JAKARTA - Calon Anggota DPD Dapil DKI Jakarta, Rommy mengatakan kesemrawutan di Tanah Abang bukan hanya karena adanya pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan, melainkan adanya parkir liar yang dibekingi preman.
"Setiap blok bisa 4 sampai 5 penjaga parkir. Nah,ini lah yang menjadi kerjaan yang agak repot untuk pak Jokowi-Ahok. Asal ditindak tegas dan berkelanjutan tata kelola relokasi,saya yakin kebijakan ini akan berbuah manis untuk semua pihak," kata Rommy dalam pernyataannya kepada Tribunnews, Kamis(26/7/2013) malam.
Selain itu, kata Rommy yang membuat macet dan semrawut juga adalah jalur menuju Tanah Abang dan juga pintu masuk keluar parkir yang terbatas, sehingga arus masuk keluar banyak kendaraan membuat kemacetan. Jika rute lalu lintas yang telah digagas pak Jokowi serta pintu masuk keluar yang tidak hanya terpusat pada satu titik, Rommy asumsikan kemacetan bisa teratasi. Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label Jokowi-Ahok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jokowi-Ahok. Tampilkan semua postingan
Senin, 05 Agustus 2013
Tanah Abang Semrawut Karena Ulah Preman
Label:
bahu jalan,
Calon Anggota DPD,
Jokowi-Ahok,
Karena,
keluar,
Masuk,
parkir liar,
pedagang kaki lima,
pintu,
preman,
Rommy,
Semrawut,
Tanah Abang,
terbatas,
Ulah
Kamis, 20 Juni 2013
Cara Jokowi-Ahok Taklukkan Wakil Rakyat
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi menilai Gubernur Joko Widodo, bersama Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama "Ahok" , memiliki gaya kepemimpinan yang unik. Mereka dinilai berhasil menjadi pemerintahan yang bisa menaklukan legislatif dengan cukup mudah. "Dia memenangkan hati publik dan mengalahkan DPRD dengan mudah," katanya kepada Tempo.
Dodi menilai, kepemimpinan Jokowi-Ahok di Jakarta menjadi contoh baru bagaimana seharusnya sikap eksekutif dalam menjalankan pemerintahan. Mereka dinilai bisa meyakinkan wakil rakyat untuk bisa mengikuti agenda yang dijalankan oleh pemerintah dengan baik. "Dan memang Jokowi mampu melakukan itu," ujar dia.
Dodi pun memberikan kredit tersendiri kepada Ahok dalam hal menaklukkan DPRD. Gayanya yang cenderung konfrontatif dinilai sebagai gaya berbeda dari yang selama ini diketahui publik. Bagi kalangan tertentu, sikap konfrontatif Ahok dinilai tidak sopan karena DPRD adalah mitra kerja dari pemerintah.
Tapi bagi masyarakat kelas menengah ke atas dan kaum terpelajar, sikap Ahok menarik untuk diperhatikan. Soalnya, sikap tersebut mampu memberikan hawa baru untuk gaya kepemimpinan di Indonesia. Bahkan sikap itu disebut Dodi membuat citra Ahok yang kurang disukai menjadi orang yang menarik untuk diperhatikan.
"Dan dia selalu mengejutkan dengan pernyataan dan gayanya," kata Dodi. Bahkan, kata dia, Ahok juga kerap menantang DPRD untuk membahas secara terbuka program-program yang dimiliki pemerintah saat hendak mengajukan Hak Interpelasi. "Tapi Ahok malah menantang dan bilang "Apa sih mau interpelasi segala, belagu!". Mana ada politisi yang berani seperti itu"" lanjutnya.
Secara politik, Dodi menilai Jokowi-Ahok telah berhasil memenangi hati publik. Hal itu berbeda dengan kondisi yang dihadapi oleh pemerintah pusat saat berhadapan dengan DPR RI. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM kerap maju mundur saat politikus Senayan berteriak-teriak menolak rencana tersebut. Bahkan Setgab yang dibentuk untuk memuluskan program pemerintah juga tidak berjalan secara efektif.
"Tapi Jokowi-Ahok datang, DPRD Jakarta kalah dengan mudah dan tidak berkutik, itu kan prestasi besar," ujarnya. Keberhasilan itu dianggap satu dari beberapa keberhasilan eksekutif dalam menaklukan legislatif. Satu-satunya kepala pemerintahan yang juga berhasil menaklukkan legislatif adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. "Dia juga menantang DPRD dan menang, " kata Dodi.
