Tampilkan postingan dengan label Lion Air. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lion Air. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Oktober 2013

Insiden Lion Air di Manado: Bayi Enam Bulan Sulit Bernapas

Panik! Begitulah gambaran suasana di dalam kabin pesawat Lion Air. Seorang penumpang, Budi Mul mengaku panik karena dia ada alergi pernapasan atau sakit asma. Dia merasa sulit bernapas dalam pesawat dengan kondisi AC rusak.

"Saya panik karena pesawat sempat mundur dan pintunya tidak dibuka, hanya jendela darurat yang dipaksa buka penumpang baru bisa bernapas lagi. Terlambat beberapa menit saya dan seorang bayi mungkin meninggal," ucapnya kepada Tribun Manado di Bandara Sam Ratulangi, Senin (30/9/2013).

Seorang ibu bernama Ivon menumpang pesawat itu bersama bayinya yang baru umur enam bulan. Anaknya terus menangis karena merasa kepanasan. "Saya sangat panik melihat anak saya kesulitan bernapas, makanya saya minta tolong kepada pramugari untuk memeluk anak saya karena tidak sanggup melihatnya terus seperti itu," ujar Ivon. Selanjutnya *

Senin, 02 September 2013

Lion Air, Rusdi Kirana & 230 Trilyun Rupiah Mengharumkan Indonesia di Perancis

JAKARTA - Founder The Indonesian Institute, Jeffrie Geovanie mengaku mendapatkan cerita menarik saat berkunjung ke Perancis. Kala itu, nama salah satu maskapai penerbangan Indonesia menjadi perbincangan hangat.

Hal tersebut berkat usaha CEO Lion Air Rusdi Kirana yang pada 18 Maret 2013 lalu telah menyepakati pemesanan 234 Airbus yang terdiri dari 109 unit jenis A230, 65 unit jenis A320, dan 60 unit jenis A321. Nilainya mencapai 18,4 miliar Euro atau setara 230 triliun rupiah.

"Belum lama ini, saat berkunjung ke Perancis, di sebuah kafe kecil saya sempat berbincang-bincang dengan seorang warga negara Indonesia (WNI) yang sudah lama tinggal di Paris. Menurut pengakuannya, selama ini keberadaan WNI dianggap bukan siapa-siapa di Perancis, tapi sejak ada maskapai penerbangan Indonesia (tanpa menyebut nama) memesan 234 Airbus, WNI menjadi sangat dihargai. Nama Indonesia menjadi harum," ujar Jeffrie, Minggu(1/9/2013) malam. Selanjutnya *

Jumat, 09 Agustus 2013

Pilot Lion Air Mengira Ada Anjing

Pilot pesawat Lion Air yang tergelincir di Bandara Jalaluddin Gorontalo, Iwan Permadi, mengaku dirinya mengira ada anjing di landasan bandara ini.

"Ternyata itu adalah tiga ekor sapi yang sedang melintas di tengah landasan, ketika prosedur mendarat telah dijalankan," ujar dia, di Gorontalo, Rabu dini hari.

Beberapa saat kemudian, kata dia, terjadi tubrukan pada kecepatan pesawat 40 knot sehingga pesawat tak bisa direm lagi hingga meleset keluar landasan.

"Beruntung tanah di sekitar landasan becek sehingga pesawat bisa berhenti. Suasana kabin bisa dikontrol, tapi kami sempat melihat ada asap dan bau menyengat seperti daging terbakar," ujarnya lagi. Selanjutnya *

Selasa, 16 April 2013

Pilot Lion Air yang Jatuh di Bali Merasa 'Terseret' dari Angkasa

Oleh Tim Hepher

PARIS (Reuters) - Pilot dari pesawat Indonesia yang jatuh ke laut saat mencoba mendarat di Bali menggambarkan bagaimana rasanya "terseret" angin ketika ia berusaha mengambil kendali.

Sekitar 108 penumpang dan kru selamat saat pesawat penumpang Boeing 737 yang dioperasikan oleh Lion Air terlalu cepat turun ke landasan dan jatuh di air, Sabtu.

Aparat setempat menegaskan bahwa masih terlau cepat untuk mengatakan apa penyebab insiden ini, yang tengah diinvestigasi oleh KNKT dengan bantuan penyelidik kecelakaan dari Amerika Serikat dan Boeing.

