JAKARTA - Masih ingat bagaimana calon anggota legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Angel Lelga tampil dalam talkshow di sebuah stasiun televisi beberapa hari lalu?
Pakar psikologi politik, Hamdi Muluk, mengatakan penampilan Angel Lelga tersebut merupakan penghinaan terhadap demokrasi. Hamdi mengkritik partai pengusung Angel yang tidak bisa mencari kader yang lebih pintar dibandingkan dengan Angel.
"Kemarin saya lihat ketika banyak orang ketawa-ketawa melihat adegan Angel Lelga dipermalukan di 'Mata Najwa'. Saya menangis. Kenapa soal sepenting ini dianggap remeh di partainya dan tidak mencari orang terbaik? Ini menghina kita, menghina demokrasi," ujar Hamdi saat menjadi pembicara di Seminar Konvensi Suara Iluni 'Di balik Pilpres 2014' di Aula FK UI Salemba, Jakarta, Sabtu (18/1/2014).
Hamdi menuturkan partai politik adalah yang paling bertanggung jawab untuk mencari pejabat publik yang mengurus urusan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Menurut Hamdi, partai politik harus melakukan rekrutmen yang benar untuk mencari kader terbaik sebagai anggota DPR.
"Kita dihinakan Angel Lelga," kata dia.
Sebelumnya, diberitakan Tribunnews.com adanya video berjudul "Jawaban ngawur Angel Lelga, Calon Wakil Rakyat di Mata Najwa."
Ini adalah judul rekaman wawancara dengan Angel Lelga terkait kesiapan dirinya menjadi calon wakil rakyat (calon anggota DPR) di daerah pemilihan Jawa Tengah V.
Tribunnews.com mengutip judul postingan rekaman Angel Lelga di acara "Mata Najwa" di Metro TV yang masuk ke situs Youtube pada Rabu, 15 Januari 2014. Belum lama masuk Youtube, rekaman ini langsung mendapat komentar 'nyinyir' macam-macam.
Banyak masyarakat yang menganggap jawaban Angel ngawur saat ditanya soal visi dan misinya maju sebagai calon legislatif dan pemilu April mendatang. Sumber Yahoo! News *
Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan
Senin, 20 Januari 2014
Pakar Psikologi: Kita Dihinakan Angel Lelga
Label:
Angel Lelga,
Caleg,
demokrasi,
Dihinakan,
dipermalukan,
Hamdi Muluk,
Kita,
Mata Najwa,
pakar,
penghinaan,
pengusung,
politik,
PPP,
psikologi,
Rekrutmen,
Seminar Konvensi Suara Iluni,
video
Kamis, 02 Januari 2014
Jebakan Biaya Politik
Kondisi ini pula yang akhirnya mendorong partai hanya merekrut orang-orang berduit sebagai caleg karena bisa membiayai partai, bukan orang-orang yang dipilih karena keahliannya dan kontribusinya bagi partai. Akibatnya, orang-orang ini pun akan mengambil banyak juga dari partai atau saat menduduki posisi-posisi strategis dalam jabatan pemerintahan ataupun DPR. Yang terjadi adalah sangat transaksional. Ada pola money, power, more money, more power.
Kondisi ini sangat mengerikan bagi bangsa karena jabatan publik akhirnya diisi orang-orang yang kompetensinya diragukan, apalagi integritasnya. Bangsa ini pun hanya menjadi korporasi semata.
Memang masih ada caleg yang berusaha idealis, tidak terpancing menggunakan politik uang. Mereka mengandalkan kedekatan hubungan serta program-program. Namun, cerita semacam ini semakin jarang terdengar.
Kondisi ini sangat mengerikan bagi bangsa karena jabatan publik akhirnya diisi orang-orang yang kompetensinya diragukan, apalagi integritasnya. Bangsa ini pun hanya menjadi korporasi semata.
Memang masih ada caleg yang berusaha idealis, tidak terpancing menggunakan politik uang. Mereka mengandalkan kedekatan hubungan serta program-program. Namun, cerita semacam ini semakin jarang terdengar.
