JAKARTA — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyatakan siap menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan. Dia mengaku sudah menerima mandat dari Megawati Soekarnoputri.
"Saya telah mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi capres dari PDI Perjuangan," kata Jokowi saat melakukan blusukan di Rumah Pitung di Marunda, Jakarta Utara, Jumat (14/3/2014).
"Dengan mengucap bismillah, saya siap melaksanakan," kata Jokowi lagi, sekitar pukul 14.49 WIB.
Kemudian, Jokowi mencium bendera Merah Putih yang ada di belakangnya.
Para wartawan dan warga yang ada di sekitar tersebut langsung bertepuk tangan. "Alhamdulillah," kata mereka. Sumber *
Tampilkan postingan dengan label Merah Putih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Merah Putih. Tampilkan semua postingan
Jumat, 14 Maret 2014
Jokowi: Saya Siap Jadi Capres dari PDI-P
Label:
bendera,
bertepuk tangan,
bismillah,
capres,
Jadi,
Jokowi,
mandat,
Marunda,
Megawati Soekarnoputri,
mencium,
Merah Putih,
PDI-P,
Rumah Pitung,
Siap,
wartawan
Sabtu, 31 Agustus 2013
Warga Malaysia: Soal `Merah Putih`, Belajar Patriotisme dari RI!
Kuala Lumpur : Sama-sama bendera negara, namun perlakuan terhadap 'Merah Putih' jauh lebih terhormat ketimbang 'Jalur Gemilang' yang jadi simbol Malaysia. Paling tidak, itu yang ada dalam benak Johan Jaaffar, seorang kolumnis negeri jiran.
Dalam artikelnya berjudul "Learn patriotism from Indonesians" -- belajar patriotisme dari bangsa Indonesia, ia menyoroti perlakuan rakyat Indonesia pada benderanya. Tak perlu debat, wacana, atau kampanye, penduduk nusantara dengan rela dan bangga mengibarkan Merah Putih.
Bahkan, menurut Johan, seorang Pramoedya Ananta Toer, yang dipenjara selama 12 tahun, dilabeli dengan 'tahanan politik', memajang Sang Saka Merah Putih berukuran kecil di mejanya. Selanjutnya *
Dalam artikelnya berjudul "Learn patriotism from Indonesians" -- belajar patriotisme dari bangsa Indonesia, ia menyoroti perlakuan rakyat Indonesia pada benderanya. Tak perlu debat, wacana, atau kampanye, penduduk nusantara dengan rela dan bangga mengibarkan Merah Putih.
Bahkan, menurut Johan, seorang Pramoedya Ananta Toer, yang dipenjara selama 12 tahun, dilabeli dengan 'tahanan politik', memajang Sang Saka Merah Putih berukuran kecil di mejanya. Selanjutnya *
Label:
bangga,
belajar,
Jalur Gemilang,
Johan Jaaffar,
kolumnis,
Learn patriotism from Indonesians,
Malaysia,
Merah Putih,
Patriotisme,
Pramoedya Ananta Toer,
rela,
RI,
soal,
warga
Selasa, 02 Juli 2013
3 Insiden Memalukan Saat SBY di Akademi TNI
Surabaya - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar kunjungan kerja ke Lembaga Pendidikan TNI Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, selama dua hari sejak Senin hingga Selasa, 2 Juli 2013. Dalam kunjungan ini, Presiden memberi pembekalan dan akan menghadiri wisuda calon perwira remaja. Namun, tiga kecelakaan kecil mewarnai kedatangan Yudhoyono. Apa saja insiden yang memalukan itu?
Baliho Ambruk di Lokasi Upacara
Insiden ini terjadi sebelum pelaksanaan upacara Prasetya Perwira TNI-Polri di kompleks Lembaga Pendidikan TNI Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, Selasa pagi, 2 Juli 2013. Dua baliho raksasa yang dipajang di sisi lapangan upacara roboh karena tak kuat menahan angin besar.