Namun, keterangan awal, komentar saksi, dan laporan cuaca sudah merujuk pada kemungkinan "windshear" atau angin berubah arah dari awan badai yang juga dikenal dengan nama "microburst".

Meski jarang terjadi, para pakar memprediksi bahwa hempasan angin yang keras dan tak diduga ini bisa membuat jet modern tak berdaya, apalagi jika kekuatannya lebih besar dari kemampuan pesawat keluar dari masalah -- dengan masa-masa kritis sebelum pendaratan sebagai momen paling rapuh.

"Jika Anda mengalami angin yang menghempas ke bawah yang lebih kuat dari kemampuan pesawat, bahkan dengan kekuatan penuh Anda akan terus turun dan tak bisa menanjak naik," kata Hugh Dibley, mantan pilot British Airways dan pakar dalam situasi-situasi kehilangan kendali.

Penyebab jatuhnya pesawat berdampak pada reputasi salah satu maskapai penerbangan yang paling cepat tumbuh di dunia. Lion Air pun tengah berusaha mencabut dirinya dari daftar hitam keamanan Uni Eropa dengan membeli Airbus dan Boeing dalam jumlah yang menciptakan rekor.

Menurut keterangan awal pilot, yang detailnya sudah digambarkan ke Reuters, penerbangan JT-904 menuju ke timur ke bandara Ngurah Rai pada tengah hari Sabtu dalam penerbangan yang normal dari Bandung, Jawa Barat.

Co-pilot, warga kebangsaan India dengan 2000 jam pengalaman terbang, bertanggungjawab untuk perjalanan domestik ini, yang dijadwalkan berlangsung 1 jam 40 menit.


Hujan deras
Saat pesawat Lion Air ini mulai turun, diikuti pesawat Garuda di belakangnya, dan satu lagi pesawat siap-siap lepas landas di belakangnya, co-pilot kehilangan pandangan akan landasan karena air hujan yang jatuh di jendela depan.

Kaptennya, seorang WNI dengna 15 ribu jam terbang dan lisensi instruktur, mengambil alih kendali.

Saat turun dari 400 ke 200 kaki, pilot menggambarkan sedang terbang melewati tembok air, menurut sumber. Hujan deras tiba-tiba dan kehilangan pandangan bukanlah hal aneh dalam kondisi alam tropis, tapi rendahnya pesawat berarti kru tak punya banyak waktu untuk bereaksi.

Tanpa bisa melihat lampu landasan atau tanda-tanda, kapten memutuskan untuk membatalkan pendaratan dan melakukan "go around", manuver rutin yang wajib bisa dilakukan semua pilot.

Namun, kapten kemudian mengatakan pada aparat bahwa pesawat 737 yang baru ini bukannya menanjak, malah terus-terusan jatuh tanpa terkendali.

Dengan ketinggian hanya 200 kaki atau 60,96 meter, manuver yang biasanya mudah itu pun langsung gagal.

"Kapten bilang dia berniat untuk berputar balik tapi dia merasa pesawat ditarik ke bawah oleh angin; itu sebabnya dia jatuh ke laut," kata si sumber, yang mendapat keterangan para kru.

"Ada hujan yang jatuh dari timur ke barat; sangat deras," kata si sumber yang meminta untuk tak disebut karena tak ada orang yang mendapat izin berbicara kepada publik mengenai kecelakaan selama penyelidikan berlangsung.

Penumpang pesawat juga menggambarkan peristiwa yang kurang lebih sama, bahwa pesawat mengalami kesulitan hanya pada menit-menit terakhir.

"Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan jatuh tapi kemudian tiba-tiba jatuh ke air," kata Tantri Widiastuti, 60, pada MetroTV.

Lion Air menolak berkomentar atas penyebab kecelakaan.


Rusak Total
Menurut Flight Safety Foundation, buletin untuk pilot menandakan ada beberapa awan badai pada sekitar waktu kecelakaan pada ketinggian 1700 kaki. Angin sedang bertiup dari selatan ke tenggara tapi membesar dari timur ke tenggara, sampai ke barat.

Sumber mengatakan tidak ada bukti langsung kesalahan pilot atau teknis tapi penyelidik akan melihat kecepatan dan pengaturan lain, termasuk juga interaksi antara dua pilot untuk memastikan apakah kecelakaan bisa dihindari.

