SOLO — Selawat Akbar dan Halalbihalal Masyarakat Soloraya bersama Habib Syech dan Robby Sumampow yang digelar di Benteng Vastenburg, Solo bukan hanya dihadiri sekitar 3.000 umat Islam yang umumnya berbusana putih. Tampak hadir dalam acara di lahan milik Robby Sumampow yang beberapa waktu lalu dikabarkan menjadi mualaf itu tokoh-tokoh nonmuslim Kota Solo.
Pergelaran selawat akbar itu memang diselenggarakan Ahbabul Musthofa, Sosialita Solo, Himpunan Fuqing, dan sejumlah kelompok pendukung lain di Kota Solo. Alhasil, selain tokoh-tokoh Kesunanan Surakarta Hadiningrat seperti K.G.P.H. Panembahan Agung Tedjowulan dan G.P.H. Dipokusumo, tampak hadir pula Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo dan sejumlah tokoh masyarakat di Kota Solo.
Puluhan warga nonmuslim yang merupakan sejawat Robby Sumampow juga turut menghadiri acara selawat dan halalbihalal tersebut. Mereka bahkan tampak turut menjadi panitia penyelenggaraan acara tersebut.
Saat selawat dilantunkan kelompok hadrah Ahbabul Mustofa, puluhan bendera merah putih dan simbol perkumpulan kelompok majelis taklim pun dikibarkan menambah semarak suasana. Tak ayal, puluhan ribu umat Islam yang menggemakan selawat di kawasan Jl. Jenderal Sudirman itu bukan saja merasakan nuansa religius melainkan juga nasionalisme.
Lantunan selawat yang dipimpin Habib Syech seperti merasuk ke dalam kalbu para jemaah. Penuh semangat mereka mengikuti lantunan selawat yang memohon rahmat dan keselamatan bagi Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Saking menghayati lantunan selawat, sebagian jemaah menggerakkan anggota badan mereka sebagai wujud ekspresi penghayatan.
Dalam kesempatan itu, Habib Syech sempat berpesan kepada jemaah untuk menjadikan Solo sebagai kota yang damai dan penuh dengan senyum. Habib mencontohkan kisah Nabi Muhammad yang diperlakukan tidak baik namun Nabi membalas dengan akhlak yang mulia sehingga orang tersebut bertaubat dan masuk Islam.
“Rasulullah membalas dengan akhlak yang mulia. Dengan akhlak mulia timbullah satu kehidupan yang damai dan luar biasa. Kalau kita dicaci dan dimaki harus dibalas dengan perbuatan dan doa yang baik,” terang Habib Syech kepada jemaah.
Acara Selawat Akbar dan Halal bihalal Masyarakat Soloraya bersama Habib Syech dan Robby Sumampow tersebut diselenggarakan oleh Ahbabul Musthofa, Sosialita Solo, Himpunan Fuqing dan sejumlah kelompok pendukung lain di Kota Solo. Sumber *
Tampilkan postingan dengan label SoloRaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SoloRaya. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 31 Agustus 2013
Berhiaskan Bendera Merah-Putih, Selawat Akbar Dihadiri Tokoh-Tokoh Nonmuslim
Label:
Ahbabul Musthofa,
akhlak mulia,
bendera,
Benteng Vastenburg,
Berhiaskan,
Dihadiri,
Habib Syech,
Halalbihalal,
Merah-Putih,
Nabi Muhammad,
nonmuslim,
Robby Sumampow,
Selawat Akbar,
Solo,
SoloRaya,
tokoh
Senin, 11 Februari 2013
PESTA NARKOBA SOLORAYA: Nyabu Hingga Bertukar Pasangan Kencan
Ketika artis Raffi Ahmad ditahan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN), masyarakat gaduh. Media massa ramai-ramai memberitakannya. Ternyata, dunia artis begitu dekat dengan penyalahgunaan narkoba. Seiring perjalanan waktu, kegaduhan itu berangsur hilang.
Sebenarnya, peredaran narkoba tak hanya di kalangan artis. Pejabat, pengusaha hingga warga biasa juga rentan terjerat narkoba. Solo juga demikian. Banyak cerita tentang peredaran narkoba di Kota Bengawan. Ya, tingkat peredaran narkoba di Solo tergolong tinggi di tingkat Jateng.
Simak penuturan bekas pencandu narkoba yang dekat dengan kalangan atas, sebut saja S. Menurut S, pencandu narkoba dari kalangan pejabat memiliki kebiasaan berpesta bareng-bareng.
Mereka biasanya menyewa hotel hingga tempat hiburan malam. “Kadang kami kenal baik dengan bos hotelnya,” kata S saat ditemui kepadaJIBI/SOLOPOS, Sabtu (9/2/2013) malam.
S dulu adalah anggota DPRD di daerah Soloraya. Selama 10 tahun mengonsumsi narkoba, ia nyaris mencicipi semua lokasi pesta narkoba di Kota Solo. Ia bukan sekadar pengonsumsi narkoba dalam frekuensi harian, melainkan per dua jam lantaran saking ketergantungannya kepada narkoba. Tak heran, ke mana pun ia pergi, di dalam tasnya selalu tersedia narkoba.