Baliho ini terletak persis di depan panggung utama tempat tamu undangan dan keluarga calon perwira remaja berada. Calon perwira bakal dilantik Presiden Yudhoyono, alumnus Akademi Angkatan Bersenjata RI angkatan 1973. Upacara dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB.
Insiden bermula saat hujan mengguyur lokasi acara sekitar pukul 08.20 WIB. Hujan, yang awalnya rintik-rintik, menjadi lebat disertai hembusan angin cukup kencang. Baliho pertama, yang terletak di sisi kanan depan panggung utama, tiba-tiba ambruk. Susunan kerangka besi yang menyangga baliho ini tak kuat menahan terjangan angin. Baliho ini bergambar Presiden SBY yang tengah menyematkan pangkat ke empat calon perwira, yakni Angkatan Laut, Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Polri. "Bumimoro, Surabaya, 2 Juli 2013," begitu isi tulisan di baliho itu.
Tak lama berselang, bendera merah putih yang berkibar di sebuah tiang, di antara dua baliho, tiba-tiba terputus dari tali yang mengikatnya. Empat orang taruna cepat-cepat meraih bendera yang beruntung tak sampai terjatuh ke tanah ini. Sebelumnya, insiden juga sempat terjadi. Bendera ini terjatuh ke tanah saat tiga orang taruna mengibarkannya. Menyusul bendera yang copot dari talinya, baliho besar di sisi kiri depan lapangan upacara juga ambruk diterjang angin.
Hampir senasib dengan baliho pertama, kerangka besi penyangga baliho ini tak kuat menahan beban angin. Baliho ini bergambar Presiden SBY yang diapit Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo. "Prasetya Perwira TNI-Polri," isi tulisan dari baliho itu. Sekitar pukul 08.50, hujan lebat beserta angin mulai mereda. Sejumlah taruna terlihat berupaya memperbaiki baliho yang ambruk itu. Karena kondisi cuaca dan situasi, pelaksanaan upacara akan diundur selama kurang lebih 30 menit.
Baliho Ambruk di Lokasi Upacara
Insiden ini terjadi sebelum pelaksanaan upacara Prasetya Perwira TNI-Polri di kompleks Lembaga Pendidikan TNI Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, Selasa pagi, 2 Juli 2013. Dua baliho raksasa yang dipajang di sisi lapangan upacara roboh karena tak kuat menahan angin besar.
Baliho ini terletak persis di depan panggung utama tempat tamu undangan dan keluarga calon perwira remaja berada. Calon perwira bakal dilantik Presiden Yudhoyono, alumnus Akademi Angkatan Bersenjata RI angkatan 1973. Upacara dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB.
Insiden bermula saat hujan mengguyur lokasi acara sekitar pukul 08.20 WIB. Hujan, yang awalnya rintik-rintik, menjadi lebat disertai hembusan angin cukup kencang. Baliho pertama, yang terletak di sisi kanan depan panggung utama, tiba-tiba ambruk. Susunan kerangka besi yang menyangga baliho ini tak kuat menahan terjangan angin. Baliho ini bergambar Presiden SBY yang tengah menyematkan pangkat ke empat calon perwira, yakni Angkatan Laut, Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Polri. "Bumimoro, Surabaya, 2 Juli 2013," begitu isi tulisan di baliho itu.
Tak lama berselang, bendera merah putih yang berkibar di sebuah tiang, di antara dua baliho, tiba-tiba terputus dari tali yang mengikatnya. Empat orang taruna cepat-cepat meraih bendera yang beruntung tak sampai terjatuh ke tanah ini. Sebelumnya, insiden juga sempat terjadi. Bendera ini terjatuh ke tanah saat tiga orang taruna mengibarkannya. Menyusul bendera yang copot dari talinya, baliho besar di sisi kiri depan lapangan upacara juga ambruk diterjang angin.
