Pada pemeriksaan, Bidokkes Polri menemukan profil DNA pada lintingan ganja yang sudah terpakai. Menindaklanjuti temuan itu, BNN pun mengambil sampel darah Akil sebagai pembanding. Sampel darah Akil itu kemudian diserahkan kepada Bidokkes untuk dipastikan apakah sama dengan profil yang ditemukan di lintingan ganja.
"Berdasarkan pemeriksaan, maka telah dapat dibuktikan secara ilmiah dan tidak terbantahkan secara genetik bahwa sebagian profil DNA pada linting kesatu kertas putih berkas pakai yang berisi bahan/daun, sesuai dengan nomor registrasi BB/01/10/2013/BN, identik dengan profil yang dimiliki DNA Pak Akil Mochtar," kata Sumirat.
Namun, tambah Sumirat, pihaknya belum bisa memastikan Akil yang memakai ganja itu. Pasalnya, hasil tes urine dan rambut Akil beberapa waktu lalu negatif memakai narkoba. Bisa saja, kata dia, rentan waktu antara penggunaan narkoba dengan pemeriksaan urine dan rambut terlampau jauh.
"Kita tidak menyimpulkan beliau menggunakan, tapi beliau pernah bersentuhan dengan barang tersebut," pungkas Sumirat. Sumber *
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Narkoba. Tampilkan semua postingan
Rabu, 30 Oktober 2013
Minggu, 22 September 2013
Kompolnas: Banyak Oknum Polisi Selingkuh karena Terinspirasi Atasannya
JAKARTA - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Hamidah Abdurrachman mensinyalir, maraknya oknum polisi berselingkuh akibat terinspirasi atasannya.
Sinyalemen ini dikemukakan, menyusul penangkapan Irwasda Polda Lampung, Komisaris Besar Suyono yang diduga terlibat Narkoba dan selingkuh, Sabtu (21/9/2013) pagi.
"Ada beberapa hal yang seolah-olah perselingkuhan itu dihalalkan, pasalnya opini yang terbentuk adalah selingkuh itu urusan pribadi, sehingga dalam kasus Irjen DS (Irjen Djoko Susilo) sampai punya istri tiga dengan memalsukan dokumen, tidak dianggap pelanggaran," tutur Hamidah di Jakarta, Sabtu (21/9/2013).
Maraknya perselingkuhan yang dilakukan perwira polisi juga disebabkan belum adanya UU yang mengatur. Selanjutnya *
Sinyalemen ini dikemukakan, menyusul penangkapan Irwasda Polda Lampung, Komisaris Besar Suyono yang diduga terlibat Narkoba dan selingkuh, Sabtu (21/9/2013) pagi.
"Ada beberapa hal yang seolah-olah perselingkuhan itu dihalalkan, pasalnya opini yang terbentuk adalah selingkuh itu urusan pribadi, sehingga dalam kasus Irjen DS (Irjen Djoko Susilo) sampai punya istri tiga dengan memalsukan dokumen, tidak dianggap pelanggaran," tutur Hamidah di Jakarta, Sabtu (21/9/2013).
Maraknya perselingkuhan yang dilakukan perwira polisi juga disebabkan belum adanya UU yang mengatur. Selanjutnya *
Label:
Atasan,
Banyak,
Djoko Susilo,
Hamidah Abdurrachman,
Irjen,
Irwasda,
Komisaris Besar,
Kompolnas,
Lampung,
Narkoba,
Oknum,
Polda,
polisi,
selingkuh,
Suyono,
Terinspirasi
Rabu, 31 Juli 2013
Freddy Budiman Ditelanjangi Sebelum Masuk Nusakambangan
SEMARANG--Freddy Budiman (36), raja ekstasi yang akhiar-akhir ini menjadi sorotan, kembali bikin ulah. Ketika dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Narkoba, Cipinang, Jakarta, Freedy diketahui menyimpan sabu dan SIM card handphone di celana dalamnya.
Freddy tiba di LP Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, Selasa (30/7). Sebelum menghuni tempat tersebut, petugas terlebih dulu memeriksa Freddy Budiman secara teliti.
