Tampilkan postingan dengan label kapitalis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kapitalis. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Juni 2013

Tolak Pemimpin yang Tidak Pancasilais

JAKARTA - Rakyat harus menolak calon legislatif (Caleg), dan Capres, yang jejak rekamnya tidak Pancasilais, melainkan kapitalis, impresialis, dan neoliberalisme. Seluruh kebijakan ekonomi, sosial politik, pendidikan, budaya, agama, dan sebagainya harus menjiwai Pancasila.

“Caleg dan Capres 2014 harus-harus benar ditakar jejak rekamnya terhadap pelaksanaan Pancasila, agar tujuan reformasi seperti mewujudkan penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kesejahteraan, keadilan dalam berbangsa, dan bernegara benar-benar terwujud,” ujar pakar hukum tata Negara Margarito Kamis, dalam dialog kepemimpinan bersama Ketua The Presiden Center Eddy Herwani Didied Mahaswara, dan pengamat politik UI Boni Hargens, di Jakarta, Minggu (2/6/2013).

Margarito mengatakan, DPR dan Presiden ke depan bukan mereka yang membiarkan bangsa ini terkepung oleh kapitalisme, neoliberalisme, dan imperialisme selama reformasi ini.

Namun dia masih optimis tokoh seperti mantan Ketua MK Mahfud MD, Rizal Ramli, Jusuf Kalla dan lainnya, akan mempunyai tempat di hati rakyat, juga partai, jika bangsa ini benar-benar ingin maju dan mandiri. Menyuarakan Pancasila itu tak boleh berhenti dan tak putus asa.

Pengamat politik dari UI Boni Hargens menegaskan elite politik, partai politik, dan penyelenggara Negara sekarang ini, produk-produk kebijakan, dan perilakunya tak mencerminkan Pancasila. Pancasila seolah tinggal kemasan, bahkan seperti bangkai yang dibiarkan mati, tanpa semangat dan ruhnya dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara ini.

Menurut Boni, Pancasila itu sumber nilai bagi berbagai kebijakan politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan program pembangunan yang mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa, dan Negara. Presiden SBY gagal mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara.

Menurutnya penghargaan sebagai negarawan dunia dari ACF (Appeal of Conscience Foundation) yang dinilai mampu menjaga toleransi dalam berbangsa, dan bernegara itu merupakan lelucon yang mengerikan.

“Karena pada saat yang sama masih terjadinya perusakan, pembakaran, diskriminasi bahkan pembunuhan terhadap muslim Ahmadiyah, Syiah, dan Gereja-Gereja di Indonesia. Itu semua akibat tak menjadikan Pancasila sebagai spirit dalam berbangsa,” katanya.

Menurut Didied, legislatif, eksekutif, dan yudikatif sama-sama menyimpang dari Pancasila, dan tak ada lagi yang bisa mengontrol, maka salah satu jalan adalah harus ada gerakan rakyat, meski namanya bukan revolusi.

“Jadi, harus ada gerakan rakyat Indonesia sendiri, untuk menghadapi kondisi pemimpin yang menyimpang dari Pancasila itu,” katanya.

Jumat, 08 Maret 2013

Ir Budi Dharmawan : Politik itu Akal-akalan

Direktur Utama PT Cengkeh Zanzibar Ir Budi Dharmawan mendukung salah satu calon pada Pilgub 2013. Bapak tiga anak kelahiran Juwana, Pati, 26 November 1936 itu dengan terang-terangan akan bersikap netral dan tidak lagi menjadi pendukung para calon gubernur maupun wakil gubernur Jawa Tengah.

Sepinya masyarakat yang mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah dinilainya karena masyarakat semakin cerdas. Politik tidak pernah sehat dan orang lebih memilih hidup sendiri dan malas ikut membangun negara melalui partai politik atau birokrasi.

''Masyarakat lebih memilih ikut membangun negara secara independen. Bosan dengan seringnya dibuat muter-muter partai. Lha mau membangun negara kok lewat partai dan muter-muter dahulu sebagai tuntutan Amerika dengan demokrasi kapitalis liberalnya yang dimainkan oleh oknum yang tidak jujur,'' tutur Ketua Yayasan Obor Tani itu.

Apalagi, kata dia, konstalasi politik tawar menawar dan tidak bekerja secara langsung untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, diharapkan segera berakhir.

Politik akal-akalan seperti mendaftar di KPU dengan waktu yang mepet dilakukan untuk mengganjal kanan dan kiri rival politiknya.

''Lucunya, soal pencalonan gubernur dengan dana Rp 200 miliar pun diumumkan dan menjadi headline di sejumlah media. Lha wong mau bantu rakyat kok diumumke biayanya. Mereka tentu akan pinjam uang kesana kemari, setelah jadi tentu harus mengembalikan, caranya, lebih banyak dengan korupsi. Kalau bagi saya, Rp 200 miliar itu bisa untuk membuka kebun dan mensejahterakan masyarakat dengan bersama-sama mengelolanya,'' paparnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//** Like Button FB **//
//** Like Button FB **//