Hampir senasib dengan baliho pertama, kerangka besi penyangga baliho ini tak kuat menahan beban angin. Baliho ini bergambar Presiden SBY yang diapit Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo. "Prasetya Perwira TNI-Polri," isi tulisan dari baliho itu. Sekitar pukul 08.50, hujan lebat beserta angin mulai mereda. Sejumlah taruna terlihat berupaya memperbaiki baliho yang ambruk itu. Karena kondisi cuaca dan situasi, pelaksanaan upacara akan diundur selama kurang lebih 30 menit.
Label:
3 Insiden,
Akademi TNI,
angin,
baliho ambruk,
bendera,
Bumimoro,
hujan,
Memalukan,
Merah Putih,
Prasetya Perwira TNI-Polri,
SBY,
Surabaya,
tali,
tiang penyangga
Rabu, 22 Agustus 2012
Cara Sehat Menyalurkan Sakit Hati Ala Dahlan Iskan (BUMN Merah Putih)
Sakit hati, ada kalanya sangat penting. Banyak orang sukses bermula karena sakit hati: kepada saudara, tetangga, teman, mantan pacar, mantan kongsi, atau kepada pesaing yang pernah mengalahkannya.
Sakit hati kadang juga menyangkut harga diri. Banyak orang sukses bukan karena ingin kaya, tapi karena tidak ingin harga dirinya diremehkan. Mereka ini golongan yang, setelah sukses, tidak kelihatan menikmati kekayaannya untuk kemewahan hidupnya.
Sakit hati juga biasa datang dari orang pandai yang merasa kepandaiannya tidak dimanfaatkan. Bisa juga datang dari orang yang merasa terjajah, yang kemudian ingin mengalahkan bekas penjajahnya.
Bisakah sakit hati dilakukan secara berjamaah? Oleh satu kelompok? Agar kelompok itu sukses secara bersama-sama? Bisakah sakit hati dilakukan secara nasional? Sehingga bangsa itu secara keseluruhan bisa sukses?
Sebagai orang yang pernah sakit hati, saya mencoba mengumpulkan banyak orang yang sudah lama sakit hati. Yakni para engineer yang selama ini bekerja di perusahaan-perusahaan BUMN. Mereka inilah yang merasa sakit hati setiap kali melihat kemampuan mereka diremehkan.
Salah satu puncaknya adalah saat mereka melihat proyek pembangkit listrik 10.000 MW. Mereka mempertanyakan: mengapa untuk pembangkit yang sekecil 2x7 MW pun harus mentah-mentah didatangkan dari Tiongkok? Apalagi ketika pada akhirnya proyek itu sama sekali tidak bisa dikatakan murah -oleh berbagai sebab, termasuk penyebab dari dalam negeri.
Rabu pagi tanggal 8 Agustus 2012 lalu, mereka berkumpul di aula kantor pusat Pertamina. Selama ini mereka benar-benar sakit hati. Hanya saja mereka cuma berani mengeluhkannya secara diam-diam dan sendiri-sendiri. Mereka adalah kelompok sakit hati yang meskipun tidak destruktif tapi juga tidak aktif. Mereka pada dasarnya “sakit hati, tapi setengah tidak berdaya”.
Padahal kemampuan mereka luar biasa. Asal ada yang mempersatukan dan mengkoordinasikan.
Selama ini mereka kurang diberi kesempatan sehingga kapasitas itu tercerai-berai di berbagai BUMN. Mereka bukan saja tidak bersinergi, bahkan sering saling jegal!
Lihatlah pabrik di Pasuruan ini. Siapa yang menyangka bahwa BUMN yang kelihatan setengah sekarat itu –PT Boma Bisma Indra (BBI)- mampu membuat kondensor. Alat yang menjadi bagian sangat penting dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Waktu saya berkunjung ke PT BBI Pasuruan tiga minggu lalu tiga kondensor sudah terlihat jadi. Siap diekspor ke Eropa. Kondensor itu memang dipesan oleh pabrikan besar di Eropa. Untuk dipasang di PLTU di seluruh dunia.