"Dia (Freddy) digeledah. Setelah ditelanjangi, petugas menemukan plastik putih yang kami duga sebagai sabu-sabu," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwilkum HAM) Jawa Tengah, Suwarso, Selasa.
Sesuai prosedur baku, sebelum menghuni LP, setiap narapidana harus digeledah. Freddy tiba di LP Batu, Nusakambangan sekitar pukul 12.00 WIB
Saat ini, Freddy masih dalam masa orientasi atau pengenalan lingkungan (penaling).
Ditanya berapa lama Freddy menjalani masa penaling, Suwarso tidak bisa menentukan kepastian waktunya. Selanjutnya *
Freddy tiba di LP Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, Selasa (30/7). Sebelum menghuni tempat tersebut, petugas terlebih dulu memeriksa Freddy Budiman secara teliti.
"Dia (Freddy) digeledah. Setelah ditelanjangi, petugas menemukan plastik putih yang kami duga sebagai sabu-sabu," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwilkum HAM) Jawa Tengah, Suwarso, Selasa.
Sesuai prosedur baku, sebelum menghuni LP, setiap narapidana harus digeledah. Freddy tiba di LP Batu, Nusakambangan sekitar pukul 12.00 WIB
Saat ini, Freddy masih dalam masa orientasi atau pengenalan lingkungan (penaling).
Ditanya berapa lama Freddy menjalani masa penaling, Suwarso tidak bisa menentukan kepastian waktunya. Selanjutnya *
Label:
celana dalam,
Cipinang,
Ditelanjangi,
ekstasi,
Freddy Budiman,
Jawa Tengah,
Kadivpas,
LP,
masa orientasi,
Masuk,
Narkoba,
Nusakambangan,
pengenalan lingkungan,
raja,
sabu,
sebelum,
SIM card,
Suwarso
Minggu, 28 Juli 2013
VANNY ROSSYANE Didukung Warga Twitter Bongkar Mafia Penjara
Pengakuan perempuan yang disebut-sebut sebagai model majalah pria dewasa Vanny Rossyane tentang kemudahannya bercinta di lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta membuat banyak orang terkaget.
Vanny mengaku ia leluasa berpacaran dan melakukan pesta seks di LP dengan pacarnya terpidana mati karena kepemilikan narkoba dalam jumlah sangat besar Freddy Budiman, 36. Gadis yang berusia 22 tahun ini mengaku tak hanya bercinta namun juga bisa dengan bebasnya menghisap sabu di LP. Selanjutnya *
Vanny mengaku ia leluasa berpacaran dan melakukan pesta seks di LP dengan pacarnya terpidana mati karena kepemilikan narkoba dalam jumlah sangat besar Freddy Budiman, 36. Gadis yang berusia 22 tahun ini mengaku tak hanya bercinta namun juga bisa dengan bebasnya menghisap sabu di LP. Selanjutnya *
Label:
berpacaran,
bongkar,
Didukung,
Freddy Budiman,
Jakarta,
LP Cipinang,
Mafia,
menghisap,
Narkoba,
penjara,
pesta seks,
sabu,
terpidana mati,
Twitter,
VANNY ROSSYANE,
warga
Minggu, 21 Juli 2013
Anak Bakar Rumah Orangtua Karena Tak Diberi Uang Untuk Beli Narkoba
Gara gara tak diberi uang untuk membeli narkoba, seorang pria di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), mengamuk pada Minggu (21/7/2013) sore. Dia menghunus golok untuk menakut-nakuti warga dan membakar rumah orangtua-nya.
Eka Surya (28) mengacung-acungkan golok itu dari lantai dua rumah orang tuanya di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Dia mengancam semua orang termasuk kakak kandungnya sendiri, Lina.
Permintaan keluarga dan warga agar dia turun dan menyerahkan diri, dibalas dengan lemparan kayu dan batu. Bahkan kehadiran polisi dari Polsek Percut Sei Tuan tidak dihiraukan. Selanjutnya *
Eka Surya (28) mengacung-acungkan golok itu dari lantai dua rumah orang tuanya di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Dia mengancam semua orang termasuk kakak kandungnya sendiri, Lina.
