Kondisi ini pula yang akhirnya mendorong partai hanya merekrut orang-orang berduit sebagai caleg karena bisa membiayai partai, bukan orang-orang yang dipilih karena keahliannya dan kontribusinya bagi partai. Akibatnya, orang-orang ini pun akan mengambil banyak juga dari partai atau saat menduduki posisi-posisi strategis dalam jabatan pemerintahan ataupun DPR. Yang terjadi adalah sangat transaksional. Ada pola money, power, more money, more power.
Kondisi ini sangat mengerikan bagi bangsa karena jabatan publik akhirnya diisi orang-orang yang kompetensinya diragukan, apalagi integritasnya. Bangsa ini pun hanya menjadi korporasi semata.
Memang masih ada caleg yang berusaha idealis, tidak terpancing menggunakan politik uang. Mereka mengandalkan kedekatan hubungan serta program-program. Namun, cerita semacam ini semakin jarang terdengar.
Tampilkan postingan dengan label keahlian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keahlian. Tampilkan semua postingan
Kamis, 02 Januari 2014
Kamis, 27 Juni 2013
Ketika Kemampuan Otak Bukan Lagi Faktor Utama...
Pada 2010 dan 2011, ketika krisis dunia sedang melanda berbagai negara, lulusan universitas di seluruh Jepang yang terserap lapangan kerja hanya berkisar di angka 60 persen. Namun, pada masa sulit tersebut, lebih dari 95 lulusan Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) justru berhasil diserap dunia kerja.
Data-data tersebut didapatkan berdasarkan laporan Recruit, sebuah konsultan biro jasa lapangan kerja terbesar di Jepang. Sementara data lain bisa dijadikan acuan adalah laporan survei Nikkei Shimbun pada Maret 2012 lalu. Survei dilakukan terhadap 186 perusahaan multinasional yang dipilih secara acak di bursa saham Tokyo dengan pertanyaan utama lulusan universitas mana yang menjadi prioritas perekrutan perusahaannya.
Hasilnya mengejutkan, terutama pada praktisi pendidikan di Jepang. Survei menyatakan, APU meraih poin tertinggi 8,3 dari 10 poin maksimum, disusul berturut-turut oleh universitas-universitas ternama yang berumur ratusan tahun, seperti Waseda, Keio, Universitas Tokyo, dan Universitas Ritsumeikan. Ritsumeikan sendiri merupakan ibu kandung yang telah melahirkan APU pada 12 tahun lalu.
Pertanyaannya, apakah parameter utama yang dijadikan acuan perusahaan multinasional Jepang merekrut tenaga kerja baru itu?
Berdasarkan laporan Recruit, sepuluh parameter terpenting berturut-turut adalah kemampuan berkomunikasi, kemandirian, kemampuan berkolaborasi/kerja sama, jiwa petualang untuk mencoba (spirit of challenge), loyalitas, jiwa tanggung jawab, fleksibilitas, kemampuan berlogika, keahlian, dan kepemimpinan (leadearship).
Hasil ini menunjukkan, kemampuan otak dan keahlian semata bukanlah faktor terpenting bisa berhasil masuk menjadi tenaga profesional di perusahaan-perusahan multinasional tersebut. Kemampuan komunikasi, kemandirian, kemampuan kerja sama, tanggung jawab, dan beberapa jiwa-jiwa dasar sebagai seorang profesional jauh lebih dianggap sebagai faktor penting.
"Ekonomi Indonesia berjalan cepat dan membutuhkan SDM yang pandangan atau pemikirannya global. Maka, di bidang bisnis, mereka harus berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa Indonesia dan Inggris, tapi juga bahasa lain. Namun, bahasa saja tidak cukup karena komunikasi skill-nya juga harus sangat baik. Orang mengerti apa yang kita bicarakan, itulah skillkomunikasi dan itu kami asah dalam lingkungan global di kampus ini. Kami membuat para mahasiswa terbiasa hidup dalam pluralisme, beragam bahasa, dan budaya di sini agar mereka siap terjun ke persaingan global," ujar Profesor Yamamoto, Dean of Careers Ritsumeikan APU, dalam presentasinya di kampus Ritsumeikan APU, Beppu, Jepang, Kamis (27/6/2013).
Yamamoto mengatakan, rata-rata mahasiwa Indonesia di APU memiliki teman negara lain sebanyak 5 sampai 25 negara di sini. Selama 24 jam, setiap hari, selama 4 tahun, para mahasiswa itu hidup bersama dan bergaul bersama untuk mengenal satu sama lain dan bekerja sama.