Jumat, 22 November 2013
Mau Nyapres? Siapkan Dana Minimal Rp 7 Triliun
Jakarta - Indonesia akan menggelar pemilihan presiden dan legislatif pada April dan Juli 2014. Menjelang akhir masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah dua kali lima tahun masa jabatan, pintu menuju Istana terbuka lebar.
Namun harga yang harus dibayar untuk memasukinya tidaklah murah. Seorang pengamat ekonomi memprediksi seorang kandidat presiden harus menyiapkan US$ 600 juta (sekitar Rp 7 triliun), seperti dikutip situs Forbes, 20 November 2013.
Meski menjadi masalah bagi kebanyakan orang Indonesia, biaya sebesar itu terjangkau oleh beberapa orang kaya, yang juga memiliki ambisi untuk terjun ke dunia politik Selanjutnya *
Namun harga yang harus dibayar untuk memasukinya tidaklah murah. Seorang pengamat ekonomi memprediksi seorang kandidat presiden harus menyiapkan US$ 600 juta (sekitar Rp 7 triliun), seperti dikutip situs Forbes, 20 November 2013.
Meski menjadi masalah bagi kebanyakan orang Indonesia, biaya sebesar itu terjangkau oleh beberapa orang kaya, yang juga memiliki ambisi untuk terjun ke dunia politik Selanjutnya *
Senin, 18 November 2013
Pakar: Ibas Jubir Demokrat Itu Sindiran Politik
Jakarta (Antara) - Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi mengatakan pendapat Anas Urbaningrum bahwa Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) memiliki kemampuan menjadi juru bicara partai, merupakan suatu sindiran politik.
"Saya rasa itu sindiran politik dari Anas kepada SBY. Karena seperti yang kita tahu, kemampuan Ibas itu tidak sama dengan kakaknya, Agus. Sebetulnya, Ibas ini cukup menarik, tetapi kekurangan dia hanya dalam soal komunikasinya," kata Ari saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, bila Anas mengusulkan Ibas untuk menjadi juru bicara Partai Demokrat, hal itu sama saja dengan upaya untuk membuka kelemahan Partai Demokrat.
"Anas itu kan mantan ketua umum Demokrat, dia tahu kekuatan dan kelemahan Partai Demokrat. Lagi pula, kenapa Anas tidak bicara ketika masih menjadi ketua umum. Kenapa setelah keluar, dia baru bicara," ujarnya. Selanjutnya *
"Saya rasa itu sindiran politik dari Anas kepada SBY. Karena seperti yang kita tahu, kemampuan Ibas itu tidak sama dengan kakaknya, Agus. Sebetulnya, Ibas ini cukup menarik, tetapi kekurangan dia hanya dalam soal komunikasinya," kata Ari saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, bila Anas mengusulkan Ibas untuk menjadi juru bicara Partai Demokrat, hal itu sama saja dengan upaya untuk membuka kelemahan Partai Demokrat.
"Anas itu kan mantan ketua umum Demokrat, dia tahu kekuatan dan kelemahan Partai Demokrat. Lagi pula, kenapa Anas tidak bicara ketika masih menjadi ketua umum. Kenapa setelah keluar, dia baru bicara," ujarnya. Selanjutnya *
Label:
Anas Urbaningrum,
Ari Junaedi,
Demokrat,
Edhie Baskoro Yudhoyono,
Ibas,
Jubir,
kelemahan,
komunikasi,
pakar,
Partai Demokrat,
politik,
SBY,
Sindiran,
Universitas Indonesia
Selasa, 15 Oktober 2013
Pengamat: Saking Kuatnya Atut, Rano Karno Cuma Jadi "Vote Getter"
JAKARTA — Pengaruh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai kepala daerah rupanya tak hanya sebatas pada tampuk dinasti kepemimpinan semata. Lebih dari itu, dari segi pengambilan kebijakan, Atut dinilai paling berperan. Begitu tingginya kekuasaan Atut hingga membuat peran Wakil Gubernur Banten, Rano Karno, seakan dikerdilkan kekuasaannya.
Demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzhar, ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (14/10/2013).
"Saya kira demikian, bahkan lebih parah saya pikir. Orang yang menjadi wagub (di Banten) tidak memiliki kekuatan untuk mengambil kebijakan," katanya. Selanjutnya *
Demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzhar, ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (14/10/2013).
"Saya kira demikian, bahkan lebih parah saya pikir. Orang yang menjadi wagub (di Banten) tidak memiliki kekuatan untuk mengambil kebijakan," katanya. Selanjutnya *
Jumat, 13 September 2013
Bela Jokowi, Tokoh PDIP: Amien Rais Sok Nasionalis
Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristyanto akhirnya angkat bicara menanggapi pernyataan Amien Rais, mantan Ketua MPR RI, soal keraguan nasionalisme Joko Widodo dan Megawati Sukarno Putri. Ia menyatakan, Amien-lah yang sok nasionalis.
Ia mengurai kembali saat Amien menjadi Ketua MPR. Waktu itu presidennya Megawati. Kebijakan privatisasi Indosat dan kebijakan BPPN Megawati yang dinilai berlawanan dengan semangat nasionalisme, ujarnya, adalah untuk melaksanakan ketetapan MPR karena presiden sebagai mandataris MPR. "Ketua MPR waktu itu adalah Amien Rais."
"Pak Amien lah yang harus bertanggungjawab terhadap liberalisasi politik yang dilakukan tergesa-gesa melalui amandemen UUD 1945," kata Hasto tadi malam.
Ia menyatakan, kegagalan agenda reformasi justru di tangan Amien. Karena itu, ia tidak sependapat kalau Amien disebut tokoh reformasi. Justru Amienlah yang menyebabkan agenda reformasi gagal. Selanjutnya *
Ia mengurai kembali saat Amien menjadi Ketua MPR. Waktu itu presidennya Megawati. Kebijakan privatisasi Indosat dan kebijakan BPPN Megawati yang dinilai berlawanan dengan semangat nasionalisme, ujarnya, adalah untuk melaksanakan ketetapan MPR karena presiden sebagai mandataris MPR. "Ketua MPR waktu itu adalah Amien Rais."
"Pak Amien lah yang harus bertanggungjawab terhadap liberalisasi politik yang dilakukan tergesa-gesa melalui amandemen UUD 1945," kata Hasto tadi malam.
Ia menyatakan, kegagalan agenda reformasi justru di tangan Amien. Karena itu, ia tidak sependapat kalau Amien disebut tokoh reformasi. Justru Amienlah yang menyebabkan agenda reformasi gagal. Selanjutnya *
Label:
amandemen,
Amien Rais,
Bela,
BPPN,
Hasto Kristyanto,
Indosat,
Joko Widodo,
Jokowi,
kebijakan,
keraguan,
liberalisasi,
Megawati Sukarno Putri,
nasionalis,
Nasionalisme,
PDIP,
politik,
privatisasi,
Sok,
tokoh,
UUD 1945
Kamis, 25 Juli 2013
Dinasti Politik Ratu Atut Mulai Disinggung
JAKARTA - Hubungan Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah dengan Wakil Gubernur Rano Karno dikabarkan retak. Keretakan hubungan kedua orang berkuasa di Banten ini membawa cerita lama akan dinasti politik Ratu Atut di Banten yang sejak dulu dikritik banyak kalangan.