Dodi menilai, kepemimpinan Jokowi-Ahok di Jakarta menjadi contoh baru bagaimana seharusnya sikap eksekutif dalam menjalankan pemerintahan. Mereka dinilai bisa meyakinkan wakil rakyat untuk bisa mengikuti agenda yang dijalankan oleh pemerintah dengan baik. "Dan memang Jokowi mampu melakukan itu," ujar dia.
Dodi pun memberikan kredit tersendiri kepada Ahok dalam hal menaklukkan DPRD. Gayanya yang cenderung konfrontatif dinilai sebagai gaya berbeda dari yang selama ini diketahui publik. Bagi kalangan tertentu, sikap konfrontatif Ahok dinilai tidak sopan karena DPRD adalah mitra kerja dari pemerintah.
Tapi bagi masyarakat kelas menengah ke atas dan kaum terpelajar, sikap Ahok menarik untuk diperhatikan. Soalnya, sikap tersebut mampu memberikan hawa baru untuk gaya kepemimpinan di Indonesia. Bahkan sikap itu disebut Dodi membuat citra Ahok yang kurang disukai menjadi orang yang menarik untuk diperhatikan.
"Dan dia selalu mengejutkan dengan pernyataan dan gayanya," kata Dodi. Bahkan, kata dia, Ahok juga kerap menantang DPRD untuk membahas secara terbuka program-program yang dimiliki pemerintah saat hendak mengajukan Hak Interpelasi. "Tapi Ahok malah menantang dan bilang "Apa sih mau interpelasi segala, belagu!". Mana ada politisi yang berani seperti itu"" lanjutnya.
Secara politik, Dodi menilai Jokowi-Ahok telah berhasil memenangi hati publik. Hal itu berbeda dengan kondisi yang dihadapi oleh pemerintah pusat saat berhadapan dengan DPR RI. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM kerap maju mundur saat politikus Senayan berteriak-teriak menolak rencana tersebut. Bahkan Setgab yang dibentuk untuk memuluskan program pemerintah juga tidak berjalan secara efektif.
"Tapi Jokowi-Ahok datang, DPRD Jakarta kalah dengan mudah dan tidak berkutik, itu kan prestasi besar," ujarnya. Keberhasilan itu dianggap satu dari beberapa keberhasilan eksekutif dalam menaklukan legislatif. Satu-satunya kepala pemerintahan yang juga berhasil menaklukkan legislatif adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. "Dia juga menantang DPRD dan menang, " kata Dodi.
Label:
BBM,
berhasil,
cara,
contoh baru,
Dodi Ambardi,
DPR RI,
DPRD,
eksekutif,
hawa baru,
Jokowi-Ahok,
kepemimpinan,
konfrontatif,
Lembaga Survei Indonesia,
publik,
rakyat,
taklukkan,
unik,
wakil
Senin, 24 September 2012
Mantra Humor ”Fokoke Jokowi” Untuk Kemenangan Jokowi-Ahok
Jelang hari-H pencoblosan, ada satu tulisan unik bernada humor yang mengatrol pembicaraan positif mengenai Jokowi. Tulisan itu remeh-temeh dan tidak didesain untuk kepentingan kampanye serius, hanya berupa kelakar. Judulnya, ”Baru dapat kabar, Jokowi akhirnya berkoalisi dgn Foke. Namanya Fokoke Jokowi”.
Humor itu ternyata menjadi titik tertinggi untuk meroketkan brand Jokowi dengan total pembicaraan di media sosial naik tajam dari 51.727 menjadi 315.920 kali. Pada hari yang sama, brand Foke juga menanjak, dari 30.458 menjadi 128.561 kali dengan dipicu berita ”7 Janji Foke”.
”Fokoke Jokowi” adalah contoh pengolahan slogan yang kreatif, yang pada malam sebelum pencobloson seolah bergerak menjadi ribuan pasukan yang menghampiri para calon pencoblos via Twitter, Facebook, blog, pesan singkat SMS, juga pesan Blackberry Messenger (BBM). Slogan itu telah menjadi viral marketing, pemasaran gratis yang menyebar bak virus
online.
Ikon lain yang berhasil menjadi duta media sosial melawan Foke adalah gambar dengan teks nyentil, ”Jakarta will be OK without F”. Slogan ringan dan menggelitik ini hampir tak terjadi pada kubu Foke.
Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang bergulir dominan, untuk kelas menengah di perkotaan, ternyata tidak didistribusikan sebagai virus online.
Dengan menggunakan tools atau peralatan analisis lain, bisa dilacak percakapan Foke sebenarnya bukan kalah populer. Hanya saja, sentimen positif lebih lari ke percakapan Jokowi. Hal ini bisa dilihat di socialmention.com, salah satu laman web yang menganalisis kata kunci di berbagai situs jejaring sosial.
Di Social Mention, brand Jokowi memiliki kekuatan 26 persen, sedangkan Foke 21 persen. Kekuatan ini adalah angka unik dari socialmention.com yang diukur berdasarkan jumlah diskusi terhadap brand di media sosial.
Perbandingan sentimen positif terhadap sentimen negatif pada kubu Jokowi adalah 8:1, sedangkan untuk Foke 2:1. Tampak bahwa kubu Jokowi diuntungkan dengan sentimen positif ini.
Unik juga untuk dicatat, brand Jokowi secara konsisten frekuensinya lebih sering dibicarakan dibandingkan dengan Foke, yaitu rata-rata tiap 28 detik sekali untuk Jokowi dan 1 menit sekali untuk Foke.
Howsociable.com menguatkan pernyataan itu dengan memberi skor magnitudo untuk percakapan Jokowi sebesar 6,4, sedangkan Foke 6,1.
Jokowi unggul di semua situs jejaring sosial, misalnya di Twitter, Facebook, Youtube, Google plus, Tumblr, dan Yfrog.
Humor itu ternyata menjadi titik tertinggi untuk meroketkan brand Jokowi dengan total pembicaraan di media sosial naik tajam dari 51.727 menjadi 315.920 kali. Pada hari yang sama, brand Foke juga menanjak, dari 30.458 menjadi 128.561 kali dengan dipicu berita ”7 Janji Foke”.
”Fokoke Jokowi” adalah contoh pengolahan slogan yang kreatif, yang pada malam sebelum pencobloson seolah bergerak menjadi ribuan pasukan yang menghampiri para calon pencoblos via Twitter, Facebook, blog, pesan singkat SMS, juga pesan Blackberry Messenger (BBM). Slogan itu telah menjadi viral marketing, pemasaran gratis yang menyebar bak virus
online.
Ikon lain yang berhasil menjadi duta media sosial melawan Foke adalah gambar dengan teks nyentil, ”Jakarta will be OK without F”. Slogan ringan dan menggelitik ini hampir tak terjadi pada kubu Foke.
Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang bergulir dominan, untuk kelas menengah di perkotaan, ternyata tidak didistribusikan sebagai virus online.
Dengan menggunakan tools atau peralatan analisis lain, bisa dilacak percakapan Foke sebenarnya bukan kalah populer. Hanya saja, sentimen positif lebih lari ke percakapan Jokowi. Hal ini bisa dilihat di socialmention.com, salah satu laman web yang menganalisis kata kunci di berbagai situs jejaring sosial.
Di Social Mention, brand Jokowi memiliki kekuatan 26 persen, sedangkan Foke 21 persen. Kekuatan ini adalah angka unik dari socialmention.com yang diukur berdasarkan jumlah diskusi terhadap brand di media sosial.
Perbandingan sentimen positif terhadap sentimen negatif pada kubu Jokowi adalah 8:1, sedangkan untuk Foke 2:1. Tampak bahwa kubu Jokowi diuntungkan dengan sentimen positif ini.
Unik juga untuk dicatat, brand Jokowi secara konsisten frekuensinya lebih sering dibicarakan dibandingkan dengan Foke, yaitu rata-rata tiap 28 detik sekali untuk Jokowi dan 1 menit sekali untuk Foke.
Howsociable.com menguatkan pernyataan itu dengan memberi skor magnitudo untuk percakapan Jokowi sebesar 6,4, sedangkan Foke 6,1.
Jokowi unggul di semua situs jejaring sosial, misalnya di Twitter, Facebook, Youtube, Google plus, Tumblr, dan Yfrog.
Label:
analisis,
Facebook,
Foke,
Fokoke Jokowi,
Google Plus,
Howsociable.com,
humor,
Jokowi-Ahok,
kemenangan,
mantra,
positip,
sentimen,
socialmention.com,
Tumblr,
Twitter,
YFrog,
Youtube
Jumat, 20 Juli 2012
Jokowi: Silaturahmi di TPS Kalah Setiap Akhir Pekan di Bulan Romadlon
Jakarta - Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan menggunakan bulan Ramadan untuk bertemu warga Jakarta. Calon yang memperoleh 1,8 juta suara di putaran pertama ini, akan mengisi kegiatan Ramadan di Jakarta tiap akhir pekan.
