa Indonesa, atau sebaliknya anak Indonesia pintar berbahasa Korea setelah satu dua tahun belajar di kampus ini.
Hal seperti itu kemungkinan bisa terjadi terhadap bahasa 81 negara asal mahasiswa tersebut. Selain sistem kegiatan perkuliahan di dalam kelas, banyak sekali kegiatan-kegiatan grup diskusi, field study, active learning, internship, dan beberapa aktivitas belajar yang tidak hanya mengandalkan perkuliahan di dalam kelas.
"Bayangkan, mereka berinteraksi selama 24 jam dengan mahasiswa asing. Dalam 24 jam ini, mereka tidak semua mendapatkan hal-hal yang baik dan menyenangkan, tetapi juga berargumentasi dengan mahasiswa lain yang mungkin bisa membuat mereka kesal atau bahkan menangis. Tetapi, semua itu demi belajar hidup di dunia baru mereka, dunia internasional," ujar Dean of Admissions APU, Prof Kondo, dalam presentasinya.
Tak heran, tahun ini Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memberikan perhatian khusus kepada APU. Pada kunjungannya dua bulan lalu, Abe mengatakan bahwa APU merupakan model paling baru untuk perguruan tinggi di Jepang.
"Biasanya prime minister tidak pernah mempromosikan universitas, sekalipun itu di Tokyo. Tetapi, kemarin dia secara khusus mengatakan soal kami," ujar Kondo.
Data-data tersebut didapatkan berdasarkan laporan Recruit, sebuah konsultan biro jasa lapangan kerja terbesar di Jepang. Sementara data lain bisa dijadikan acuan adalah laporan survei Nikkei Shimbun pada Maret 2012 lalu. Survei dilakukan terhadap 186 perusahaan multinasional yang dipilih secara acak di bursa saham Tokyo dengan pertanyaan utama lulusan universitas mana yang menjadi prioritas perekrutan perusahaannya.
Hasilnya mengejutkan, terutama pada praktisi pendidikan di Jepang. Survei menyatakan, APU meraih poin tertinggi 8,3 dari 10 poin maksimum, disusul berturut-turut oleh universitas-universitas ternama yang berumur ratusan tahun, seperti Waseda, Keio, Universitas Tokyo, dan Universitas Ritsumeikan. Ritsumeikan sendiri merupakan ibu kandung yang telah melahirkan APU pada 12 tahun lalu.
Pertanyaannya, apakah parameter utama yang dijadikan acuan perusahaan multinasional Jepang merekrut tenaga kerja baru itu?
Berdasarkan laporan Recruit, sepuluh parameter terpenting berturut-turut adalah kemampuan berkomunikasi, kemandirian, kemampuan berkolaborasi/kerja sama, jiwa petualang untuk mencoba (spirit of challenge), loyalitas, jiwa tanggung jawab, fleksibilitas, kemampuan berlogika, keahlian, dan kepemimpinan (leadearship).
Hasil ini menunjukkan, kemampuan otak dan keahlian semata bukanlah faktor terpenting bisa berhasil masuk menjadi tenaga profesional di perusahaan-perusahan multinasional tersebut. Kemampuan komunikasi, kemandirian, kemampuan kerja sama, tanggung jawab, dan beberapa jiwa-jiwa dasar sebagai seorang profesional jauh lebih dianggap sebagai faktor penting.
"Ekonomi Indonesia berjalan cepat dan membutuhkan SDM yang pandangan atau pemikirannya global. Maka, di bidang bisnis, mereka harus berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa Indonesia dan Inggris, tapi juga bahasa lain. Namun, bahasa saja tidak cukup karena komunikasi skill-nya juga harus sangat baik. Orang mengerti apa yang kita bicarakan, itulah skillkomunikasi dan itu kami asah dalam lingkungan global di kampus ini. Kami membuat para mahasiswa terbiasa hidup dalam pluralisme, beragam bahasa, dan budaya di sini agar mereka siap terjun ke persaingan global," ujar Profesor Yamamoto, Dean of Careers Ritsumeikan APU, dalam presentasinya di kampus Ritsumeikan APU, Beppu, Jepang, Kamis (27/6/2013).