"Kalau bicara dinasti politik yang paling sempurna yang ada di Banten. Jadi kalau mau berguru soal dinasti politik ke Banten saja," kata anggota DPD RI dari Banten, Ahmad Subadri dalam diskusi DPD dengan tema "Fenomena Politik Dinasti" di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2013). Selanjutnya *
"Kalau bicara dinasti politik yang paling sempurna yang ada di Banten. Jadi kalau mau berguru soal dinasti politik ke Banten saja," kata anggota DPD RI dari Banten, Ahmad Subadri dalam diskusi DPD dengan tema "Fenomena Politik Dinasti" di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2013). Selanjutnya *
Jumat, 08 Maret 2013
Ir Budi Dharmawan : Politik itu Akal-akalan
Direktur Utama PT Cengkeh Zanzibar Ir Budi Dharmawan mendukung salah satu calon pada Pilgub 2013. Bapak tiga anak kelahiran Juwana, Pati, 26 November 1936 itu dengan terang-terangan akan bersikap netral dan tidak lagi menjadi pendukung para calon gubernur maupun wakil gubernur Jawa Tengah.
Sepinya masyarakat yang mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah dinilainya karena masyarakat semakin cerdas. Politik tidak pernah sehat dan orang lebih memilih hidup sendiri dan malas ikut membangun negara melalui partai politik atau birokrasi.
''Masyarakat lebih memilih ikut membangun negara secara independen. Bosan dengan seringnya dibuat muter-muter partai. Lha mau membangun negara kok lewat partai dan muter-muter dahulu sebagai tuntutan Amerika dengan demokrasi kapitalis liberalnya yang dimainkan oleh oknum yang tidak jujur,'' tutur Ketua Yayasan Obor Tani itu.
Apalagi, kata dia, konstalasi politik tawar menawar dan tidak bekerja secara langsung untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, diharapkan segera berakhir.
Politik akal-akalan seperti mendaftar di KPU dengan waktu yang mepet dilakukan untuk mengganjal kanan dan kiri rival politiknya.
''Lucunya, soal pencalonan gubernur dengan dana Rp 200 miliar pun diumumkan dan menjadi headline di sejumlah media. Lha wong mau bantu rakyat kok diumumke biayanya. Mereka tentu akan pinjam uang kesana kemari, setelah jadi tentu harus mengembalikan, caranya, lebih banyak dengan korupsi. Kalau bagi saya, Rp 200 miliar itu bisa untuk membuka kebun dan mensejahterakan masyarakat dengan bersama-sama mengelolanya,'' paparnya.
Sepinya masyarakat yang mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah dinilainya karena masyarakat semakin cerdas. Politik tidak pernah sehat dan orang lebih memilih hidup sendiri dan malas ikut membangun negara melalui partai politik atau birokrasi.
''Masyarakat lebih memilih ikut membangun negara secara independen. Bosan dengan seringnya dibuat muter-muter partai. Lha mau membangun negara kok lewat partai dan muter-muter dahulu sebagai tuntutan Amerika dengan demokrasi kapitalis liberalnya yang dimainkan oleh oknum yang tidak jujur,'' tutur Ketua Yayasan Obor Tani itu.
Apalagi, kata dia, konstalasi politik tawar menawar dan tidak bekerja secara langsung untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, diharapkan segera berakhir.
Politik akal-akalan seperti mendaftar di KPU dengan waktu yang mepet dilakukan untuk mengganjal kanan dan kiri rival politiknya.
''Lucunya, soal pencalonan gubernur dengan dana Rp 200 miliar pun diumumkan dan menjadi headline di sejumlah media. Lha wong mau bantu rakyat kok diumumke biayanya. Mereka tentu akan pinjam uang kesana kemari, setelah jadi tentu harus mengembalikan, caranya, lebih banyak dengan korupsi. Kalau bagi saya, Rp 200 miliar itu bisa untuk membuka kebun dan mensejahterakan masyarakat dengan bersama-sama mengelolanya,'' paparnya.
Label:
akal-akalan,
Amerika,
Budi Dharmawan,
demokrasi,
independen,
Jawa Tengah,
jujur,
kapitalis,
kemakmuran,
kesejahteraan,
KPU,
liberal,
netral,
Partai,
politik,
sendiri,
sepi,
tawar-menawar,
Yayasan Obor Tani
Jumat, 01 Maret 2013
Malaysia krisis figur, rindukan sosok seperti Jokowi
Aksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ternyata mengundang decak kagum negara tetangga. Sosok Jokowi yang merakyat dan mau turun langsung mendengar keluh kesah warga dinilai sebagai figur yang dibutuhkan di Malaysia.
