SLEMAN- Dosen Sosiologi Kriminal Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM Suprapto mengatakan, setiap pelaksanan pilkades, dimana saja mesti berpotensi dijadikan ajang judi.
“Pemainnya pun tidak terbatas dari wilayah pelaksanaan, sebab kemungkinan besar pemain dari luar daerah pun bisa masuk. Yang bersifat spekulatif itu biasa dimanfaatkan orang-orang yang punya uang untuk ajang taruhan,” katanya, Senin (14/10/2013). Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label pengamat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengamat. Tampilkan semua postingan
Selasa, 15 Oktober 2013
Pengamat: Saking Kuatnya Atut, Rano Karno Cuma Jadi "Vote Getter"
JAKARTA — Pengaruh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai kepala daerah rupanya tak hanya sebatas pada tampuk dinasti kepemimpinan semata. Lebih dari itu, dari segi pengambilan kebijakan, Atut dinilai paling berperan. Begitu tingginya kekuasaan Atut hingga membuat peran Wakil Gubernur Banten, Rano Karno, seakan dikerdilkan kekuasaannya.
Demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzhar, ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (14/10/2013).
"Saya kira demikian, bahkan lebih parah saya pikir. Orang yang menjadi wagub (di Banten) tidak memiliki kekuatan untuk mengambil kebijakan," katanya. Selanjutnya *
Demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzhar, ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (14/10/2013).
"Saya kira demikian, bahkan lebih parah saya pikir. Orang yang menjadi wagub (di Banten) tidak memiliki kekuatan untuk mengambil kebijakan," katanya. Selanjutnya *
Jumat, 13 September 2013
Ide Poros Tengah Amien Rais, Pengamat: Itu Konyol
Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai pembentukan kembali poros tengah yang berisikan partai-partai Islam dan digagas Amien Rais sangat tidak sesuai dengan masa sekarang. Menurut dia, Islam sudah tidak memiliki sosok tunggal yang bisa menyatukan semuanya.
"Itu sangat konyol, tidak bisa kita melihat perkembangan masa kini seperti masa lalu," ujar Arbi saat dihubungi Tempo, Jumat pagi, 13 September 2013. "Ini sudah beda zaman."
Amien Rais, masih menurut Arbi, dinilai terlalu fanatik dengan Muhammadiyah. Sedangkan poros tengah tidak hanya berisikan partai-partai dari Muhammadiyah. "Di situ kan ada Nahdlatul Ulama (NU) juga," ujarnya. "Ditambah golongan islam independen yang tidak tergabung dalam kelompok Muhammadiyah dan NU." Selanjutnya *
"Itu sangat konyol, tidak bisa kita melihat perkembangan masa kini seperti masa lalu," ujar Arbi saat dihubungi Tempo, Jumat pagi, 13 September 2013. "Ini sudah beda zaman."
Amien Rais, masih menurut Arbi, dinilai terlalu fanatik dengan Muhammadiyah. Sedangkan poros tengah tidak hanya berisikan partai-partai dari Muhammadiyah. "Di situ kan ada Nahdlatul Ulama (NU) juga," ujarnya. "Ditambah golongan islam independen yang tidak tergabung dalam kelompok Muhammadiyah dan NU." Selanjutnya *
Jumat, 19 April 2013
Pengamat: Rating Jadi Tuhannya Sinetron
Tayangan sinetron banyak mendapat perhatian publik, karena dianggap kurang mendidik. Dampak negatif diduga telah banyak ditimbulkan dari setiap adegan yang sarat kekerasan, hardikkan dan sikap-sikap negatif lain.
Pengamat media Maman Suherman mengatakan adegan di sinetron terlalu dibuat-buat dan berbahaya bagi penonton. Banyak cerita di sinetron yang diproduksi karena pihak Production House berpatokan pada rating, tanpa memikirkan isi dari cerita.
"Banyak adegan aneh di sinetron yang membodohi masyarakat. Sebagai contoh ada sinetron yang pemainnya tiba-tiba dari pria tulen menjadi kebanci-bancian, setelah cerita dilanjutkan ternyata pengaruhnya adalah pria tersebut melakukan cangkok ginjal perempuan. Ini kan aneh," urainya saat ditemui dalam acara Publikasi Penelitian Remotivi di Bangi Kopitiam, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (29/11).
"Terlalu sering dalam waktu singkat cerita diubah karena menurut mereka bisa mendongkrak rating tapi tidak masuk akal. Sinetron itu menggangap rating adalah Tuhannya," sambungnya.
Dia berharap masyarakat Indonesia bisa lebih pintar dan lebih berani untuk menentang cerita sinetron yang tidak mendidik. Dia pun mencontohkan yang dilakukan ibu-ibu di Amerika yang berani menuntut suatu program acara yang menonjolkan kekerasan.
"Di sana ada tayangan kartun yang ratingnya tinggi sekali. Tapi karena ibu-ibu sadar bahwa tayangan itu berbahaya bagi anak-anak mereka karena menonjolkan kekerasan, mereka berani membuat suatu komunitas dan menuntut tayangan tersebut untuk berhenti," tutur Maman.
Pengamat media Maman Suherman mengatakan adegan di sinetron terlalu dibuat-buat dan berbahaya bagi penonton. Banyak cerita di sinetron yang diproduksi karena pihak Production House berpatokan pada rating, tanpa memikirkan isi dari cerita.
"Banyak adegan aneh di sinetron yang membodohi masyarakat. Sebagai contoh ada sinetron yang pemainnya tiba-tiba dari pria tulen menjadi kebanci-bancian, setelah cerita dilanjutkan ternyata pengaruhnya adalah pria tersebut melakukan cangkok ginjal perempuan. Ini kan aneh," urainya saat ditemui dalam acara Publikasi Penelitian Remotivi di Bangi Kopitiam, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (29/11).
"Terlalu sering dalam waktu singkat cerita diubah karena menurut mereka bisa mendongkrak rating tapi tidak masuk akal. Sinetron itu menggangap rating adalah Tuhannya," sambungnya.
Dia berharap masyarakat Indonesia bisa lebih pintar dan lebih berani untuk menentang cerita sinetron yang tidak mendidik. Dia pun mencontohkan yang dilakukan ibu-ibu di Amerika yang berani menuntut suatu program acara yang menonjolkan kekerasan.
"Di sana ada tayangan kartun yang ratingnya tinggi sekali. Tapi karena ibu-ibu sadar bahwa tayangan itu berbahaya bagi anak-anak mereka karena menonjolkan kekerasan, mereka berani membuat suatu komunitas dan menuntut tayangan tersebut untuk berhenti," tutur Maman.
Label:
dampak,
hardikan,
kartun,
kekerasan,
Maman Suherman,
membodohi,
mendidik,
negatif,
pengamat,
Production House,
publik,
Publikasi Penelitian Remotivi,
rating,
sinetron,
tidak masuk akal,
tuhan
Senin, 23 Juli 2012
JK Dipecat, Justru Untung (Yunarto Wijaya)
Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai pemecatan Jusuf Kalla dari Golkar, justru akan menguntungkan posisi politiknya menjelang Pemilihan Presiden 2014. JK akan lebih leluasa bergerak mencari mesin politik lain yang sudi mengusung dirinya menjadi calon presiden.
»Jika betul-betul dipecat, JK bisa leluasa digandeng partai lain. Tidak lagi dikungkung di Golkar,” kata Yunarto saat dihubungi pada Sabtu 21 Juli 2012.
Selain membuatnya lebih leluasa bermanuver, pemecatan JK dinilai bisa meningkatkan empati publik. Publik akan berempati pada JK yang terpinggirkan oleh sistem partai Golkar.
Seperti ramai diberitakan, Golkar memang telah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden tunggal beringin menuju 2014. Dengan begitu, peluang JK untuk dicalonkan partainya sendiri pun tertutup.
Isyarat JK yang bersedia untuk dicalonkan partai lain inilah yang memicu pernyataan keras sejumlah kader Golkar. Jika berani-berani maju dari partai lain, Kalla diancam akan dipecat. »Justru jika dipecat, Kalla akan naik jadi tokoh bangsa, tak lagi sekadar tokoh partai,” kata Yunarto.
»Jika betul-betul dipecat, JK bisa leluasa digandeng partai lain. Tidak lagi dikungkung di Golkar,” kata Yunarto saat dihubungi pada Sabtu 21 Juli 2012.
Selain membuatnya lebih leluasa bermanuver, pemecatan JK dinilai bisa meningkatkan empati publik. Publik akan berempati pada JK yang terpinggirkan oleh sistem partai Golkar.
Seperti ramai diberitakan, Golkar memang telah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden tunggal beringin menuju 2014. Dengan begitu, peluang JK untuk dicalonkan partainya sendiri pun tertutup.
Isyarat JK yang bersedia untuk dicalonkan partai lain inilah yang memicu pernyataan keras sejumlah kader Golkar. Jika berani-berani maju dari partai lain, Kalla diancam akan dipecat. »Justru jika dipecat, Kalla akan naik jadi tokoh bangsa, tak lagi sekadar tokoh partai,” kata Yunarto.
Label:
2014,
Aburizal Bakrie,
bersedia,
Charta Politika,
empati,
Golkar,
JK,
Jusuf Kalla,
leluasa,
mesin,
pengamat,
Pilpres,
politik,
posisi,
untung,
Yunarto Wijaya
Kamis, 22 Maret 2012
DKI-1 2012: Popularitas Vs. Kekuatan Uang Vs. Solidaritas Kelompok, Siapa Menang?
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Ari Dwipayana, mengatakan Pilkada DKI Jakarta adalah pertarungan antara popularitas dengan kekuatan uang dan solidaritas kelompok.
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Label:
Ari Dwipayana,
Basuki Tjahaja Purnama,
DKI,
Fisipol,
harapan baru,
inovatif,
Jakarta,
Joko Widodo,
Jokowi-Ahok,
kekuatan uang,
pengamat,
pertarungan,
Pilkada,
politik,
popularitas,
solidaritas kelompok,
UGM
Langganan:
Postingan (Atom)