Malang (Antara) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan sebaiknya pemilihan kepala daerah di tingkat provinsi maupun wali kota/bupati dikembalikan lagi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Secara substansi memang akan lebih baik dikembalikan lagi ke DPRD, sebab pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung itu lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya," tegas Mahfud MD disela-sela silaturahmi dengan wartawan di Malang, Minggu.
Ia mencontohkan, pilkada untuk memilih gubernur. Jika anggota DPRD-nya 100 orang, untuk memenangkan pilkada cukup hanya menggenggam 51 suara dan anggaran yang dikeluarkan juga tidak banyak, cukup 51 wakil rakyat untuk mengamankan suaranya. Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label Pilkada. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pilkada. Tampilkan semua postingan
Minggu, 13 Oktober 2013
Jumat, 21 September 2012
SIGMA, Kunci Kemenangan Jokowi-Ahok: Kepribadian, Kinerja & Sportivitas
Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, mengatakan bahwa ada tiga kunci keunggulan Joko Widodo dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua. Tiga faktor itu adalah kepribadian, kinerja, dan sportivitas.
"Karenanya, ia wajar dan layak menang untuk memimpin Ibu Kota. Kepribadian Wali Kota Solo itu tampaknya telah benar-benar memikat hati publik Jakarta," kata Said, di Jakarta, Kamis (20/9/2012) malam.
Ia mengatakan, ketika kompetitornya dipersepsikan oleh masyarakat sebagai figur yang arogan, Jokowi menampilkan sebaliknya. "Jokowi justru senantiasa tampil dengan pribadi yang bersahaja, lembut, santun, dan rendah hati," kata Said.
Sementara itu, faktor yang kedua adalah kinerja. Said mengatakan, saat masyarakat Jakarta lelah dengan kompleksnya birokrasi di DKI, Jokowi berhasil memberi contoh bagaimana sistem pelayanan publik yang cepat, murah, dan sederhana di Solo.
"Jerit tangis pedagang kaki lima (PKL) saat penggusuran di Jakarta menjadi kontras dengan pemandangan relokasi dan penataan Kota Solo yang tak jarang diiringi senyum mengembang para pedagangnya. Jakarta dipimpin oleh doktor lulusan luar negeri yang minim prestasi, Solo justru dikendalikan oleh wong ndesoyang malah dibanggakan oleh luar negeri. Kinerja Jokowi yang terukur dan terlihat kasat mata itu tampaknya turut membulatkan niat publik untuk memilihnya," ujarnya.
Selain itu, sikap sportif yang ditunjukkan oleh Jokowi selama berlangsungnya proses Pilkada DKI Jakarta juga turut memberi andil atas kemenangannya. Ia mengatakan, isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) tidak memengaruhi pemilih untuk memilih pasangan calon Jokowi-Basuki.
"Ketika pihak lawan gencar menyerang pribadinya, berkampanye negatif, menebar isu SARA, bahkan terindikasi melakukan intimidasi dan praktik money politics, Jokowi malah terang-terangan meminta agar tim kampanye dan pendukungnya tidak membalas kebatilan itu, apalagi menganjurkan untuk melakukan perbuatan serupa," kata Said.
Hitung cepat yang dilakukan oleh Kompas di 200 TPS menunjukkan bahwa Jokowi-Basuki mendapat 52,97 persen, sedangkan Foke-Nara 47,03 persen. Sementara Lembaga Survei Indonesia (LSI) menempatkan pasangan Jokowi-Basuki dengan 53,81 persen dan Foke-Nara memperoleh 46,19 persen. Hasil resmi Pilkada DKI Jakarta 2012 baru akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada 3 Oktober 2012.
"Karenanya, ia wajar dan layak menang untuk memimpin Ibu Kota. Kepribadian Wali Kota Solo itu tampaknya telah benar-benar memikat hati publik Jakarta," kata Said, di Jakarta, Kamis (20/9/2012) malam.
Ia mengatakan, ketika kompetitornya dipersepsikan oleh masyarakat sebagai figur yang arogan, Jokowi menampilkan sebaliknya. "Jokowi justru senantiasa tampil dengan pribadi yang bersahaja, lembut, santun, dan rendah hati," kata Said.
Sementara itu, faktor yang kedua adalah kinerja. Said mengatakan, saat masyarakat Jakarta lelah dengan kompleksnya birokrasi di DKI, Jokowi berhasil memberi contoh bagaimana sistem pelayanan publik yang cepat, murah, dan sederhana di Solo.
"Jerit tangis pedagang kaki lima (PKL) saat penggusuran di Jakarta menjadi kontras dengan pemandangan relokasi dan penataan Kota Solo yang tak jarang diiringi senyum mengembang para pedagangnya. Jakarta dipimpin oleh doktor lulusan luar negeri yang minim prestasi, Solo justru dikendalikan oleh wong ndesoyang malah dibanggakan oleh luar negeri. Kinerja Jokowi yang terukur dan terlihat kasat mata itu tampaknya turut membulatkan niat publik untuk memilihnya," ujarnya.
Selain itu, sikap sportif yang ditunjukkan oleh Jokowi selama berlangsungnya proses Pilkada DKI Jakarta juga turut memberi andil atas kemenangannya. Ia mengatakan, isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) tidak memengaruhi pemilih untuk memilih pasangan calon Jokowi-Basuki.
"Ketika pihak lawan gencar menyerang pribadinya, berkampanye negatif, menebar isu SARA, bahkan terindikasi melakukan intimidasi dan praktik money politics, Jokowi malah terang-terangan meminta agar tim kampanye dan pendukungnya tidak membalas kebatilan itu, apalagi menganjurkan untuk melakukan perbuatan serupa," kata Said.
Hitung cepat yang dilakukan oleh Kompas di 200 TPS menunjukkan bahwa Jokowi-Basuki mendapat 52,97 persen, sedangkan Foke-Nara 47,03 persen. Sementara Lembaga Survei Indonesia (LSI) menempatkan pasangan Jokowi-Basuki dengan 53,81 persen dan Foke-Nara memperoleh 46,19 persen. Hasil resmi Pilkada DKI Jakarta 2012 baru akan diumumkan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada 3 Oktober 2012.
Label:
arogan,
bersahaja,
cepat,
DKI,
Jakarta,
kemenangan,
kepribadian,
kinerja,
kunci,
lembut,
murah,
ndeso,
Pilkada,
rendah hati,
Said Salahuddin,
santun,
SARA,
sederhana,
SIGMA,
sportivitas
Kamis, 22 Maret 2012
DKI-1 2012: Popularitas Vs. Kekuatan Uang Vs. Solidaritas Kelompok, Siapa Menang?
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Ari Dwipayana, mengatakan Pilkada DKI Jakarta adalah pertarungan antara popularitas dengan kekuatan uang dan solidaritas kelompok.
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Label:
Ari Dwipayana,
Basuki Tjahaja Purnama,
DKI,
Fisipol,
harapan baru,
inovatif,
Jakarta,
Joko Widodo,
Jokowi-Ahok,
kekuatan uang,
pengamat,
pertarungan,
Pilkada,
politik,
popularitas,
solidaritas kelompok,
UGM
Langganan:
Postingan (Atom)