Memang sejak menjadi gubernur, Jokowi tak henti-hentinya blusukan ke kampung-kampung kumuh. Bahkan, sebagai orang nomor satu di Jakarta, Jokowi rela masuk gorong-gorong dan menerobos banjir.
Seorang kolumnis Malaysia Syed Nadzri Syed Harun, dalam tulisan yang berjudul, Wanted badly: A Malaysian Jokowi, mengatakan, Jokowi yang baru menjabat Gubernur Jakarta akhir Oktober tahun lalu lebih menekankan kerja nyata ketimbang sibuk dengan urusan politik. Tentu tulisan itu dikaitkan menjelang Pemilu Malaysia, April nanti.
"Jokowi bahkan mau masuk ke gorong-gorong dan mengunjungi daerah kumuh serta berbicara dengan rakyat miskin tentang akses kesehatan dan pendidikan," tulis Nadzri.
Jokowi, kata dia, juga langsung turun tangan menangani banjir besar yang merendam Jakarta bulan lalu. "Dia lebih menekankan aksi nyata untuk menangani banjir," demikian tulisan Nadzri, beberapa mengutip artikel The Economist dia.
Nadzri mengaku miris dengan kondisi di Negeri Jiran saat ini di mana para elitenya lebih mementingkan urusan politik ketimbang kerja buat rakyat. Padahal, katanya, kemacetan semakin di Ibu Kota Kuala Lumpur, Johor Baru, dan Penang.
"Kita butuh Jokowi di sini. Dan seperti pernah dia katakan, dia tak ingin jadi presiden. Dia hanya menjalankan pekerjaan mulia," tuturnya.
Bahkan, Nadzri menilai tokoh oposisi di Malaysia Anwar Ibrahim sekali pun bukan lah sosok yang tepat. Dia pesimistis politikus yang sempat di bui itu akan membawa perubahan bagi Malaysia.
"Anwar sekali pun tidak akan mampu. Fokus dia sekarang adalah menang pilihan raya. Anwar dan politisi dari partai berkuasa tidak ada yang fokus kepada kepentingan rakyat. Mereka cuma sibuk dengan urusan politik," katanya.
Berarti Malaysia sedang krisis kepemimpinan? "Bukan itu maksud saya. Lebih baik lagi kalau mereka berlaku seperti Jokowi," tandasnya.
Memang sejak menjadi gubernur, Jokowi tak henti-hentinya blusukan ke kampung-kampung kumuh. Bahkan, sebagai orang nomor satu di Jakarta, Jokowi rela masuk gorong-gorong dan menerobos banjir.
Seorang kolumnis Malaysia Syed Nadzri Syed Harun, dalam tulisan yang berjudul, Wanted badly: A Malaysian Jokowi, mengatakan, Jokowi yang baru menjabat Gubernur Jakarta akhir Oktober tahun lalu lebih menekankan kerja nyata ketimbang sibuk dengan urusan politik. Tentu tulisan itu dikaitkan menjelang Pemilu Malaysia, April nanti.
"Jokowi bahkan mau masuk ke gorong-gorong dan mengunjungi daerah kumuh serta berbicara dengan rakyat miskin tentang akses kesehatan dan pendidikan," tulis Nadzri.
Jokowi, kata dia, juga langsung turun tangan menangani banjir besar yang merendam Jakarta bulan lalu. "Dia lebih menekankan aksi nyata untuk menangani banjir," demikian tulisan Nadzri, beberapa mengutip artikel The Economist dia.
Nadzri mengaku miris dengan kondisi di Negeri Jiran saat ini di mana para elitenya lebih mementingkan urusan politik ketimbang kerja buat rakyat. Padahal, katanya, kemacetan semakin di Ibu Kota Kuala Lumpur, Johor Baru, dan Penang.
"Kita butuh Jokowi di sini. Dan seperti pernah dia katakan, dia tak ingin jadi presiden. Dia hanya menjalankan pekerjaan mulia," tuturnya.
