JAKARTA - Pengamat politik dari LIPI Ikrar Nusa Bakti berharap PDIP jangan sampai salah menerapkan strategi dalam pencalonan presiden. Mantan Wapres Jusuf Kalla dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dinilai lebih berpeluang memenangkan Pilpres 2014.
"Pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla lebih berpeluang menang dalam Pilpres 2014, jika kedua tokoh ini berhasil disandingkan. Apalagi, kedua figur tersebut sama-sama mendapat respon positif dan tinggi dalam banyak survei dibandingkan capres yang lain. Karena itu, PDIP jangan sampai salah strategi dalam Pilpres 2014 nanti,” kata Ikrar Nusa Bakti dalam Dialog Pilar Kenegaraan bertajuk “Mencari Pemimpin Bangsa: Geliat Capres Menjelang Pemilu 2014” bersama Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y Thohari dan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon, Senin (2/9/2013) di Kompleks Parlemen, Jakarta. Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label Fadli Zon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fadli Zon. Tampilkan semua postingan
Senin, 02 September 2013
Joko Widodo-Jusuf Kalla Berpeluang Menang
Label:
Berpeluang,
Dialog Pilar Kenegaraan,
Fadli Zon,
Hajrijanto Y Thohari,
Ikrar Nusa Bakti,
Joko Widodo,
Jusuf Kalla,
LIPI,
menang,
Pilpres 2014,
positif,
respon,
salah strategi,
survei,
tinggi
Senin, 17 Juni 2013
Gerindra Berubah Sikap, Tolak Kenaikan BBM dan Pengesahan RAPBN-P 2013
Jakarta - Rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2013 terkait kenaikan harga BBM semakin panas. Di masa skors, Gerindra menarik dukungan, memutuskan menolak pengesahan RAPBN-P 2013.
"Fraksi Partai Gerindra menolak pengesahan RAPBN-P 2013 yang di dalamnya mengatur harga BBM bersubsidi. Hal ini karena kenaikan BBM tak menurunkan alokasi subsidi BBM dalam RAPBN-P seperti yang seharusnya," kata Waketum Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Senin (17/6/2013).
Anggaran dana penurunan subsidi, menurut Fadli, juga tak digunakan untuk kepentingan infrastruktur dan transporasi murah rakyat. Syarat inilah yang disampaikan Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto.
"Prabowo bisa memahami subsidi BBM membebani APBN, namun skema RAPBN-P 2013 tak mengubah beban itu. Subsidi BBM malah bertambah. Tak ada jaminan kompensasi kembali ke rakyat dalam wujud transportasi murah dan infrastruktur," tegasnya.
Partai Gerindra memahami bahwa subsidi seharusnya jangan salah arah. Subsidi harus diterima rakyat yang membutuhkan. Dana subsidi bisa dialihkan untuk infrastruktur, pertanian, kesehatan atau pendidikan.
Pertimbangan berikutnya, di RAPBN-P pendapatan negara turun dan alokasi belanja naik. Akibatnya terjadi defisit keseimbangan primer dan defisit total yang melebar dan memaksa menambah utang. Pendapatan pajak turun Rp 53.6 triliun, sedangkan belanja naik Rp 39 triliun, dan belanja lain-lain naik Rp. 53.6 triliun.
"Akibatnya defisit melebar dari Rp. 153.3 trilyun menjadi Rp 233.5 trilyun. Karena itu, dalam sidang paripurna malam ini, Partai Gerindra tak setuju dengan pengesahan RAPBN-P 2013," tandasnya.
"Fraksi Partai Gerindra menolak pengesahan RAPBN-P 2013 yang di dalamnya mengatur harga BBM bersubsidi. Hal ini karena kenaikan BBM tak menurunkan alokasi subsidi BBM dalam RAPBN-P seperti yang seharusnya," kata Waketum Gerindra, Fadli Zon, kepada detikcom, Senin (17/6/2013).
Anggaran dana penurunan subsidi, menurut Fadli, juga tak digunakan untuk kepentingan infrastruktur dan transporasi murah rakyat. Syarat inilah yang disampaikan Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto.
"Prabowo bisa memahami subsidi BBM membebani APBN, namun skema RAPBN-P 2013 tak mengubah beban itu. Subsidi BBM malah bertambah. Tak ada jaminan kompensasi kembali ke rakyat dalam wujud transportasi murah dan infrastruktur," tegasnya.
Partai Gerindra memahami bahwa subsidi seharusnya jangan salah arah. Subsidi harus diterima rakyat yang membutuhkan. Dana subsidi bisa dialihkan untuk infrastruktur, pertanian, kesehatan atau pendidikan.
"Inilah anomali logika yang mencolok. Pertama, rencana harga premium naik Rp 2.000 dan solar Rp. 1.000, tetapi subsidi BBM juga naik dari Rp. 194 triliun menjadi Rp. 210 triliun. Harusnya, ketika harga BBM naik alokasi subsidi BBM turun," lanjut Fadli.
Pertimbangan berikutnya, di RAPBN-P pendapatan negara turun dan alokasi belanja naik. Akibatnya terjadi defisit keseimbangan primer dan defisit total yang melebar dan memaksa menambah utang. Pendapatan pajak turun Rp 53.6 triliun, sedangkan belanja naik Rp 39 triliun, dan belanja lain-lain naik Rp. 53.6 triliun.
"Akibatnya defisit melebar dari Rp. 153.3 trilyun menjadi Rp 233.5 trilyun. Karena itu, dalam sidang paripurna malam ini, Partai Gerindra tak setuju dengan pengesahan RAPBN-P 2013," tandasnya.
Langganan:
Postingan (Atom)