Tampilkan postingan dengan label tolak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tolak. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Juli 2013

Pengusaha Kecil di Solo Siap Tolak Pajak UKM

Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Solo siap menolak pemberlakuan pajak bagi usaha kecil menengah, yang resmi diberlakukan 1 Juli lalu. Mereka mengaku keberatan dengan sistem pungutan pajak yang didasarkan pada besaran omzet.

»Omzet tinggi belum tentu berlaba tinggi, terkadang juga malah merugi,” kata Nur Aini, seorang pedagang pakaian di Pasar Klewer, Surakarta, Rabu 3 Juli 2013.

Nur berpendapat, seharusnya pemerintah melakukan sebuah riset yang mendalam soal pengusaha kecil. Ia mengatakan, dasar dari penarikan pajak yang seharusnya bukan dari omzet melainkan dari keuntungan para pedagang. »Kalau berdasarkan omzet itu namanya tetap tidak adil,” katanya.

Penolakan soal pajak UKM juga datang dari Ita, seorang pelaku usaha warung makan di kawasan Sriwedari. Ia mengaku keberatan jika harus membayar pajak per bulan yang dikenakan kepadanya selaku pengusaha kecil. Sebab saat ini, warungnya sedang sepi, sedangkan harga kebutuhan pokok terus melonjak. »Belum lagi harga gas dan BBM ikut naik,” ujarnya.

Ita meminta pemerintah membatalkan penarikan pajak dari usaha kecil. Lebih baik, katanya, pemerintah memungut pajak dari usaha besar. Dalam sehari, omzetnya rata-rata Rp 600 ribu. Sehingga omzet sebulan Rp 18 juta dan pajak yang harus dibayar Rp 180 ribu. »Itu cukup berat buat pengusaha kecil,” katanya.

Kepala Bidang Pelayanan Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Basuki Rahmad mengatakan pemberlakukan pajak memang mengacu omzet. »Tak ada batas minimal omzet,” ujarnya. Sehingga pelaku UMKM yang misalnya hanya punya omzet Rp 10 juta per tahun, tetap kena pajak.

Contoh UMKM yang kena pajak yaitu usaha perdagangan yang punya tempat berjualan tetap seperti warung makan, kios pakaian, hingga kios di pasar tradisional. Sedangkan pelaku usaha yang tempatnya berjualan bongkar pasang seperti pedagang kaki lima, terbebas dari pajak.

Menurut Basuki, pajak dihitung per bulan sebesar 1 persen dari omzet bulanan. Misalnya pelaku UMKM punya omzet Rp 2 juta sebulan, maka membayar pajak Rp 20 ribu. Ia menyadari hingga kini belum banyak UMKM yang mengetahui aturan tersebut. Sebab pihaknya belum melakukan sosialisasi. Sebab peraturan teknis seperti cara membayar dan cara pelaporan belum ada aturannya.

Senin, 17 Juni 2013

Gerindra Berubah Sikap, Tolak Kenaikan BBM dan Pengesahan RAPBN-P 2013

Jakarta - Rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2013 terkait kenaikan harga BBM semakin panas. Di masa skors, Gerindra menarik dukungan, memutuskan menolak pengesahan RAPBN-P 2013.

"Fraksi Partai Gerindra menolak pengesahan RAPBN-P 2013 yang di dalamnya mengatur harga BBM bersubsidi. Hal ini karena kenaikan BBM tak menurunkan alokasi subsidi BBM dalam RAPBN-P seperti yang seharusnya," kata Waketum Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Senin (17/6/2013).

Anggaran dana penurunan subsidi, menurut Fadli, juga tak digunakan untuk kepentingan infrastruktur dan transporasi murah rakyat. Syarat inilah yang disampaikan Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto.

"Prabowo bisa memahami subsidi BBM membebani APBN, namun skema RAPBN-P 2013 tak mengubah beban itu. Subsidi BBM malah bertambah. Tak ada jaminan kompensasi kembali ke rakyat dalam wujud transportasi murah dan infrastruktur," tegasnya.

Partai Gerindra memahami bahwa subsidi seharusnya jangan salah arah. Subsidi harus diterima rakyat yang membutuhkan. Dana subsidi bisa dialihkan untuk infrastruktur, pertanian, kesehatan atau pendidikan.

"Anehnya, harga BBM naik namun alokasi anggaran untuk subsidi BBM justru meningkat. Mengapa? Kebijakan kenaikan harga BBM memang hak pemerintah, tapi jelas menambah kesengsaraan rakyat. Harga-harga kebutuhan pokok meroket, apalagi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri," protesnya.

"Inilah anomali logika yang mencolok. Pertama, rencana harga premium naik Rp 2.000 dan solar Rp. 1.000, tetapi subsidi BBM juga naik dari Rp. 194 triliun menjadi Rp. 210 triliun. Harusnya, ketika harga BBM naik alokasi subsidi BBM turun," lanjut Fadli.

