“Sebentar, saya ambil kopi dulu.” Muhammad Syamsi Ali menuju meja di pinggir ruang VIP di Mulia Business Park, Pasar Minggu, Jakarta. Ia kembali membawa secangkir kopi panas. “Silakan ngopi juga,” ia menawarkan. “Di New York, saya sering minum kopi di Starbucks, tapi saya tetap suka kopi Indonesia.”
Sejak serangan 11 September yang merobohkan World Trade Center dan mengoyak Pentagon, nama Syamsi Ali kian populer karena beragam kegiatan antar-imannya. Ia rajin mengenalkan Islam ke gereja dan sinagog. Ia juga bekerja sama dengan kelompok Yahudi dan Kristen.
Dia bisa menjadi imam di New York berkat undangan Duta Besar Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu, Nugroho Wisnumurti. “Saya bertemu Pak Nugroho di Jeddah, Arab Saudi,” kata Syamsi Ali kepadaTempo. “Kebetulan waktu itu saya tidak betah mengajar di Islamic Education Foundation Jeddah (yayasan pendidikan milik Amir Mamduh, adik Raja Fahd) karena adanya diskriminasi. “
Pada 2006, namanya masuk daftar tujuh pemimpin agama paling berpengaruh di New York oleh New York Magazine. Ia merupakan satu dari 100 orang penerima 2009 Ellis Island Medal of Honor Award, penghargaan non-militer tertinggi yang diberikan kepada imigran yang memberikan kontribusi besar kepada masyarakat Amerika dan dunia oleh Organisasi Koalisi Etnik Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar