SOLO—Seniman Solo Slamet Gundono meninggal dunia Minggu (4/1/2014). Gundono meninggal Minggu pukul 08.30 WIB pagi di RSIS Yarsis Sukoharjo karena penyakit ginjal.
Gundono dikenal lewat kreasinya yakni sebagai dalang wayang suket. Namun tak hanya itu, seniman ini juga kerap kali menjadikan fenomena social yang sedang ramai saat itu menjadi sebuah wayang.
Salah satunya yakni wayang gembus. Kristis tahu dan tempa pada Juli tahun lalu menjadikan dia menciptakan membuat wayang gembus dan menampilkan gelaran wayang gembus pada 31 Juli 2012 lalu.
Tampilkan postingan dengan label krisis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label krisis. Tampilkan semua postingan
Minggu, 05 Januari 2014
SLAMET GUNDONO MENINGGAL, Tak Hanya Wayang Suket Gundono Juga Dikenal Dalang Wayang Gembus
Label:
Dalang,
Gembus,
global,
Industri,
Jl Sibela Timur III No 1,
krisis,
meninggal,
Mojosongo,
Prins Claus,
RSIS,
SLAMET GUNDONO,
Solo,
Suket,
Sukoharjo,
tahu,
Tambun,
Tegal,
tempe,
wayang,
Yarsis
Senin, 02 September 2013
Pengusaha Nilai Krisis Kali Ini Lebih Parah
Surakata - Kalangan pengusaha di Surakarta menilai melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika saat ini sudah memunculkan krisis baru. Sebab, hal ini berpengaruh pada meningkatnya ongkos produksi, terutama yang menggunakan bahan baku impor.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta Bidang Industri Perdagangan dan Ketenagakerjaan David Wijaya mengatakan kesulitan yang dihadapi pengusaha saat ini lebih berat dibanding kondisi serupa pada rentang 1998-2000.
Saat itu nilai tukar rupiah memang melemah hingga Rp 15 ribu per dolar Amerika. "Bedanya saat itu pasar luar negeri aman sehingga kinerja ekspor tidak terganggu," katanya, Minggu, 1 September 2013. Selanjutnya *
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surakarta Bidang Industri Perdagangan dan Ketenagakerjaan David Wijaya mengatakan kesulitan yang dihadapi pengusaha saat ini lebih berat dibanding kondisi serupa pada rentang 1998-2000.
Saat itu nilai tukar rupiah memang melemah hingga Rp 15 ribu per dolar Amerika. "Bedanya saat itu pasar luar negeri aman sehingga kinerja ekspor tidak terganggu," katanya, Minggu, 1 September 2013. Selanjutnya *
Label:
1998,
bahan baku impor,
David Wijaya,
Kadin,
krisis,
krisis baru,
lebih berat,
Lebih Parah,
meningkat,
nilai,
ongkos,
pengusaha,
produksi,
Surakarta
Rabu, 28 Agustus 2013
Akankah Krisis Ekonomi 2008 Terulang? Ini Tanggapan Kepala Bappenas
Jakarta - Belum ada tanda-tanda perbaikan di perekonomian global sehingga memberikan dampak buruk kepada Indonesia. Pemerintah memang telah mengeluarkan paket kebijakan untuk menyelamatkan ekonomi.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alishjabana mengatakan pemerintah sama sekali tidak mengharapkan kejadian krisis tersebut terulang. Untuk itu beberapa langkah antisipasi berupa kebijakan telah dikeluarkan.
"Tentu ya kita tidak mengharapkan dong, tapi prinsipnya sisi pemerintah kita jaga betul dan antisipasi," ungkap Armida kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senayan, Rabu (28/8/2013) Selanjutnya *
Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alishjabana mengatakan pemerintah sama sekali tidak mengharapkan kejadian krisis tersebut terulang. Untuk itu beberapa langkah antisipasi berupa kebijakan telah dikeluarkan.
"Tentu ya kita tidak mengharapkan dong, tapi prinsipnya sisi pemerintah kita jaga betul dan antisipasi," ungkap Armida kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senayan, Rabu (28/8/2013) Selanjutnya *
Jumat, 01 Maret 2013
Malaysia krisis figur, rindukan sosok seperti Jokowi
Aksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ternyata mengundang decak kagum negara tetangga. Sosok Jokowi yang merakyat dan mau turun langsung mendengar keluh kesah warga dinilai sebagai figur yang dibutuhkan di Malaysia.