Tapi PT BBI sedang kelimpungan. Ini akibat buruknya manajemen di masa-masa yang lalu. Utangnya ke Bank Mandiri sudah macet selama 10 tahun! Bunga dan dendanya terus menggunung. Assetnya banyak tersandera sebagai jaminan bank yang tidak bisa diapa-apakan. Perusahaan ini di-blacklist oleh bank mana pun.
PT BBI juga masih punya utang dagang pada PT Krakatau Steel (KS) yang sangat besar. Juga sudah macet lebih 10 tahun. Sebagian asset PT BBI juga ditahan oleh KS sebagai jaminan sehingga tidak bisa digerakkan.
Akibatnya, kemampuan yang tinggi yang dimiliki para ahli dan karyawan PT BBI tersandera oleh keadaan perusahaan yang ‘termehek-mehek’. Mereka sakit hati dan frustrasi. Ahli tapi tidak berdaya.
Mereka ahli membuat kondensor, boiler, pabrik kelapa sawit, dan pekerjaan engineering lainnya, tapi mereka tidak ahli dalam menyelesaikan problem utang macet yang membelit perusahaannya.
Maka saya bersyukur ketika Dirut PT BBI yang sekarang, Dr Ir Lalak Indiyono, punya ide brilian untuk menguraikan benang kusut itu. Dengan skema yang cerdas, akhir tahun ini saya targetkan benang kusut tersebut sudah harus selesai. Agar tahun depan sudah bisa berlari, mengubah sakit hati menjadi ‘balas dendam’ untuk kemajuan bersama.
Dalam forum rapat akbar engineering BUMN Rabu lalu itu, Dirut PLN, Ir Nur Pamudji, juga menawarkan pembangunan 30 unit PLTU di seluruh Indonesia. Terutama yang ukurannya 20 MW ke bawah. PLTU-PLTU ini harus dibangun sepenuhnya oleh putra-putra bangsa sendiri. Baik BUMN maupun BUMN dan swasta nasional.
Inilah “Proyek 30 PLTU Merah Putih”, yang kami proklamasikan menjelang perayaan 17 Agustus 2012 untuk segera dikerjakan.
Pembagian tugas pun diputuskan: turbin dibuat PT NTP Bandung, anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia. Dengan membuat 30 turbin sekaligus, para engineer di PT NTP akan sibuk dan bisa mencapai skill yang tangguh.
Generatornya dibuat oleh PT Pindad Bandung. Membuat 30 generator sekaligus bisa sangat efisien. Boilernya dibuat PT Barata Surabaya. PT BBI membuat kondensornya. Dan PT Wika membangun sipilnya. Secara teknik, perusahaan-perusahaan BUMN tersebut benar-benar mampu mengerjakannya.
Selama ini mereka terserak, tidak terkoordinasi, dan bahkan saling menjatuhkan.
Dalam forum itu para engineer BUMN juga memproklamasikan "Pabrik Gula Merah Putih". BUMN memang akan membangun pabrik gula baru di Glenmore, Banyuwangi. Pabrik baru yang akan menjadi yang terbesar di Jawa itu, 100 persen akan made in Indonesia!
Kalau proyek ini sukses (dan harus sukses) maka revitalisasi pabrik-pabrik gula tua di seluruh Indonesia akan dikerjakan sendiri oleh putra-putra bangsa.
Alangkah akan sibuknya para engineer kita. Alangkah hidupnya pabrik-pabrik rekayasa permesinan kita. Alangkah berkembangnya kemampuan insinyur-insinyur kita.
Belum lagi proyek monorail Jakarta yg mangkrak sejak lebih 10 tahun lalu itu. Kalau Gubernur Jakarta mengeluarkan izinnya, satu BUMN yang selama ini banyak dosanya, PT Adhi Karya, akan menebus dosanya itu dengan pengabdian nyata.
Monorail Jakarta itu akan selesai dalam 26 bulan. Adhi Karya akan didukung dua BUMN lainnya, PT LEN untuk sistem elektroniknya dan PT INKA untuk keretanya. Maka begitu pilkada selesai izin akan diajukan.