"Kami bertanggung jawab mendorong siswa belajar lebih keras, tetapi kami juga harus bisa membuat mereka mengasah karakter mereka dengan bergaul dalam perbedaan. Hasilnya, anak-anak Indonesia tidak kalah bagus dengan mahasiswa dari negara lain. Mereka sangat bisa bersaing di sini," tambah Yamamoto.
24 jam
Berdasarkan jumlahnya, seluruh mahasiswa universitas di Ritsumeikan APU tidak begitu besar. Jumlah total mahasiswanya berkisar sekitar 6 ribu orang. Mereka terbagi dalam College of Asia Pacific Studies dan International Management. Sampai pada titik ini, APU tak jauh berbeda dengan universitas di mana pun.
Namun, satu hal pembeda dengan universitas pada umumnya adalah komposisi mahasiswa dan tenaga pendidiknya. Sekitar 40 persen dari 6 ribu mahasiswa APU adalah orang asing non-Jepang. Mereka datang dari 81 negara. Tenaga pendidiknya juga datang dari 28 negara berbeda sehingga inilah yang menjadikan lingkungan APU sebagai "kampus internasional".
Bahasa Inggris dan Jepang adalah pengantar resmi dalam kegiatan perkuliahan. Tetapi, di lingkungan kampus ini, setiap hari ada 81 lebih jenis komunikasi bahasa berbeda ditinjau berdasarkan asal negaranya.
Bagi mereka yang tertarik bahasa negara tertentu, mencari teman dari negara tersebut adalah metode paling jitu. Mudah sekali ditemukan, misalnya, mahasiswa Korea lancar dan fasih berbahasa Indonesa, atau sebaliknya anak Indonesia pintar berbahasa Korea setelah satu dua tahun belajar di kampus ini.
Hal seperti itu kemungkinan bisa terjadi terhadap bahasa 81 negara asal mahasiswa tersebut. Selain sistem kegiatan perkuliahan di dalam kelas, banyak sekali kegiatan-kegiatan grup diskusi, field study, active learning, internship, dan beberapa aktivitas belajar yang tidak hanya mengandalkan perkuliahan di dalam kelas.
"Bayangkan, mereka berinteraksi selama 24 jam dengan mahasiswa asing. Dalam 24 jam ini, mereka tidak semua mendapatkan hal-hal yang baik dan menyenangkan, tetapi juga berargumentasi dengan mahasiswa lain yang mungkin bisa membuat mereka kesal atau bahkan menangis. Tetapi, semua itu demi belajar hidup di dunia baru mereka, dunia internasional," ujar Dean of Admissions APU, Prof Kondo, dalam presentasinya.
Tak heran, tahun ini Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memberikan perhatian khusus kepada APU. Pada kunjungannya dua bulan lalu, Abe mengatakan bahwa APU merupakan model paling baru untuk perguruan tinggi di Jepang.
"Biasanya prime minister tidak pernah mempromosikan universitas, sekalipun itu di Tokyo. Tetapi, kemarin dia secara khusus mengatakan soal kami," ujar Kondo.
Data-data tersebut didapatkan berdasarkan laporan Recruit, sebuah konsultan biro jasa lapangan kerja terbesar di Jepang. Sementara data lain bisa dijadikan acuan adalah laporan survei Nikkei Shimbun pada Maret 2012 lalu. Survei dilakukan terhadap 186 perusahaan multinasional yang dipilih secara acak di bursa saham Tokyo dengan pertanyaan utama lulusan universitas mana yang menjadi prioritas perekrutan perusahaannya.
Hasilnya mengejutkan, terutama pada praktisi pendidikan di Jepang. Survei menyatakan, APU meraih poin tertinggi 8,3 dari 10 poin maksimum, disusul berturut-turut oleh universitas-universitas ternama yang berumur ratusan tahun, seperti Waseda, Keio, Universitas Tokyo, dan Universitas Ritsumeikan. Ritsumeikan sendiri merupakan ibu kandung yang telah melahirkan APU pada 12 tahun lalu.
Pertanyaannya, apakah parameter utama yang dijadikan acuan perusahaan multinasional Jepang merekrut tenaga kerja baru itu?