Permintaan keluarga dan warga agar dia turun dan menyerahkan diri, dibalas dengan lemparan kayu dan batu. Bahkan kehadiran polisi dari Polsek Percut Sei Tuan tidak dihiraukan. Selanjutnya *
Label:
anak,
Bakar,
Bandar Klippa,
Batu,
beli,
Deli Serdang,
Diberi,
Eka Surya,
Karena,
kayu,
lemparan,
mengamuk,
menyerahkan diri,
Narkoba,
Orangtua,
Percut Sei Tuan,
Polsek,
rumah,
Tak,
uang
Rabu, 17 Juli 2013
Model Cantik Istri Gembong Narkoba Pernah Disekap Jhon Weku
Jakarta - Anggita Sari (21) istri siri gembong 1,4 juta ekstasi Freddy Budiman ternyata juga pernah menjadi korban dari Jimmi Muliku alias Jhon Weku alias Vernando alias Nando. Saat itu Anggita datang untuk menjemput temannya yang disekap oleh tersangka perampok PSK high class tersebut.
Rabu, 19 Juni 2013
Pertama di Indonesia! Pemakai Diampuni karena Ungkap Mafia Narkoba
Jakarta - Bagi pemakai narkoba, kini jangan takut mengungkap jaringan mafia narkotika. Sebab perbuatannya bisa diampuni dan hukumannya menjadi sangat ringan.
Seperti dalam berkas kasasi yang didapat detikcom, Rabu (19/6/2013), kasus ini menjerat Thomas Claudius Ali Junaidi (38). PNS Kabupaten Maumere, didudukan di kursi pesakitan karena melanggar pasal 114 ayat 1 UU No 35 /2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana minimal 5 tahun penjara!
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Thomas dituntut 7 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar. Apabila Thomas tak mau membayar denda maka diganti 6 bulan kurungan.
Atas tuntutan ini, PN Maumere menjatuhkan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Jika Thomas tak mau membayar diganti 3 bulan kurungan.
Lantas vonis ini dikuatkan di Pengadilan Tinggi Kupang. Merasa putusan ini tidak adil, Thomas lalu mengajukan kasasi dengan alasan Thomas dalam kasus tersebut sebenarnya justru menjadi Justice Collaborator.
"Karena saya yang awalnya diminta bantuan oleh para penyidik/Polri untuk membantu mengungkap jaringan narkoba di Maumere, dan oleh Polri saya dijanjikan tidak akan diproses hukum jika berhasil memberikan informasi jaringan narkoba," beber Thomas dalam memori kasasinya.
"Tapi nyatanya setelah jaringan terungkap, justru saya juga ikut diproses," sambung Thomas.
Atas alasan memori kasasi itu, majelis hakim kasasi yang terdiri dari Dr Artidjo Alkotsar, Prof Dr Surya Djaya dan Sri Murwahyuni menerima argumen Thomas. Putusan bernomor No.920 K/Pid.Sus/2013 ini mengadopsi konsep justice collaborator sesuai Surat Edaran MA No 4 Tahun 2011. Padahal ancaman minimal Pasal 114 ayat 1 UU Narkotika adalah 5 tahun dan minimal denda Rp 1 miliar.
"Membatalkan putusan banding. Mengadili sendiri, menjatuhkan pidana 1 tahun penjara. Hukuman ini tidak perlu dilakukan apabila dalam kurun 2 tahun tidak mengulanginya kembali," ucap majelis dalam sidang pada 28 Mei 2013 silam.
Seperti dalam berkas kasasi yang didapat detikcom, Rabu (19/6/2013), kasus ini menjerat Thomas Claudius Ali Junaidi (38). PNS Kabupaten Maumere, didudukan di kursi pesakitan karena melanggar pasal 114 ayat 1 UU No 35 /2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana minimal 5 tahun penjara!
Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Thomas dituntut 7 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar. Apabila Thomas tak mau membayar denda maka diganti 6 bulan kurungan.
Atas tuntutan ini, PN Maumere menjatuhkan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Jika Thomas tak mau membayar diganti 3 bulan kurungan.
Lantas vonis ini dikuatkan di Pengadilan Tinggi Kupang. Merasa putusan ini tidak adil, Thomas lalu mengajukan kasasi dengan alasan Thomas dalam kasus tersebut sebenarnya justru menjadi Justice Collaborator.
"Karena saya yang awalnya diminta bantuan oleh para penyidik/Polri untuk membantu mengungkap jaringan narkoba di Maumere, dan oleh Polri saya dijanjikan tidak akan diproses hukum jika berhasil memberikan informasi jaringan narkoba," beber Thomas dalam memori kasasinya.
"Tapi nyatanya setelah jaringan terungkap, justru saya juga ikut diproses," sambung Thomas.
Atas alasan memori kasasi itu, majelis hakim kasasi yang terdiri dari Dr Artidjo Alkotsar, Prof Dr Surya Djaya dan Sri Murwahyuni menerima argumen Thomas. Putusan bernomor No.920 K/Pid.Sus/2013 ini mengadopsi konsep justice collaborator sesuai Surat Edaran MA No 4 Tahun 2011. Padahal ancaman minimal Pasal 114 ayat 1 UU Narkotika adalah 5 tahun dan minimal denda Rp 1 miliar.
"Membatalkan putusan banding. Mengadili sendiri, menjatuhkan pidana 1 tahun penjara. Hukuman ini tidak perlu dilakukan apabila dalam kurun 2 tahun tidak mengulanginya kembali," ucap majelis dalam sidang pada 28 Mei 2013 silam.
Label:
Diampuni,
Dr Artidjo Alkotsar,
Indonesia,
JPU,
justice collaborator,
Kupang,
Mafia,
Maumere,
Narkoba,
Pemakai,
pertama,
PN,
Prof Dr Surya Djaya,
PT,
Sri Murwahyuni,
Thomas Claudius Ali Junaidi,
Ungkap
Minggu, 12 Mei 2013
Masih Ingat Novia Ardhana?
Jakarta -Satu lagi perempuan yang berada di pusaran Ahmad Fathanah, tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi Kementerian Pertanian. Dia adalah Novia Ardhana, setelah sederet nama yang menerima derma dari Fathanah seperti mahasiswa Maharani, artis Ayu Azhari, model majalah pria dewasa Vitalia Shesya dan penyanyi dangdut Tri Kurnia Rahayu, belakangan nama Novia Ardhana juga muncul.
Hal itu diungkapkan pengacara Vitalia, Farhat Abbas, bahwa Novia memang pernah mendapat hadiah dari Fathanah berupa Honda Jazz, uang Rp 50 juta dan sejumlah perhiasan. Siapakah sebenarnya Novia Ardhana? Sampai kini Tempo masih berusaha menghubungi Novia.
Wanita yang biasa disapa Novi ini lahir di Jakarta pada 27 November 1974. Di awal tahun 2000an wajahnya sempat menghiasi layar kaca sebagai bintang sinetron. Selain artis, Novi yang berparas putih mulus itu juga pernah menjadi presenter dan memandu beberapa acara antara lain Seputar Olah Raga (RCTI) dan Sisi-Sisi Selebriti.
Di dunia sinetron namanya melambung dengan sederet sinetron yang pernah dibintanginya antara lain Jelangkung, Bila Wanita Bercanda, Misteri Nini Pelet, Maharani, Asyiknya Geng Hijau, Cahaya Kemenangan, Nyanyian Seorang Istri, dan Kembali ke Fitrah.
Berita perceraian Novi dengan suami, Muhammad Bintang merebak di tahun 2004. Novi yang memiliki pribadi supel itu dikabarkan bercerai karena kedekatannya dengan aktor senior Tio Pakusadewo di tahun 2003. Belakangan juga muncul nama aktor Agus Kuncoro yang juga sempat dekat dengan Novi. Nama Agus disebu-sebut sebagai pemicu bercerainya dengan Abin, panggilan Muhammad Bintang yang menikahi Novi pada 9 Februari 2001. Hasil pernikahan ini dikaruniai seorang putri bernama Jasmine Mutiara Bintang. Perceraian ini juga didasari tindak tanduk Abin yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang pernah memukuli Novi hingga lembam.