Yang masih akan dirumuskan adalah: bagaimana agar putra-putra bangsa juga bisa segera memiliki kemampuan mengerjakan proyek petrochemical dan oleochemical. Sedang untuk teknologi hidrogen dan fuel cell yang kelak akan jadi alternatif sumber tenaga untuk mobil listrik juga sedang dirancang.
Kita sudah punya ahli fuel cell yang kini bekerja di BPPT dan di LIPI. Mereka sudah setuju untuk membuat prototipe fuel cell pertama di Indonesia, dengan biaya BUMN PT Batantek pimpinan Dr Ir Yudiutomo Imardjoko. Dua ilmuwan hebat akan berkolaborasi untuk energi masa depan Indonesia.
Maka dalam enam bulan, kita akan bisa melihat apakah Dr Ir Ennya Lestyani Dewi yang sekolah S1 sampai S3-nya di Jepang (atas biaya BJ Habibie) itu bisa melahirkan teknologi fuel cell Indonesia.
Tentu ilmuwan-ilmuwan energi masa depan lainnya yang belum saya ketahui dimohon bergabung ke sini.
Seperti yang sudah dibuktikan minggu lalu, salah satu putra bangsa kita juga sudah berhasil membuat prototipe permanent magnetic motor pertama di Indonesia. PMM 25 kv itu sdh terbukti berhasil dipasang di mobil listrik buatan Pindad dan berfungsi dengan sempurna.
Untuk teknologi fuel cell pun, saya melihat di balik jilbab Dr Ennya Lestyani Dewi, putri Secang, Magelang, ini menyinarkan otak encernya.
Saat ini, dari Makkah saya berdoa untuk Dr Ennya yang lagi merancang teknologi fuel cell-nya.
Sakit hati, kelihatannya memang perlu sering-sering terjadi. Asal terbuka penyalurannya.
Sakit hati kadang juga menyangkut harga diri. Banyak orang sukses bukan karena ingin kaya, tapi karena tidak ingin harga dirinya diremehkan. Mereka ini golongan yang, setelah sukses, tidak kelihatan menikmati kekayaannya untuk kemewahan hidupnya.
Sakit hati juga biasa datang dari orang pandai yang merasa kepandaiannya tidak dimanfaatkan. Bisa juga datang dari orang yang merasa terjajah, yang kemudian ingin mengalahkan bekas penjajahnya.
Bisakah sakit hati dilakukan secara berjamaah? Oleh satu kelompok? Agar kelompok itu sukses secara bersama-sama? Bisakah sakit hati dilakukan secara nasional? Sehingga bangsa itu secara keseluruhan bisa sukses?
Sebagai orang yang pernah sakit hati, saya mencoba mengumpulkan banyak orang yang sudah lama sakit hati. Yakni para engineer yang selama ini bekerja di perusahaan-perusahaan BUMN. Mereka inilah yang merasa sakit hati setiap kali melihat kemampuan mereka diremehkan.
Salah satu puncaknya adalah saat mereka melihat proyek pembangkit listrik 10.000 MW. Mereka mempertanyakan: mengapa untuk pembangkit yang sekecil 2x7 MW pun harus mentah-mentah didatangkan dari Tiongkok? Apalagi ketika pada akhirnya proyek itu sama sekali tidak bisa dikatakan murah -oleh berbagai sebab, termasuk penyebab dari dalam negeri.
Rabu pagi tanggal 8 Agustus 2012 lalu, mereka berkumpul di aula kantor pusat Pertamina. Selama ini mereka benar-benar sakit hati. Hanya saja mereka cuma berani mengeluhkannya secara diam-diam dan sendiri-sendiri. Mereka adalah kelompok sakit hati yang meskipun tidak destruktif tapi juga tidak aktif. Mereka pada dasarnya “sakit hati, tapi setengah tidak berdaya”.
Padahal kemampuan mereka luar biasa. Asal ada yang mempersatukan dan mengkoordinasikan.