Memang sejak menjadi gubernur, Jokowi tak henti-hentinya blusukan ke kampung-kampung kumuh. Bahkan, sebagai orang nomor satu di Jakarta, Jokowi rela masuk gorong-gorong dan menerobos banjir.
Seorang kolumnis Malaysia Syed Nadzri Syed Harun, dalam tulisan yang berjudul, Wanted badly: A Malaysian Jokowi, mengatakan, Jokowi yang baru menjabat Gubernur Jakarta akhir Oktober tahun lalu lebih menekankan kerja nyata ketimbang sibuk dengan urusan politik. Tentu tulisan itu dikaitkan menjelang Pemilu Malaysia, April nanti.
"Jokowi bahkan mau masuk ke gorong-gorong dan mengunjungi daerah kumuh serta berbicara dengan rakyat miskin tentang akses kesehatan dan pendidikan," tulis Nadzri.
Jokowi, kata dia, juga langsung turun tangan menangani banjir besar yang merendam Jakarta bulan lalu. "Dia lebih menekankan aksi nyata untuk menangani banjir," demikian tulisan Nadzri, beberapa mengutip artikel The Economist dia.
Nadzri mengaku miris dengan kondisi di Negeri Jiran saat ini di mana para elitenya lebih mementingkan urusan politik ketimbang kerja buat rakyat. Padahal, katanya, kemacetan semakin di Ibu Kota Kuala Lumpur, Johor Baru, dan Penang.
"Kita butuh Jokowi di sini. Dan seperti pernah dia katakan, dia tak ingin jadi presiden. Dia hanya menjalankan pekerjaan mulia," tuturnya.
Bahkan, Nadzri menilai tokoh oposisi di Malaysia Anwar Ibrahim sekali pun bukan lah sosok yang tepat. Dia pesimistis politikus yang sempat di bui itu akan membawa perubahan bagi Malaysia.
"Anwar sekali pun tidak akan mampu. Fokus dia sekarang adalah menang pilihan raya. Anwar dan politisi dari partai berkuasa tidak ada yang fokus kepada kepentingan rakyat. Mereka cuma sibuk dengan urusan politik," katanya.
Berarti Malaysia sedang krisis kepemimpinan? "Bukan itu maksud saya. Lebih baik lagi kalau mereka berlaku seperti Jokowi," tandasnya.
Memang sejak menjadi gubernur, Jokowi tak henti-hentinya blusukan ke kampung-kampung kumuh. Bahkan, sebagai orang nomor satu di Jakarta, Jokowi rela masuk gorong-gorong dan menerobos banjir.
Seorang kolumnis Malaysia Syed Nadzri Syed Harun, dalam tulisan yang berjudul, Wanted badly: A Malaysian Jokowi, mengatakan, Jokowi yang baru menjabat Gubernur Jakarta akhir Oktober tahun lalu lebih menekankan kerja nyata ketimbang sibuk dengan urusan politik. Tentu tulisan itu dikaitkan menjelang Pemilu Malaysia, April nanti.
"Jokowi bahkan mau masuk ke gorong-gorong dan mengunjungi daerah kumuh serta berbicara dengan rakyat miskin tentang akses kesehatan dan pendidikan," tulis Nadzri.
Jokowi, kata dia, juga langsung turun tangan menangani banjir besar yang merendam Jakarta bulan lalu. "Dia lebih menekankan aksi nyata untuk menangani banjir," demikian tulisan Nadzri, beberapa mengutip artikel The Economist dia.
Nadzri mengaku miris dengan kondisi di Negeri Jiran saat ini di mana para elitenya lebih mementingkan urusan politik ketimbang kerja buat rakyat. Padahal, katanya, kemacetan semakin di Ibu Kota Kuala Lumpur, Johor Baru, dan Penang.
"Kita butuh Jokowi di sini. Dan seperti pernah dia katakan, dia tak ingin jadi presiden. Dia hanya menjalankan pekerjaan mulia," tuturnya.