Rekan-rekan S sendiri juga dari kalangan pejabat, pengusaha, aparat hingga kurir dan bandar narkoba. Mereka berdatangan dari Jakarta, Jogja, Semarang hingga Surabaya. Selama menggelar pesta narkoba, S sama sekali tak waswas berurusan dengan aparat lantaran backing mereka juga dari kalangan aparat. “Aparat sekelas perwira menengah ke atas itu ikut bersama kami. Jadi, kami cukup aman,” akunya.
Menurut S, aparat kelas teri tak ada yang berani berpesta narkoba di kalangan pejabat. Namun, mereka tahu bahwa atasannya juga mengonsumsi narkoba. “Aparat kelas teri hanya disuruh menangkapi pengguna narkoba kelas teri juga. Itu sebagai ganti agar aparat kelihatan bertugas,” jelasnya.
Salah satu narkoba yang digemari S ialah jenis sabu-sabu dan inex. Dua jenis narkoba itu dianggap sesuai dengan kepribadiannya yang tertutup atau introvet. Hal ini jelas berbeda dengan rekan-rekannya yang menggemari jenis heroin atau putaw. “Saya itu yang penting fly dan pikiran tenang di tengah keramaian. Kalau teman-teman itu sampai joget dan pesta seks segala,” tuturnya.
Soal pesta seks, kata S, tradisi yang diselenggarakan para pencandu narkoba ialah mula-mula dengan membawa pasangan sendiri-sendiri. Tiba di lokasi dan memakai narkoba, ritual selanjutnya ialah seks bebas dengan saling bertukar pasangan secara berganti-ganti sampai pagi.
“Ada yang di dalam kamar tidur hingga kamar mandi. Yang jelas, siapa pun boleh memakai semua perempuan yang tersedia,” paparnya.
Sebenarnya, peredaran narkoba tak hanya di kalangan artis. Pejabat, pengusaha hingga warga biasa juga rentan terjerat narkoba. Solo juga demikian. Banyak cerita tentang peredaran narkoba di Kota Bengawan. Ya, tingkat peredaran narkoba di Solo tergolong tinggi di tingkat Jateng.
Simak penuturan bekas pencandu narkoba yang dekat dengan kalangan atas, sebut saja S. Menurut S, pencandu narkoba dari kalangan pejabat memiliki kebiasaan berpesta bareng-bareng.
Mereka biasanya menyewa hotel hingga tempat hiburan malam. “Kadang kami kenal baik dengan bos hotelnya,” kata S saat ditemui kepadaJIBI/SOLOPOS, Sabtu (9/2/2013) malam.
S dulu adalah anggota DPRD di daerah Soloraya. Selama 10 tahun mengonsumsi narkoba, ia nyaris mencicipi semua lokasi pesta narkoba di Kota Solo. Ia bukan sekadar pengonsumsi narkoba dalam frekuensi harian, melainkan per dua jam lantaran saking ketergantungannya kepada narkoba. Tak heran, ke mana pun ia pergi, di dalam tasnya selalu tersedia narkoba.
Rekan-rekan S sendiri juga dari kalangan pejabat, pengusaha, aparat hingga kurir dan bandar narkoba. Mereka berdatangan dari Jakarta, Jogja, Semarang hingga Surabaya. Selama menggelar pesta narkoba, S sama sekali tak waswas berurusan dengan aparat lantaran backing mereka juga dari kalangan aparat. “Aparat sekelas perwira menengah ke atas itu ikut bersama kami. Jadi, kami cukup aman,” akunya.
Menurut S, aparat kelas teri tak ada yang berani berpesta narkoba di kalangan pejabat. Namun, mereka tahu bahwa atasannya juga mengonsumsi narkoba. “Aparat kelas teri hanya disuruh menangkapi pengguna narkoba kelas teri juga. Itu sebagai ganti agar aparat kelihatan bertugas,” jelasnya.
Salah satu narkoba yang digemari S ialah jenis sabu-sabu dan inex. Dua jenis narkoba itu dianggap sesuai dengan kepribadiannya yang tertutup atau introvet. Hal ini jelas berbeda dengan rekan-rekannya yang menggemari jenis heroin atau putaw. “Saya itu yang penting fly dan pikiran tenang di tengah keramaian. Kalau teman-teman itu sampai joget dan pesta seks segala,” tuturnya.
Soal pesta seks, kata S, tradisi yang diselenggarakan para pencandu narkoba ialah mula-mula dengan membawa pasangan sendiri-sendiri. Tiba di lokasi dan memakai narkoba, ritual selanjutnya ialah seks bebas dengan saling bertukar pasangan secara berganti-ganti sampai pagi.
“Ada yang di dalam kamar tidur hingga kamar mandi. Yang jelas, siapa pun boleh memakai semua perempuan yang tersedia,” paparnya.
Langganan:
Postingan (Atom)