Selama ini mereka kurang diberi kesempatan sehingga kapasitas itu tercerai-berai di berbagai BUMN. Mereka bukan saja tidak bersinergi, bahkan sering saling jegal!
Lihatlah pabrik di Pasuruan ini. Siapa yang menyangka bahwa BUMN yang kelihatan setengah sekarat itu –PT Boma Bisma Indra (BBI)- mampu membuat kondensor. Alat yang menjadi bagian sangat penting dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Waktu saya berkunjung ke PT BBI Pasuruan tiga minggu lalu tiga kondensor sudah terlihat jadi. Siap diekspor ke Eropa. Kondensor itu memang dipesan oleh pabrikan besar di Eropa. Untuk dipasang di PLTU di seluruh dunia.
Tapi PT BBI sedang kelimpungan. Ini akibat buruknya manajemen di masa-masa yang lalu. Utangnya ke Bank Mandiri sudah macet selama 10 tahun! Bunga dan dendanya terus menggunung. Assetnya banyak tersandera sebagai jaminan bank yang tidak bisa diapa-apakan. Perusahaan ini di-blacklist oleh bank mana pun.
PT BBI juga masih punya utang dagang pada PT Krakatau Steel (KS) yang sangat besar. Juga sudah macet lebih 10 tahun. Sebagian asset PT BBI juga ditahan oleh KS sebagai jaminan sehingga tidak bisa digerakkan.
Akibatnya, kemampuan yang tinggi yang dimiliki para ahli dan karyawan PT BBI tersandera oleh keadaan perusahaan yang ‘termehek-mehek’. Mereka sakit hati dan frustrasi. Ahli tapi tidak berdaya.
Mereka ahli membuat kondensor, boiler, pabrik kelapa sawit, dan pekerjaan engineering lainnya, tapi mereka tidak ahli dalam menyelesaikan problem utang macet yang membelit perusahaannya.
Maka saya bersyukur ketika Dirut PT BBI yang sekarang, Dr Ir Lalak Indiyono, punya ide brilian untuk menguraikan benang kusut itu. Dengan skema yang cerdas, akhir tahun ini saya targetkan benang kusut tersebut sudah harus selesai. Agar tahun depan sudah bisa berlari, mengubah sakit hati menjadi ‘balas dendam’ untuk kemajuan bersama.
Dalam forum rapat akbar engineering BUMN Rabu lalu itu, Dirut PLN, Ir Nur Pamudji, juga menawarkan pembangunan 30 unit PLTU di seluruh Indonesia. Terutama yang ukurannya 20 MW ke bawah. PLTU-PLTU ini harus dibangun sepenuhnya oleh putra-putra bangsa sendiri. Baik BUMN maupun BUMN dan swasta nasional.
Inilah “Proyek 30 PLTU Merah Putih”, yang kami proklamasikan menjelang perayaan 17 Agustus 2012 untuk segera dikerjakan.
Pembagian tugas pun diputuskan: turbin dibuat PT NTP Bandung, anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia. Dengan membuat 30 turbin sekaligus, para engineer di PT NTP akan sibuk dan bisa mencapai skill yang tangguh.
Generatornya dibuat oleh PT Pindad Bandung. Membuat 30 generator sekaligus bisa sangat efisien. Boilernya dibuat PT Barata Surabaya. PT BBI membuat kondensornya. Dan PT Wika membangun sipilnya. Secara teknik, perusahaan-perusahaan BUMN tersebut benar-benar mampu mengerjakannya.
Selama ini mereka terserak, tidak terkoordinasi, dan bahkan saling menjatuhkan.
Dalam forum itu para engineer BUMN juga memproklamasikan "Pabrik Gula Merah Putih". BUMN memang akan membangun pabrik gula baru di Glenmore, Banyuwangi. Pabrik baru yang akan menjadi yang terbesar di Jawa itu, 100 persen akan made in Indonesia!
Kalau proyek ini sukses (dan harus sukses) maka revitalisasi pabrik-pabrik gula tua di seluruh Indonesia akan dikerjakan sendiri oleh putra-putra bangsa.