Bahkan, Nadzri menilai tokoh oposisi di Malaysia Anwar Ibrahim sekali pun bukan lah sosok yang tepat. Dia pesimistis politikus yang sempat di bui itu akan membawa perubahan bagi Malaysia.
"Anwar sekali pun tidak akan mampu. Fokus dia sekarang adalah menang pilihan raya. Anwar dan politisi dari partai berkuasa tidak ada yang fokus kepada kepentingan rakyat. Mereka cuma sibuk dengan urusan politik," katanya.
Berarti Malaysia sedang krisis kepemimpinan? "Bukan itu maksud saya. Lebih baik lagi kalau mereka berlaku seperti Jokowi," tandasnya.
Label:
Anwar,
blusukan,
DKI,
figur,
gorong-gorong,
Gubernur,
Jokowi,
kesehatan,
krisis,
Kuala Lumpur,
Malaysia,
merakyat,
pendidikan,
politik,
Syed Nadzri Syed Harun,
turun
Selasa, 26 Februari 2013
Nyalon Jadi Bupati, Limbad Minta Tak Dikaitkan dengan Kasus Mertua
Di tengah pengumuman dirinya yang akan mencalonkan diri sebagai Bupati Tegal, Limbad kini juga masih tersandung kasus tuduhan zina oleh istri pertamanya.
Magician yang identik dengan warna serba hitam itu juga terbelit kasus lain. Sang mertua, Bunyana Sofa masih mendekam di Polres Tangerang karena tuduhan pemerasan.
Namun Limbad meminta masyarakat untuk tak menyangkutpautkan masalah tersebut dengan langkahnya maju ke dunia politik. Hal itu dikatakannya saat ditemui di Studio RCTI, Jakarta Barat, Selasa (26/2/2013).
"Itu jangan disangkutpautkan dengan saya ya karena profesinya berbeda, apapun itu beliau itu ibu mertua saya, tetap saya dukung. Tetap saya support bagaimana caranya itu saya harus bisa keluar dengan yang saya bisa," paparnya.
Selain itu, Limbad juga yakin masyarakat bisa secara objektif memandang dua hal tersebut. Karenanya, tak terbesit keraguan di benak Limbad untuk pencalonan dirinya itu.
Limbad akan mencalonkan diri bersama Partai Hanura dalam waktu dekat ini. Ia juga mengaku langkahnya didukung penuh oleh partai yang mengusungnya itu.
Magician yang identik dengan warna serba hitam itu juga terbelit kasus lain. Sang mertua, Bunyana Sofa masih mendekam di Polres Tangerang karena tuduhan pemerasan.
Namun Limbad meminta masyarakat untuk tak menyangkutpautkan masalah tersebut dengan langkahnya maju ke dunia politik. Hal itu dikatakannya saat ditemui di Studio RCTI, Jakarta Barat, Selasa (26/2/2013).
"Itu jangan disangkutpautkan dengan saya ya karena profesinya berbeda, apapun itu beliau itu ibu mertua saya, tetap saya dukung. Tetap saya support bagaimana caranya itu saya harus bisa keluar dengan yang saya bisa," paparnya.
Selain itu, Limbad juga yakin masyarakat bisa secara objektif memandang dua hal tersebut. Karenanya, tak terbesit keraguan di benak Limbad untuk pencalonan dirinya itu.
Limbad akan mencalonkan diri bersama Partai Hanura dalam waktu dekat ini. Ia juga mengaku langkahnya didukung penuh oleh partai yang mengusungnya itu.
Sabtu, 15 Desember 2012
Ruhut Dipecat, Angie Pilih Demokrat Jadi Kenangan
Bekas Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Angelina Sondakh, tak mau mengomentari perihal pencopotan koleganya, Ruhut Sitompul oleh Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat. Semenjak menjadi tersangka kasus suap, Angeie memilih berfokus pada keluarga.
"Saya hanya dua hal di kehidupan saya, merawat anak dan orang tua saya. Kalau urusan politik saya tidak mau komentar," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 14 Desember 2012.