Pertimbangan berikutnya, di RAPBN-P pendapatan negara turun dan alokasi belanja naik. Akibatnya terjadi defisit keseimbangan primer dan defisit total yang melebar dan memaksa menambah utang. Pendapatan pajak turun Rp 53.6 triliun, sedangkan belanja naik Rp 39 triliun, dan belanja lain-lain naik Rp. 53.6 triliun.

"Akibatnya defisit melebar dari Rp. 153.3 trilyun menjadi Rp 233.5 trilyun. Karena itu, dalam sidang paripurna malam ini, Partai Gerindra tak setuju dengan pengesahan RAPBN-P 2013," tandasnya.

Minggu, 02 Juni 2013

Tolak Pemimpin yang Tidak Pancasilais

JAKARTA - Rakyat harus menolak calon legislatif (Caleg), dan Capres, yang jejak rekamnya tidak Pancasilais, melainkan kapitalis, impresialis, dan neoliberalisme. Seluruh kebijakan ekonomi, sosial politik, pendidikan, budaya, agama, dan sebagainya harus menjiwai Pancasila.

“Caleg dan Capres 2014 harus-harus benar ditakar jejak rekamnya terhadap pelaksanaan Pancasila, agar tujuan reformasi seperti mewujudkan penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kesejahteraan, keadilan dalam berbangsa, dan bernegara benar-benar terwujud,” ujar pakar hukum tata Negara Margarito Kamis, dalam dialog kepemimpinan bersama Ketua The Presiden Center Eddy Herwani Didied Mahaswara, dan pengamat politik UI Boni Hargens, di Jakarta, Minggu (2/6/2013).

Margarito mengatakan, DPR dan Presiden ke depan bukan mereka yang membiarkan bangsa ini terkepung oleh kapitalisme, neoliberalisme, dan imperialisme selama reformasi ini.

Namun dia masih optimis tokoh seperti mantan Ketua MK Mahfud MD, Rizal Ramli, Jusuf Kalla dan lainnya, akan mempunyai tempat di hati rakyat, juga partai, jika bangsa ini benar-benar ingin maju dan mandiri. Menyuarakan Pancasila itu tak boleh berhenti dan tak putus asa.

Pengamat politik dari UI Boni Hargens menegaskan elite politik, partai politik, dan penyelenggara Negara sekarang ini, produk-produk kebijakan, dan perilakunya tak mencerminkan Pancasila. Pancasila seolah tinggal kemasan, bahkan seperti bangkai yang dibiarkan mati, tanpa semangat dan ruhnya dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara ini.

Menurut Boni, Pancasila itu sumber nilai bagi berbagai kebijakan politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan program pembangunan yang mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa, dan Negara. Presiden SBY gagal mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara.

Menurutnya penghargaan sebagai negarawan dunia dari ACF (Appeal of Conscience Foundation) yang dinilai mampu menjaga toleransi dalam berbangsa, dan bernegara itu merupakan lelucon yang mengerikan.

“Karena pada saat yang sama masih terjadinya perusakan, pembakaran, diskriminasi bahkan pembunuhan terhadap muslim Ahmadiyah, Syiah, dan Gereja-Gereja di Indonesia. Itu semua akibat tak menjadikan Pancasila sebagai spirit dalam berbangsa,” katanya.

Menurut Didied, legislatif, eksekutif, dan yudikatif sama-sama menyimpang dari Pancasila, dan tak ada lagi yang bisa mengontrol, maka salah satu jalan adalah harus ada gerakan rakyat, meski namanya bukan revolusi.

“Jadi, harus ada gerakan rakyat Indonesia sendiri, untuk menghadapi kondisi pemimpin yang menyimpang dari Pancasila itu,” katanya.

Minggu, 02 Desember 2012

Ahok: Boikot ''Cara Konyol'' Penyelenggara PRJ


Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengancam memboikot Pekan Raya Jakarta. Alasannya, DKI Jakarta menolak sewa stan sebesar Rp 4 miliar dalam ajang itu.

"Kita sudah bayar event organizer, kita bikin dia dapat untung. Masak masuk pun kita masih disuruh bayar," kata Ahok dalam sebuah video rapat yang diunggah di YouTube. "Boikot, kita tidak usah datang."

Menurut Ahok, dengan harus mengeluarkan dana sebesar itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak usah lagi promosi melalui Pekan Raya Jakarta. "Pekan Raya Jakarta tidak perlu ikut, bila perlu. Pusing-pusing amat. Rp 4 Miliar itu bayar stan, kan?"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//** Like Button FB **//
//** Like Button FB **//