Alangkah akan sibuknya para engineer kita. Alangkah hidupnya pabrik-pabrik rekayasa permesinan kita. Alangkah berkembangnya kemampuan insinyur-insinyur kita.
Belum lagi proyek monorail Jakarta yg mangkrak sejak lebih 10 tahun lalu itu. Kalau Gubernur Jakarta mengeluarkan izinnya, satu BUMN yang selama ini banyak dosanya, PT Adhi Karya, akan menebus dosanya itu dengan pengabdian nyata.
Monorail Jakarta itu akan selesai dalam 26 bulan. Adhi Karya akan didukung dua BUMN lainnya, PT LEN untuk sistem elektroniknya dan PT INKA untuk keretanya. Maka begitu pilkada selesai izin akan diajukan.
Yang masih akan dirumuskan adalah: bagaimana agar putra-putra bangsa juga bisa segera memiliki kemampuan mengerjakan proyek petrochemical dan oleochemical. Sedang untuk teknologi hidrogen dan fuel cell yang kelak akan jadi alternatif sumber tenaga untuk mobil listrik juga sedang dirancang.
Kita sudah punya ahli fuel cell yang kini bekerja di BPPT dan di LIPI. Mereka sudah setuju untuk membuat prototipe fuel cell pertama di Indonesia, dengan biaya BUMN PT Batantek pimpinan Dr Ir Yudiutomo Imardjoko. Dua ilmuwan hebat akan berkolaborasi untuk energi masa depan Indonesia.
Maka dalam enam bulan, kita akan bisa melihat apakah Dr Ir Ennya Lestyani Dewi yang sekolah S1 sampai S3-nya di Jepang (atas biaya BJ Habibie) itu bisa melahirkan teknologi fuel cell Indonesia.
Tentu ilmuwan-ilmuwan energi masa depan lainnya yang belum saya ketahui dimohon bergabung ke sini.
Seperti yang sudah dibuktikan minggu lalu, salah satu putra bangsa kita juga sudah berhasil membuat prototipe permanent magnetic motor pertama di Indonesia. PMM 25 kv itu sdh terbukti berhasil dipasang di mobil listrik buatan Pindad dan berfungsi dengan sempurna.
Untuk teknologi fuel cell pun, saya melihat di balik jilbab Dr Ennya Lestyani Dewi, putri Secang, Magelang, ini menyinarkan otak encernya.
Saat ini, dari Makkah saya berdoa untuk Dr Ennya yang lagi merancang teknologi fuel cell-nya.
Sakit hati, kelihatannya memang perlu sering-sering terjadi. Asal terbuka penyalurannya.
Label:
Adhi Karya,
Barata,
BBI,
berdaya,
BUMN,
Dahlan Iskan,
engineer,
harga diri,
kondensor,
Krakatau Steel,
Lalak Indiyono,
listrik,
Merah Putih,
monorail,
Nur Pamudji,
Pertamina,
Pindad,
sakit hati,
Tiongkok,
Wika
Senin, 19 Maret 2012
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, Juara Swiss Open, Gelar Kedua di Eropa
Ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir kembali mengibarkan bendera Merah Putih di Eropa. Tontowi/Liliyana sukses mengalahkan pasangan Thailand, Sudket Prapakamol/Saralee Thoungthongkam, pada final Swiss Open, Minggu 18 Maret 2012.
Tontowi/Liliyana tidak menemui masalah untuk mengalahkan Sudket/Saralee di St Jakobshalle. Hanya dalam 23 menit, Tontowi/Liliyana menang 21-16 dan 21-14 atas Sudket/Saralee.
Selanjutnya ...
Tontowi/Liliyana tidak menemui masalah untuk mengalahkan Sudket/Saralee di St Jakobshalle. Hanya dalam 23 menit, Tontowi/Liliyana menang 21-16 dan 21-14 atas Sudket/Saralee.
Selanjutnya ...
Langganan:
Postingan (Atom)