Angie menganggap kehidupannya di dunia politik yang membawanya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan pengurus harian Demokrat hanyalah kenangan. "Itu masa lalu saya," ujar dia.
"Saya hanya dua hal di kehidupan saya, merawat anak dan orang tua saya. Kalau urusan politik saya tidak mau komentar," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 14 Desember 2012.
Angie menganggap kehidupannya di dunia politik yang membawanya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan pengurus harian Demokrat hanyalah kenangan. "Itu masa lalu saya," ujar dia.
Senin, 23 Juli 2012
JK Dipecat, Justru Untung (Yunarto Wijaya)
Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai pemecatan Jusuf Kalla dari Golkar, justru akan menguntungkan posisi politiknya menjelang Pemilihan Presiden 2014. JK akan lebih leluasa bergerak mencari mesin politik lain yang sudi mengusung dirinya menjadi calon presiden.
»Jika betul-betul dipecat, JK bisa leluasa digandeng partai lain. Tidak lagi dikungkung di Golkar,” kata Yunarto saat dihubungi pada Sabtu 21 Juli 2012.
Selain membuatnya lebih leluasa bermanuver, pemecatan JK dinilai bisa meningkatkan empati publik. Publik akan berempati pada JK yang terpinggirkan oleh sistem partai Golkar.
Seperti ramai diberitakan, Golkar memang telah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden tunggal beringin menuju 2014. Dengan begitu, peluang JK untuk dicalonkan partainya sendiri pun tertutup.
Isyarat JK yang bersedia untuk dicalonkan partai lain inilah yang memicu pernyataan keras sejumlah kader Golkar. Jika berani-berani maju dari partai lain, Kalla diancam akan dipecat. »Justru jika dipecat, Kalla akan naik jadi tokoh bangsa, tak lagi sekadar tokoh partai,” kata Yunarto.
»Jika betul-betul dipecat, JK bisa leluasa digandeng partai lain. Tidak lagi dikungkung di Golkar,” kata Yunarto saat dihubungi pada Sabtu 21 Juli 2012.
Selain membuatnya lebih leluasa bermanuver, pemecatan JK dinilai bisa meningkatkan empati publik. Publik akan berempati pada JK yang terpinggirkan oleh sistem partai Golkar.
Seperti ramai diberitakan, Golkar memang telah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden tunggal beringin menuju 2014. Dengan begitu, peluang JK untuk dicalonkan partainya sendiri pun tertutup.
Isyarat JK yang bersedia untuk dicalonkan partai lain inilah yang memicu pernyataan keras sejumlah kader Golkar. Jika berani-berani maju dari partai lain, Kalla diancam akan dipecat. »Justru jika dipecat, Kalla akan naik jadi tokoh bangsa, tak lagi sekadar tokoh partai,” kata Yunarto.
Label:
2014,
Aburizal Bakrie,
bersedia,
Charta Politika,
empati,
Golkar,
JK,
Jusuf Kalla,
leluasa,
mesin,
pengamat,
Pilpres,
politik,
posisi,
untung,
Yunarto Wijaya
Sabtu, 24 Maret 2012
Pertarungan Sengit (Versi Yudi Latif): Jokowi-Ahok, Foke-Nara, dan Hidayat-Didik
Kamis, 22 Maret 2012
DKI-1 2012: Popularitas Vs. Kekuatan Uang Vs. Solidaritas Kelompok, Siapa Menang?
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Ari Dwipayana, mengatakan Pilkada DKI Jakarta adalah pertarungan antara popularitas dengan kekuatan uang dan solidaritas kelompok.
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Label:
Ari Dwipayana,
Basuki Tjahaja Purnama,
DKI,
Fisipol,
harapan baru,
inovatif,
Jakarta,
Joko Widodo,
Jokowi-Ahok,
kekuatan uang,
pengamat,
pertarungan,
Pilkada,
politik,
popularitas,
solidaritas kelompok,
UGM
Langganan:
Postingan (Atom)