Berdasarkan laporan Recruit, sepuluh parameter terpenting berturut-turut adalah kemampuan berkomunikasi, kemandirian, kemampuan berkolaborasi/kerja sama, jiwa petualang untuk mencoba (spirit of challenge), loyalitas, jiwa tanggung jawab, fleksibilitas, kemampuan berlogika, keahlian, dan kepemimpinan (leadearship).
Hasil ini menunjukkan, kemampuan otak dan keahlian semata bukanlah faktor terpenting bisa berhasil masuk menjadi tenaga profesional di perusahaan-perusahan multinasional tersebut. Kemampuan komunikasi, kemandirian, kemampuan kerja sama, tanggung jawab, dan beberapa jiwa-jiwa dasar sebagai seorang profesional jauh lebih dianggap sebagai faktor penting.
"Ekonomi Indonesia berjalan cepat dan membutuhkan SDM yang pandangan atau pemikirannya global. Maka, di bidang bisnis, mereka harus berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa Indonesia dan Inggris, tapi juga bahasa lain. Namun, bahasa saja tidak cukup karena komunikasi skill-nya juga harus sangat baik. Orang mengerti apa yang kita bicarakan, itulah skillkomunikasi dan itu kami asah dalam lingkungan global di kampus ini. Kami membuat para mahasiswa terbiasa hidup dalam pluralisme, beragam bahasa, dan budaya di sini agar mereka siap terjun ke persaingan global," ujar Profesor Yamamoto, Dean of Careers Ritsumeikan APU, dalam presentasinya di kampus Ritsumeikan APU, Beppu, Jepang, Kamis (27/6/2013).
Yamamoto mengatakan, rata-rata mahasiwa Indonesia di APU memiliki teman negara lain sebanyak 5 sampai 25 negara di sini. Selama 24 jam, setiap hari, selama 4 tahun, para mahasiswa itu hidup bersama dan bergaul bersama untuk mengenal satu sama lain dan bekerja sama.
"Kami bertanggung jawab mendorong siswa belajar lebih keras, tetapi kami juga harus bisa membuat mereka mengasah karakter mereka dengan bergaul dalam perbedaan. Hasilnya, anak-anak Indonesia tidak kalah bagus dengan mahasiswa dari negara lain. Mereka sangat bisa bersaing di sini," tambah Yamamoto.
24 jam
Berdasarkan jumlahnya, seluruh mahasiswa universitas di Ritsumeikan APU tidak begitu besar. Jumlah total mahasiswanya berkisar sekitar 6 ribu orang. Mereka terbagi dalam College of Asia Pacific Studies dan International Management. Sampai pada titik ini, APU tak jauh berbeda dengan universitas di mana pun.
Namun, satu hal pembeda dengan universitas pada umumnya adalah komposisi mahasiswa dan tenaga pendidiknya. Sekitar 40 persen dari 6 ribu mahasiswa APU adalah orang asing non-Jepang. Mereka datang dari 81 negara. Tenaga pendidiknya juga datang dari 28 negara berbeda sehingga inilah yang menjadikan lingkungan APU sebagai "kampus internasional".
Bahasa Inggris dan Jepang adalah pengantar resmi dalam kegiatan perkuliahan. Tetapi, di lingkungan kampus ini, setiap hari ada 81 lebih jenis komunikasi bahasa berbeda ditinjau berdasarkan asal negaranya.
Bagi mereka yang tertarik bahasa negara tertentu, mencari teman dari negara tersebut adalah metode paling jitu. Mudah sekali ditemukan, misalnya, mahasiswa Korea lancar dan fasih berbahasa Indonesa, atau sebaliknya anak Indonesia pintar berbahasa Korea setelah satu dua tahun belajar di kampus ini.
Hal seperti itu kemungkinan bisa terjadi terhadap bahasa 81 negara asal mahasiswa tersebut. Selain sistem kegiatan perkuliahan di dalam kelas, banyak sekali kegiatan-kegiatan grup diskusi, field study, active learning, internship, dan beberapa aktivitas belajar yang tidak hanya mengandalkan perkuliahan di dalam kelas.
"Bayangkan, mereka berinteraksi selama 24 jam dengan mahasiswa asing. Dalam 24 jam ini, mereka tidak semua mendapatkan hal-hal yang baik dan menyenangkan, tetapi juga berargumentasi dengan mahasiswa lain yang mungkin bisa membuat mereka kesal atau bahkan menangis. Tetapi, semua itu demi belajar hidup di dunia baru mereka, dunia internasional," ujar Dean of Admissions APU, Prof Kondo, dalam presentasinya.
