Tampilkan postingan dengan label positip. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label positip. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 November 2012

Testosteron, Curiosity dan Impulsivitas (Psikiatri Biologi)-

Testosteron merupakan hormon penting bagi pembentukan fitur-fitur utama pada kondisi fisik pria seperti mempengaruhi pertumbuhan kumis, bulu kaki atau mengubah suara dan mendorong kemampuan reproduksinya. Namun ternyata fungsinya tak hanya itu karena tinggi rendahnya kadar testosteron janin ketika masih di dalam rahim pun dapat membentuk perilaku tertentu pada anak di masa depan.

Secara khusus, sebuah studi baru dari Inggris mengungkapkan bahwa kadar testosterone janin yang tinggi saat masih berkembang di dalam rahim ternyata dapat menentukan kecenderungan si janin untuk mudah bertindak impulsif (tanpa pertimbangan) atau tidak ketika dewasa.

Kesimpulan itu didapat setelah tim peneliti mempelajari sekelompok anak laki-laki berusia 8-11 tahun yang kadar testosteron-nya ketika masih janin diukur dengan memanfaatkan cairan amniotik (ketuban) sang ibu ketika usia kandungannya mencapai 13-20 minggu.

Lalu partisipan diperlihatkan gambar-gambar yang menakutkan (negatif), menyenangkan (positif), netral dan foto wajah yang berantakan sembari mesin functional magnetic resonance imaging (fMRI) melacak perubahan di dalam aktivitas otak partisipan yang dilaporkan memiliki kadar testosteron yang tinggi saat masih dalam kandungan.

Ternyata bagian otak yang berfungsi sebagai reward system terlihat lebih responsif terhadap gambar positif ketimbang yang negatif, netral atau wajah berantakan.

Hal ini menunjukkan bahwa partisipan tersebut memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menunjukkan 'approach-related behaviors' seperti suka mencari kesenangan dan melakukan sesuatu yang impulsif.

Approach-related behavior adalah perilaku yang menunjukkan kecenderungan seseorang untuk bergerak menyongsong segala sesuatu di sekitarnya sebagai bagian dari rasa penasaran (curiosity) dan keinginan untuk mengeksplor segala hal.

"Studi ini menekankan bagaimana kadar testosteron saat masa perkembangan janin bertindak sebagai sebuah mekanisme pemrograman untuk membentuk sensitivitas reward system otak saat dewasa serta memprediksi tendensi si anak untuk terlibat dalam 'approach-related behaviors' atau tidak," ungkap peneliti Michael Lombardo dari University of Cambridge.

Bagi pria, perilaku semacam itu seringkali meningkat frekuensinya pada masa remaja dan banyak juga ditemukan pada penderita gangguan psikiatri seperti korban penyalahgunaan obat-obatan, autisme hingga psikopat yang memang lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.

"Temuan ini lebih relevan terhadap sejumlah kondisi neuropsikiatri dengan rasio jenis kelamin yang timpang. Lagipula kadar testosterone pada wanita memang jauh lebih rendah daripada pria sehingga hal itu bisa memberikan perbedaan dampak yang substansial terhadap kondisi psikiatri pria dan wanita," tambah Lombardo seperti dikutip dari foxnews, Kamis (8/11/2012).

Studi ini baru saja dipublikasikan dalam jurnal Biological Psychiatry.

Sumber: *

Senin, 24 September 2012

Mantra Humor ”Fokoke Jokowi” Untuk Kemenangan Jokowi-Ahok

Jelang hari-H pencoblosan, ada satu tulisan unik bernada humor yang mengatrol pembicaraan positif mengenai Jokowi. Tulisan itu remeh-temeh dan tidak didesain untuk kepentingan kampanye serius, hanya berupa kelakar. Judulnya, ”Baru dapat kabar, Jokowi akhirnya berkoalisi dgn Foke. Namanya Fokoke Jokowi”.

Humor itu ternyata menjadi titik tertinggi untuk meroketkan brand Jokowi dengan total pembicaraan di media sosial naik tajam dari 51.727 menjadi 315.920 kali. Pada hari yang sama, brand Foke juga menanjak, dari 30.458 menjadi 128.561 kali dengan dipicu berita ”7 Janji Foke”.

”Fokoke Jokowi” adalah contoh pengolahan slogan yang kreatif, yang pada malam sebelum pencobloson seolah bergerak menjadi ribuan pasukan yang menghampiri para calon pencoblos via Twitter, Facebook, blog, pesan singkat SMS, juga pesan Blackberry Messenger (BBM). Slogan itu telah menjadi viral marketing, pemasaran gratis yang menyebar bak virus
online.

Ikon lain yang berhasil menjadi duta media sosial melawan Foke adalah gambar dengan teks nyentil, ”Jakarta will be OK without F”. Slogan ringan dan menggelitik ini hampir tak terjadi pada kubu Foke.

Isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang bergulir dominan, untuk kelas menengah di perkotaan, ternyata tidak didistribusikan sebagai virus online.

Dengan menggunakan tools atau peralatan analisis lain, bisa dilacak percakapan Foke sebenarnya bukan kalah populer. Hanya saja, sentimen positif lebih lari ke percakapan Jokowi. Hal ini bisa dilihat di socialmention.com, salah satu laman web yang menganalisis kata kunci di berbagai situs jejaring sosial.

Di Social Mention, brand Jokowi memiliki kekuatan 26 persen, sedangkan Foke 21 persen. Kekuatan ini adalah angka unik dari socialmention.com yang diukur berdasarkan jumlah diskusi terhadap brand di media sosial.

Perbandingan sentimen positif terhadap sentimen negatif pada kubu Jokowi adalah 8:1, sedangkan untuk Foke 2:1. Tampak bahwa kubu Jokowi diuntungkan dengan sentimen positif ini.

Unik juga untuk dicatat, brand Jokowi secara konsisten frekuensinya lebih sering dibicarakan dibandingkan dengan Foke, yaitu rata-rata tiap 28 detik sekali untuk Jokowi dan 1 menit sekali untuk Foke.

Howsociable.com menguatkan pernyataan itu dengan memberi skor magnitudo untuk percakapan Jokowi sebesar 6,4, sedangkan Foke 6,1.

Jokowi unggul di semua situs jejaring sosial, misalnya di Twitter, Facebook, Youtube, Google plus, Tumblr, dan Yfrog.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//** Like Button FB **//
//** Like Button FB **//