Novi yang menjadi mualaf atau memeluk agama Islam ini pernah mengaku dirinya sebagai pecandu narkoba pada April 2006. Novi juga pernah terjaring razia narkoba di Bali saat malam pergantian tahun 2006, dengan ditemukan 0,5 gram ganja, dan ekstasi. Namun karena barang terlarang tersebut bukan miliknya maka dirinya tidak ditahan.
Hal itu diungkapkan pengacara Vitalia, Farhat Abbas, bahwa Novia memang pernah mendapat hadiah dari Fathanah berupa Honda Jazz, uang Rp 50 juta dan sejumlah perhiasan. Siapakah sebenarnya Novia Ardhana? Sampai kini Tempo masih berusaha menghubungi Novia.
Wanita yang biasa disapa Novi ini lahir di Jakarta pada 27 November 1974. Di awal tahun 2000an wajahnya sempat menghiasi layar kaca sebagai bintang sinetron. Selain artis, Novi yang berparas putih mulus itu juga pernah menjadi presenter dan memandu beberapa acara antara lain Seputar Olah Raga (RCTI) dan Sisi-Sisi Selebriti.
Di dunia sinetron namanya melambung dengan sederet sinetron yang pernah dibintanginya antara lain Jelangkung, Bila Wanita Bercanda, Misteri Nini Pelet, Maharani, Asyiknya Geng Hijau, Cahaya Kemenangan, Nyanyian Seorang Istri, dan Kembali ke Fitrah.
Berita perceraian Novi dengan suami, Muhammad Bintang merebak di tahun 2004. Novi yang memiliki pribadi supel itu dikabarkan bercerai karena kedekatannya dengan aktor senior Tio Pakusadewo di tahun 2003. Belakangan juga muncul nama aktor Agus Kuncoro yang juga sempat dekat dengan Novi. Nama Agus disebu-sebut sebagai pemicu bercerainya dengan Abin, panggilan Muhammad Bintang yang menikahi Novi pada 9 Februari 2001. Hasil pernikahan ini dikaruniai seorang putri bernama Jasmine Mutiara Bintang. Perceraian ini juga didasari tindak tanduk Abin yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang pernah memukuli Novi hingga lembam.
Novi yang menjadi mualaf atau memeluk agama Islam ini pernah mengaku dirinya sebagai pecandu narkoba pada April 2006. Novi juga pernah terjaring razia narkoba di Bali saat malam pergantian tahun 2006, dengan ditemukan 0,5 gram ganja, dan ekstasi. Namun karena barang terlarang tersebut bukan miliknya maka dirinya tidak ditahan.
Label:
Ahmad Fathanah,
Farhat Abbas,
Honda Jazz,
impor daging sapi,
korupsi,
Maharani,
mualaf,
Narkoba,
Novia Ardhana,
pencucian uang,
presenter,
Rp 50 juta,
Seputar Olah Raga,
sinetron,
Tri Kurnia Rahayu,
Vitalia Shesya
Senin, 11 Februari 2013
PESTA NARKOBA SOLORAYA: Nyabu Hingga Bertukar Pasangan Kencan
Ketika artis Raffi Ahmad ditahan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN), masyarakat gaduh. Media massa ramai-ramai memberitakannya. Ternyata, dunia artis begitu dekat dengan penyalahgunaan narkoba. Seiring perjalanan waktu, kegaduhan itu berangsur hilang.
Sebenarnya, peredaran narkoba tak hanya di kalangan artis. Pejabat, pengusaha hingga warga biasa juga rentan terjerat narkoba. Solo juga demikian. Banyak cerita tentang peredaran narkoba di Kota Bengawan. Ya, tingkat peredaran narkoba di Solo tergolong tinggi di tingkat Jateng.
Simak penuturan bekas pencandu narkoba yang dekat dengan kalangan atas, sebut saja S. Menurut S, pencandu narkoba dari kalangan pejabat memiliki kebiasaan berpesta bareng-bareng.