"Kegiatannya menyesuaikan dengan Ramadan, tetap berdialog dengan masyarakat dengan berbuka puasa bersama, salat tarawih tiap akhir pekan," kata anggota tim sukses Jokowi, Riffa Juffiasari, kepada detikcom, Jumat (20/7/2012).
Menurut Riffa, untuk lokasinya, akan diprioritaskan ke wilayah yang perolehan suaranya kalah dari calon incumbent Fauzi Bowo. "Kita bekerja dari hasil evaluasi, daerah sasaran di mana saja TPS yang kita kalah," kata Riffa.
Riffa menuturkan, Jokowi sedianya datang ke Jakarta akhir pekan ini. Namun karena hari pertama puasa jatuh pada Sabtu 21 Juli, Jokowi akhirnya memilih tetap di Solo. "Karena ada urusan dinas dan mungkin puasa pertama beliau punya agenda di sana," ujarnya.
Dihubungi terpisah, jubir timses Jokowi-Ahok, M Taufik, menyatakan Ahok juga akan ikut serta mendampingi Jokowi dalam beberapa kegiatan Ramadan. Hanya saja Ahok punya waktu lebih banyak karena ia tinggal di Jakarta.
"Di hari aktif kerja, Pak Jokowi kan sibuk sebagai Wali Kota Solo, jadi beliau hanya bisa bersama warga Jakarta di akhir pekan," tutur Taufik.
"Ya tentu ini juga dalam rangka menghadapi putaran kedua," imbuhnya.
"Kegiatannya menyesuaikan dengan Ramadan, tetap berdialog dengan masyarakat dengan berbuka puasa bersama, salat tarawih tiap akhir pekan," kata anggota tim sukses Jokowi, Riffa Juffiasari, kepada detikcom, Jumat (20/7/2012).
Menurut Riffa, untuk lokasinya, akan diprioritaskan ke wilayah yang perolehan suaranya kalah dari calon incumbent Fauzi Bowo. "Kita bekerja dari hasil evaluasi, daerah sasaran di mana saja TPS yang kita kalah," kata Riffa.
Riffa menuturkan, Jokowi sedianya datang ke Jakarta akhir pekan ini. Namun karena hari pertama puasa jatuh pada Sabtu 21 Juli, Jokowi akhirnya memilih tetap di Solo. "Karena ada urusan dinas dan mungkin puasa pertama beliau punya agenda di sana," ujarnya.
Dihubungi terpisah, jubir timses Jokowi-Ahok, M Taufik, menyatakan Ahok juga akan ikut serta mendampingi Jokowi dalam beberapa kegiatan Ramadan. Hanya saja Ahok punya waktu lebih banyak karena ia tinggal di Jakarta.
"Di hari aktif kerja, Pak Jokowi kan sibuk sebagai Wali Kota Solo, jadi beliau hanya bisa bersama warga Jakarta di akhir pekan," tutur Taufik.
"Ya tentu ini juga dalam rangka menghadapi putaran kedua," imbuhnya.
Kamis, 22 Maret 2012
DKI-1 2012: Popularitas Vs. Kekuatan Uang Vs. Solidaritas Kelompok, Siapa Menang?
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Ari Dwipayana, mengatakan Pilkada DKI Jakarta adalah pertarungan antara popularitas dengan kekuatan uang dan solidaritas kelompok.
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Menurut Ari, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) adalah satu-satunya pasangan yang mengandalkan modal besar dari segi popularitas. “Jokowi terkenal inovatif dan Ahok yang Chinese harapan baru bagi masalah multietnis di Jakarta. Mereka unik dan fenomenal,” kata Ari, Rabu, 21 Maret 2012.
Selanjutnya ...
Label:
Ari Dwipayana,
Basuki Tjahaja Purnama,
DKI,
Fisipol,
harapan baru,
inovatif,
Jakarta,
Joko Widodo,
Jokowi-Ahok,
kekuatan uang,
pengamat,
pertarungan,
Pilkada,
politik,
popularitas,
solidaritas kelompok,
UGM
Langganan:
Postingan (Atom)