Yamamoto mengatakan, rata-rata mahasiwa Indonesia di APU memiliki teman negara lain sebanyak 5 sampai 25 negara di sini. Selama 24 jam, setiap hari, selama 4 tahun, para mahasiswa itu hidup bersama dan bergaul bersama untuk mengenal satu sama lain dan bekerja sama.
"Kami bertanggung jawab mendorong siswa belajar lebih keras, tetapi kami juga harus bisa membuat mereka mengasah karakter mereka dengan bergaul dalam perbedaan. Hasilnya, anak-anak Indonesia tidak kalah bagus dengan mahasiswa dari negara lain. Mereka sangat bisa bersaing di sini," tambah Yamamoto.
24 jam
Berdasarkan jumlahnya, seluruh mahasiswa universitas di Ritsumeikan APU tidak begitu besar. Jumlah total mahasiswanya berkisar sekitar 6 ribu orang. Mereka terbagi dalam College of Asia Pacific Studies dan International Management. Sampai pada titik ini, APU tak jauh berbeda dengan universitas di mana pun.
Namun, satu hal pembeda dengan universitas pada umumnya adalah komposisi mahasiswa dan tenaga pendidiknya. Sekitar 40 persen dari 6 ribu mahasiswa APU adalah orang asing non-Jepang. Mereka datang dari 81 negara. Tenaga pendidiknya juga datang dari 28 negara berbeda sehingga inilah yang menjadikan lingkungan APU sebagai "kampus internasional".
Bahasa Inggris dan Jepang adalah pengantar resmi dalam kegiatan perkuliahan. Tetapi, di lingkungan kampus ini, setiap hari ada 81 lebih jenis komunikasi bahasa berbeda ditinjau berdasarkan asal negaranya.
Bagi mereka yang tertarik bahasa negara tertentu, mencari teman dari negara tersebut adalah metode paling jitu. Mudah sekali ditemukan, misalnya, mahasiswa Korea lancar dan fasih berbahasa Indonesa, atau sebaliknya anak Indonesia pintar berbahasa Korea setelah satu dua tahun belajar di kampus ini.
Hal seperti itu kemungkinan bisa terjadi terhadap bahasa 81 negara asal mahasiswa tersebut. Selain sistem kegiatan perkuliahan di dalam kelas, banyak sekali kegiatan-kegiatan grup diskusi, field study, active learning, internship, dan beberapa aktivitas belajar yang tidak hanya mengandalkan perkuliahan di dalam kelas.
"Bayangkan, mereka berinteraksi selama 24 jam dengan mahasiswa asing. Dalam 24 jam ini, mereka tidak semua mendapatkan hal-hal yang baik dan menyenangkan, tetapi juga berargumentasi dengan mahasiswa lain yang mungkin bisa membuat mereka kesal atau bahkan menangis. Tetapi, semua itu demi belajar hidup di dunia baru mereka, dunia internasional," ujar Dean of Admissions APU, Prof Kondo, dalam presentasinya.
Tak heran, tahun ini Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memberikan perhatian khusus kepada APU. Pada kunjungannya dua bulan lalu, Abe mengatakan bahwa APU merupakan model paling baru untuk perguruan tinggi di Jepang.
"Biasanya prime minister tidak pernah mempromosikan universitas, sekalipun itu di Tokyo. Tetapi, kemarin dia secara khusus mengatakan soal kami," ujar Kondo.
Label:
APU,
berkomunikasi,
fleksibilitas,
keahlian,
kemandirian,
kepemimpinan,
kerja sama,
logika,
loyalitas,
lulusan,
Nikkei Shimbun,
otak,
petualang,
Recruit,
tanggung jawab
Langganan:
Postingan (Atom)