Mereka biasanya menyewa hotel hingga tempat hiburan malam. “Kadang kami kenal baik dengan bos hotelnya,” kata S saat ditemui kepadaJIBI/SOLOPOS, Sabtu (9/2/2013) malam.
S dulu adalah anggota DPRD di daerah Soloraya. Selama 10 tahun mengonsumsi narkoba, ia nyaris mencicipi semua lokasi pesta narkoba di Kota Solo. Ia bukan sekadar pengonsumsi narkoba dalam frekuensi harian, melainkan per dua jam lantaran saking ketergantungannya kepada narkoba. Tak heran, ke mana pun ia pergi, di dalam tasnya selalu tersedia narkoba.
Rekan-rekan S sendiri juga dari kalangan pejabat, pengusaha, aparat hingga kurir dan bandar narkoba. Mereka berdatangan dari Jakarta, Jogja, Semarang hingga Surabaya. Selama menggelar pesta narkoba, S sama sekali tak waswas berurusan dengan aparat lantaran backing mereka juga dari kalangan aparat. “Aparat sekelas perwira menengah ke atas itu ikut bersama kami. Jadi, kami cukup aman,” akunya.
Menurut S, aparat kelas teri tak ada yang berani berpesta narkoba di kalangan pejabat. Namun, mereka tahu bahwa atasannya juga mengonsumsi narkoba. “Aparat kelas teri hanya disuruh menangkapi pengguna narkoba kelas teri juga. Itu sebagai ganti agar aparat kelihatan bertugas,” jelasnya.
Salah satu narkoba yang digemari S ialah jenis sabu-sabu dan inex. Dua jenis narkoba itu dianggap sesuai dengan kepribadiannya yang tertutup atau introvet. Hal ini jelas berbeda dengan rekan-rekannya yang menggemari jenis heroin atau putaw. “Saya itu yang penting fly dan pikiran tenang di tengah keramaian. Kalau teman-teman itu sampai joget dan pesta seks segala,” tuturnya.
Soal pesta seks, kata S, tradisi yang diselenggarakan para pencandu narkoba ialah mula-mula dengan membawa pasangan sendiri-sendiri. Tiba di lokasi dan memakai narkoba, ritual selanjutnya ialah seks bebas dengan saling bertukar pasangan secara berganti-ganti sampai pagi.
“Ada yang di dalam kamar tidur hingga kamar mandi. Yang jelas, siapa pun boleh memakai semua perempuan yang tersedia,” paparnya.
Sebenarnya, peredaran narkoba tak hanya di kalangan artis. Pejabat, pengusaha hingga warga biasa juga rentan terjerat narkoba. Solo juga demikian. Banyak cerita tentang peredaran narkoba di Kota Bengawan. Ya, tingkat peredaran narkoba di Solo tergolong tinggi di tingkat Jateng.
Simak penuturan bekas pencandu narkoba yang dekat dengan kalangan atas, sebut saja S. Menurut S, pencandu narkoba dari kalangan pejabat memiliki kebiasaan berpesta bareng-bareng.
Mereka biasanya menyewa hotel hingga tempat hiburan malam. “Kadang kami kenal baik dengan bos hotelnya,” kata S saat ditemui kepadaJIBI/SOLOPOS, Sabtu (9/2/2013) malam.
S dulu adalah anggota DPRD di daerah Soloraya. Selama 10 tahun mengonsumsi narkoba, ia nyaris mencicipi semua lokasi pesta narkoba di Kota Solo. Ia bukan sekadar pengonsumsi narkoba dalam frekuensi harian, melainkan per dua jam lantaran saking ketergantungannya kepada narkoba. Tak heran, ke mana pun ia pergi, di dalam tasnya selalu tersedia narkoba.
Rekan-rekan S sendiri juga dari kalangan pejabat, pengusaha, aparat hingga kurir dan bandar narkoba. Mereka berdatangan dari Jakarta, Jogja, Semarang hingga Surabaya. Selama menggelar pesta narkoba, S sama sekali tak waswas berurusan dengan aparat lantaran backing mereka juga dari kalangan aparat. “Aparat sekelas perwira menengah ke atas itu ikut bersama kami. Jadi, kami cukup aman,” akunya.