Bahkan, Nadzri menilai tokoh oposisi di Malaysia Anwar Ibrahim sekali pun bukan lah sosok yang tepat. Dia pesimistis politikus yang sempat di bui itu akan membawa perubahan bagi Malaysia.
"Anwar sekali pun tidak akan mampu. Fokus dia sekarang adalah menang pilihan raya. Anwar dan politisi dari partai berkuasa tidak ada yang fokus kepada kepentingan rakyat. Mereka cuma sibuk dengan urusan politik," katanya.
Berarti Malaysia sedang krisis kepemimpinan? "Bukan itu maksud saya. Lebih baik lagi kalau mereka berlaku seperti Jokowi," tandasnya.
Label:
Anwar,
blusukan,
DKI,
figur,
gorong-gorong,
Gubernur,
Jokowi,
kesehatan,
krisis,
Kuala Lumpur,
Malaysia,
merakyat,
pendidikan,
politik,
Syed Nadzri Syed Harun,
turun
Rabu, 25 Juli 2012
Krisis Tahu & Tempe di Jakarta
Mulai hari ini, Rabu 25 Juli 2012, tempe dan tahu hilang di pasaran. Pantauan VIVAnews di sejumlah pasar di Jakarta, para pedagang tahu dan tempe tidak berjualan.
Di Pasar Inpres Kramat Jati, misalnya, tak satu pun pedagang tempe dan tahu terlihat. Kios pedagang tahu dan tempe yang kerap ramai dikunjungi pembeli, kali ini tutup. Dari sekitar 20 kios tahu dan tempe, semuanya kompak tutup.
"Tadi malam sudah ada pengumuman dari produsen tempe, selama tiga hari ke depan tidak ada yang berdagang tempe," ujar Sutini, salah seorang pedagang tahu kepada VIVAnews.
Ia mengatakan, sejak tadi malam puluhan orang yang diduga para perajin tahu dan tempe melakukan razia ke pedagang tahu dan tempe di Pasar Inpres Kramat Jati untuk memastikan tak ada lagi yang berdagang.
"Kalau ada yang dagang tahu tempe, langsung dikarungin dagangannya," Sutini menambahkan.
Karena tidak berdagang tahu dan tempe, Sutini akhirnya menjadi pedagang kolang-kaling dan cincau dadakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari. "Ya mumpung bulan puasa, dari pada kosong," dia menambahkan.
Selain di Pasar Kramat Jati, hilangnya tahu dan tempe juga terjadi di Pasar Enjo, Jatinegara. Di pasar itu, kios pedagang tahu dan tempe tampak kosong. Para pedagang menjaga kiosnya, tapi tak ada transaksi jual beli makanan berbahan baku kedelai itu.
Menurut salah seorang pedagang tahu dan tempe, Syaifuddin, aksi mogok berjualan tempe dan tahu selama tiga hari ke depan ini adalah bentuk protes kepada pemerintah. Sebab, pemerintah dianilai tidak mampu menekan harga kacang kedelai.
"Harga kedelai naik, otomatis harga jual di pasar pasti naik. Kalau harga naik, ya pasti orangnggak mau beli," katanya. Dia menambahkan, upaya mensiati mahalnya harga kedelai dengan memperkecil ukuran tahu atau tempe juga sulit. "Pembeli pasti rewel".
Hilangnya tempe dan tahu ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Badriah, 35 tahun, menyayangkan hilangnya tempe di pasaran. Buatnya, tempe dan tahu adalah makanan wajib yang selalu ada di meja makan.
"Kalau sekarang nggak ada, pusing juga kalau anak nanya. Kenapa nggak ada tempe," tuturnya.
Selain itu, di seluruh pasar di Bekasi, pedagang tahu dan tempe juga tidak terlihat. Agen tempe dan tahu yang biasa mengirim ke para pedagang, menghentikan suplai sejak semalam.
Pika, salah satu pedagang yang ditemui di Pasar Tambun, mengatakan, sejak semalam, pasokan tahu dan tempe untuk daerah Bekasi sudah dihentikan. Bahkan, ia berani menjamin, tidak akan ditemukan satu pedagang pun yang menjual produk hasil olahan kedelai itu di seluruh Bekasi.