Kedua pilot sudah menjalani tes urine oleh polisi Indonesia dan tidak ada bukti obat-obatan terlarang atau alkohol, menurut si sumber.

Menurut laporan media Indonesia, lima pilot Lion Air sudah ditahan karena konsumsi narkoba dalam dua tahun terakhir, sehingga muncul pertanyaan apakah penyalahgunaan narkoba atau jam terbang berlebihan terjadi di sini.

Salah satu pendiri Lion Air membantah kemungkinan ini dan mengatakan pada Reuters tahun lalu bahwa ia bekerja sama dengan pihak berwajib untuk memastikan aturan hukum soal narkoba dipatuhi.

Pesawat yang diantarkan pada Februari ini hanya punya satu problem teknis: lampu pendaratan yang harus diganti.

Sekarang, pesawat itu terlihat patah di bagian belakang, hanya 4,6 meter dari tembok laut, batas landasan. Pesawat seharga $89 juta ini pun kini tak bisa dipakai lagi. Statusnya masih disewakan dari firma Avolon asal Dublin.

Foto-foto pesawat jet itu berada di air dan semua penumpangnya selamat mengingatkan pada "Keajaiban di Sungai Hudson" saat pesawat Airbus A320 yang jatuh selamat di New York setelah kehilangan tenaga karena serangan burung.

Tapi pakar industri mengatakan bahwa keterlibatan angin berubah arah atau "wind shear" lebih mengingatkan pada kecelakaan pesawat Delta Air Lines Lockheed Tristar saat mendekati bandara Dallas 1985 yang menewaskan 134 penumpang dan krunya.

Kecelakaan pesawat Delta Flight 191 memunculkan sistem peringatan dan prosedur dalam penanganan angin berbalik arah di ketinggian rendah, atau perubahan tiba-tiba arah angin serta kecepatannya.

Menurut Boeing, pesawat 737-800 adalah model terbaru yang paling populer, dilengkapi dengan sistem antisipasi "wind shear". Jika didekati, akan ada peringatan yang mengatakan, "Putar balik, di depan ada wind shear".

Kini, para pilot sepakat bahwa strategi terbaik untuk mengatasi angin balik arah adalah untuk menghindarinya, kata Dibley, pejabat senior di Royal Aeronautical Society, Inggris.

Namun jika peringatan menyala, respons automatik adalah membatalkan pendaratan dan berputar balik, kata dia.


Keseimbangan
Pilot bisa mempersiapkan diri untuk berbagai risiko, seperti kehilangan angin bagus untuk pendaratan, dengan menciptakan buffer kecepatan tinggi untuk membantu mereka keluar dari kesulitan. Harus ada keseimbangan antara kecepatan tinggi yang bisa membuat jet mendarat terlalu atau, dan jika terjadi di Bali berarti menabrak jalan atau laut lagi.

"Jika kecepatan Anda terlalu rendah, Anda akan kena angin bawah dan terus tenggelam. Jadi pertanyaannya, seberapa banyak kecepatan udara ekstra yang dibawa pesawat," ujar Dibley.

Tak ada informasi akan sinyal apa yang didapat oleh kru pesawat, seberapa cepat pesawat Lion Air ini terbang, dan jadwal kru yang terbang.

Didirikan oleh dua saudara pengusaha perjalanan, Lion Air tumbuh dalam kecepatan tinggi untuk mengimbangi ekonomi Indonesia. Bulan lalu, Lion Air baru saja menandatangani perjanjian pembelian Airbus Eropa untuk 234 pesawat senilai $24 miliar. Dua tahun lalu, mereka menandatangani pembelian dengan Boeing untuk 230 pesawat.

Pada saat bersamaan, Indonesia berjuang untuk memperbaiki keamanan sipil di udara setelah serangkaian kecelakaan mematikan. Pada 2007, Lion Air termasuk maskapai Indonesia yang dilarang terbang ke Uni Eropa karena kurangnya standar keamanan. Pelarangan ini pelan-pelan diangkat pada 2009, tapi meski Lion Air hanya punya satu kecelakaan fatal, maskapai ini masih masuk di daftar larangan terbang Uni Eropa -- penilaian yang dianggap tak adil.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//** Like Button FB **//
//** Like Button FB **//