Tak heran, tahun ini Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memberikan perhatian khusus kepada APU. Pada kunjungannya dua bulan lalu, Abe mengatakan bahwa APU merupakan model paling baru untuk perguruan tinggi di Jepang.
"Biasanya prime minister tidak pernah mempromosikan universitas, sekalipun itu di Tokyo. Tetapi, kemarin dia secara khusus mengatakan soal kami," ujar Kondo.
Label:
APU,
berkomunikasi,
fleksibilitas,
keahlian,
kemandirian,
kepemimpinan,
kerja sama,
logika,
loyalitas,
lulusan,
Nikkei Shimbun,
otak,
petualang,
Recruit,
tanggung jawab
Rabu, 08 Mei 2013
WIKIPEDIA JAWA : Dibutuhkan Penyunting Bahasa Jawa di Wikipedia
Persinggungan Benny Lin dengan Wikipedia tak lepas dari peran salah satu pendiri Wikipedia Bahasa Indonesia (WBI), Revo Arka Giri Soekatno, warga Indonesia yang saat ini bermukim di Belanda.
Revo ini juga mendirikan Wikipedia Bahasa Jawa (WBJ) yang diyakini Benny pada tanggal dan tahun yang sama, yakni 30 Mei 2003.
WBJ memang tak sekencang laju pertumbuhan informasi di WBI karena beberapa faktor, di antaranya minimnya penyunting yang mampu menguasai bahasa Jawa dengan baik. Salah satu upaya WBI yakni menggelar lomba menulis dan menyusun data bersama akademisi sejumlah universitas di Indonesia.
Kompetisi ini melibatkan IKIP PGRI Semarang, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Semarang dan Universitas Negeri Yogyakarta. Kompetisi ini dimulai 17 September 2012 hingga April 2013.
Menyunting informasi berbahasa Jawa memang butuh keahlian lebih, mampu menulis bahasa Jawa dengan baik. Hal ini rupanya belum menarik minat penyunting atau masyarakat.
“Saya percaya, Wiki Bahasa Indonesia dan Wiki Bahasa Jawa ini memiliki kedekatan yang istimewa sekali. Mas Revo membuatnya secara bersama-sama. Beda dengan Wiki Sunda, Wiki Minang atau lainnya.”
Untuk itu, ia berharap dan mengajak masyarakat untuk dapat berbagi pengetahuan dengan cara menuliskannya dalam bahasa Jawa di WBJ. Di balik itu semua, ia berharap martabat bahasa Jawa makin tinggi dan sejajar dengan bahasa lainnya di dunia. Terlebih sekitar 40 juta orang menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Jawa, menurutnya, menghargai bahasa dan aksara Jawa. Eksistensi keduanya perlu diwujudkan kongkret dalam pemerintahan. Ia punya harapan dan cita-cita pemerintah kota/kabupaten dan provinsi mengakui bahasa Jawa dan aksara Jawa. Pengakuan itu tak sekadar lisan namun diwujudkan lebih aplikatif dalam tata pemerintahan sehari-hari.
“Misal produk seperti perda. Selain ditulis dalam bahasa Indonesia, juga bisa ditulis memakai bahasa Jawa dan memakai aksara Jawa.”
Hal ini, ujar Benny, demi eksistensi bahasa dan aksara Jawa di tengah komunitas dan masyarakat Jawa. Tak terbantahkan, saat ini bahasa Jawa mulai ditinggalkan pelan-pelan oleh orang Jawa sendiri.
Hal ini dimulai dari keluarga yang lebih banyak berbahasa Indonesia dalam dialog sehari-hari. Akibatnya, anak di lingkungan tersebut tak menguasai bahasa Jawa sebaik bahasa Indonesia.
Demikian juga terkait aksara Jawa yang hampir dilupakan masyarakat. Aksara Jawa tidak lagi digunakan dalam kegiatan menulis sehari-hari.
Saat ini, aksara Jawa lebih dikenal sebagai sebuah seni kaligrafi Jawa. Aksara itu bisa dinikmati dari pemakaian simbol-simbol kota, nama jalan, papan nama di kantor-kantor di Solo.
“Belajar [aksara Jawa] cuma di sekolah, setelah lulus, tidak dipakai, akhirnya lupa,” imbuh dia.
Selain itu, harapan lainnya ialah adanya peringatan hari khusus sebagai Hari Bahasa Jawa dan Hari Aksara Jawa.
“Saya ingin memulainya. Hari Bahasa Jawa dan Hari Aksara Jawa jatuh pada 30 Mei. Alasannya, itu pertama kali bahasa Jawa dikenalkan di Wikipedia. Saya juga akan gelar acara di car free day nanti menjelang hari itu.”
Revo ini juga mendirikan Wikipedia Bahasa Jawa (WBJ) yang diyakini Benny pada tanggal dan tahun yang sama, yakni 30 Mei 2003.
WBJ memang tak sekencang laju pertumbuhan informasi di WBI karena beberapa faktor, di antaranya minimnya penyunting yang mampu menguasai bahasa Jawa dengan baik. Salah satu upaya WBI yakni menggelar lomba menulis dan menyusun data bersama akademisi sejumlah universitas di Indonesia.
Kompetisi ini melibatkan IKIP PGRI Semarang, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Semarang dan Universitas Negeri Yogyakarta. Kompetisi ini dimulai 17 September 2012 hingga April 2013.
Menyunting informasi berbahasa Jawa memang butuh keahlian lebih, mampu menulis bahasa Jawa dengan baik. Hal ini rupanya belum menarik minat penyunting atau masyarakat.
“Saya percaya, Wiki Bahasa Indonesia dan Wiki Bahasa Jawa ini memiliki kedekatan yang istimewa sekali. Mas Revo membuatnya secara bersama-sama. Beda dengan Wiki Sunda, Wiki Minang atau lainnya.”
Untuk itu, ia berharap dan mengajak masyarakat untuk dapat berbagi pengetahuan dengan cara menuliskannya dalam bahasa Jawa di WBJ. Di balik itu semua, ia berharap martabat bahasa Jawa makin tinggi dan sejajar dengan bahasa lainnya di dunia. Terlebih sekitar 40 juta orang menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Jawa, menurutnya, menghargai bahasa dan aksara Jawa. Eksistensi keduanya perlu diwujudkan kongkret dalam pemerintahan. Ia punya harapan dan cita-cita pemerintah kota/kabupaten dan provinsi mengakui bahasa Jawa dan aksara Jawa. Pengakuan itu tak sekadar lisan namun diwujudkan lebih aplikatif dalam tata pemerintahan sehari-hari.
“Misal produk seperti perda. Selain ditulis dalam bahasa Indonesia, juga bisa ditulis memakai bahasa Jawa dan memakai aksara Jawa.”
Hal ini, ujar Benny, demi eksistensi bahasa dan aksara Jawa di tengah komunitas dan masyarakat Jawa. Tak terbantahkan, saat ini bahasa Jawa mulai ditinggalkan pelan-pelan oleh orang Jawa sendiri.
Hal ini dimulai dari keluarga yang lebih banyak berbahasa Indonesia dalam dialog sehari-hari. Akibatnya, anak di lingkungan tersebut tak menguasai bahasa Jawa sebaik bahasa Indonesia.
Demikian juga terkait aksara Jawa yang hampir dilupakan masyarakat. Aksara Jawa tidak lagi digunakan dalam kegiatan menulis sehari-hari.
Saat ini, aksara Jawa lebih dikenal sebagai sebuah seni kaligrafi Jawa. Aksara itu bisa dinikmati dari pemakaian simbol-simbol kota, nama jalan, papan nama di kantor-kantor di Solo.
“Belajar [aksara Jawa] cuma di sekolah, setelah lulus, tidak dipakai, akhirnya lupa,” imbuh dia.
Selain itu, harapan lainnya ialah adanya peringatan hari khusus sebagai Hari Bahasa Jawa dan Hari Aksara Jawa.
“Saya ingin memulainya. Hari Bahasa Jawa dan Hari Aksara Jawa jatuh pada 30 Mei. Alasannya, itu pertama kali bahasa Jawa dikenalkan di Wikipedia. Saya juga akan gelar acara di car free day nanti menjelang hari itu.”
Label:
30 Mei 2003,
aksara,
aplikatif,
bahasa,
Belanda,
Benny Lin,
eksistensi,
Hari Aksara Jawa,
Hari Bahasa Jawa,
Jawa,
kaligrafi,
keahlian,
lomba,
martabat,
penyunting,
Revo Arka Giri Soekatno,
WBI,
WBJ,
Wikipedia
Kamis, 13 Desember 2012
Langganan:
Postingan (Atom)