"Nggak akan ketemu deh yang jual tahu tempe. Biar dicari ke mana pun mulai hari ini sampai malam Sabtu," kata Pika kepada VIVAnews di Tambun, Bekasi, Rabu 25 Juli 2012.
Ancaman perajin tahu dan tempe untuk menghentikan produksinya, terbukti. Para perajin tahu dan tempe marah dan mogok produksi karena harga kedelai mahal.
Sumber: *
Di Pasar Inpres Kramat Jati, misalnya, tak satu pun pedagang tempe dan tahu terlihat. Kios pedagang tahu dan tempe yang kerap ramai dikunjungi pembeli, kali ini tutup. Dari sekitar 20 kios tahu dan tempe, semuanya kompak tutup.
"Tadi malam sudah ada pengumuman dari produsen tempe, selama tiga hari ke depan tidak ada yang berdagang tempe," ujar Sutini, salah seorang pedagang tahu kepada VIVAnews.
Ia mengatakan, sejak tadi malam puluhan orang yang diduga para perajin tahu dan tempe melakukan razia ke pedagang tahu dan tempe di Pasar Inpres Kramat Jati untuk memastikan tak ada lagi yang berdagang.
"Kalau ada yang dagang tahu tempe, langsung dikarungin dagangannya," Sutini menambahkan.
Karena tidak berdagang tahu dan tempe, Sutini akhirnya menjadi pedagang kolang-kaling dan cincau dadakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari. "Ya mumpung bulan puasa, dari pada kosong," dia menambahkan.
Selain di Pasar Kramat Jati, hilangnya tahu dan tempe juga terjadi di Pasar Enjo, Jatinegara. Di pasar itu, kios pedagang tahu dan tempe tampak kosong. Para pedagang menjaga kiosnya, tapi tak ada transaksi jual beli makanan berbahan baku kedelai itu.
Menurut salah seorang pedagang tahu dan tempe, Syaifuddin, aksi mogok berjualan tempe dan tahu selama tiga hari ke depan ini adalah bentuk protes kepada pemerintah. Sebab, pemerintah dianilai tidak mampu menekan harga kacang kedelai.
"Harga kedelai naik, otomatis harga jual di pasar pasti naik. Kalau harga naik, ya pasti orangnggak mau beli," katanya. Dia menambahkan, upaya mensiati mahalnya harga kedelai dengan memperkecil ukuran tahu atau tempe juga sulit. "Pembeli pasti rewel".
Hilangnya tempe dan tahu ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Badriah, 35 tahun, menyayangkan hilangnya tempe di pasaran. Buatnya, tempe dan tahu adalah makanan wajib yang selalu ada di meja makan.
"Kalau sekarang nggak ada, pusing juga kalau anak nanya. Kenapa nggak ada tempe," tuturnya.
Selain itu, di seluruh pasar di Bekasi, pedagang tahu dan tempe juga tidak terlihat. Agen tempe dan tahu yang biasa mengirim ke para pedagang, menghentikan suplai sejak semalam.
Pika, salah satu pedagang yang ditemui di Pasar Tambun, mengatakan, sejak semalam, pasokan tahu dan tempe untuk daerah Bekasi sudah dihentikan. Bahkan, ia berani menjamin, tidak akan ditemukan satu pedagang pun yang menjual produk hasil olahan kedelai itu di seluruh Bekasi.
"Nggak akan ketemu deh yang jual tahu tempe. Biar dicari ke mana pun mulai hari ini sampai malam Sabtu," kata Pika kepada VIVAnews di Tambun, Bekasi, Rabu 25 Juli 2012.
Ancaman perajin tahu dan tempe untuk menghentikan produksinya, terbukti. Para perajin tahu dan tempe marah dan mogok produksi karena harga kedelai mahal.
Sumber: *
Label:
3 hari,
Bekasi,
cincau,
dikarungin,
Jakarta,
Jatinegara,
kolang-kaling,
Kramat Jati,
krisis,
marah,
mogok,
pasar,
Pasar Enjo,
perajin,
razia,
tahu,
Tambun,
tempe,
tutup
Langganan:
Postingan (Atom)