Menurut S, aparat kelas teri tak ada yang berani berpesta narkoba di kalangan pejabat. Namun, mereka tahu bahwa atasannya juga mengonsumsi narkoba. “Aparat kelas teri hanya disuruh menangkapi pengguna narkoba kelas teri juga. Itu sebagai ganti agar aparat kelihatan bertugas,” jelasnya.
Salah satu narkoba yang digemari S ialah jenis sabu-sabu dan inex. Dua jenis narkoba itu dianggap sesuai dengan kepribadiannya yang tertutup atau introvet. Hal ini jelas berbeda dengan rekan-rekannya yang menggemari jenis heroin atau putaw. “Saya itu yang penting fly dan pikiran tenang di tengah keramaian. Kalau teman-teman itu sampai joget dan pesta seks segala,” tuturnya.
Soal pesta seks, kata S, tradisi yang diselenggarakan para pencandu narkoba ialah mula-mula dengan membawa pasangan sendiri-sendiri. Tiba di lokasi dan memakai narkoba, ritual selanjutnya ialah seks bebas dengan saling bertukar pasangan secara berganti-ganti sampai pagi.
“Ada yang di dalam kamar tidur hingga kamar mandi. Yang jelas, siapa pun boleh memakai semua perempuan yang tersedia,” paparnya.
Sabtu, 02 Februari 2013
Raffi Ahmad Terancam 12 Tahun Penjara
Pembawa acara, artis peran, sekaligus penyanyi Raffi Ahmad yang kini resmi menyandang status tersangka atas penyalahgunaan narkoba golongan satu jenis methylone, dikenakan empat pasal berlapis.
"Saudara R (Raffi) usia 26 tahun, pekerjaan wiraswasta atau pekerja seni, hasil pemeriksaan lab positif memakai methylone, status tersangka, dan pasal yang disangkakan yaitu Pasal 111 ayat 1, 112 ayat 1, Pasal 132, Pasal 133, dan juncto Pasal 127 tentang penyalahgunaan narkotika golongan satu," ungkap Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto dalam jumpa pers di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (1/2/2013). Lihat UU No 35 Tahun 2009!
Dengan dikenakan empat pasal berlapis itu, mantan kekasih vokalis Yuni Shara tersebut dianggap telah melawan hukum dengan menguasai dan memiliki narkoba golongan satu jenis methylone yang setara dengan ekstasi.
"Untuk saudara R dikenakan Pasal 111 yang berbunyi, 'Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memiliki, menguasai narkoba golongan satu dapat dipidana dengan pidana paling singkat empat tahun (penjara), paling lama 12 tahun (penjara)," jelas Sumirat.
"Sementara Pasal 127 narkotika golongan satu maksimal empat tahun (penjara)," lanjutnya.
Raffi menjadi satu-satunya dari kalangan artis yang ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan penggerebekan oleh petugas BNN di kediaman Raffi Ahmad di Jalan Gunung Balong RT 09 RW 04, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada Minggu (27/1/2013) pukul 05.00 WIB.
Sebanyak 17 orang diamankan BNN, empat orang di antaranya figur publik, yakni Raffi Ahmad, Wanda Hamidah, Irwansyah, dan istrinya, Zaskia Sungkar. Dari rumah Raffi, petugas BNN menyita sejumlah barang bukti narkotika, yakni dua linting ganja di depan kamar Raffi serta 14 kapsul zat baru bernama methylone atau setara ekstasi, yang disita dari dalam laci dapur lantai bawah. Adapun beberapa kapsul diketahui telah dicampurkan ke dalam minuman bersoda.
Pascapenangkapan itu, BNN langsung melakukan penyidikan intensif selama lima hari hingga pemandu program musik Dahsyat itu dinyatakan memiliki dan menguasai narkoba sebagaimana yang ditemukan polisi di tempat kejadian perkara.
"R diketahui menguasai 14 kapsul methylone dan dua linting ganja. Selama penyidikan, kami beranggapan methylone ini semacam ekstasi, tapi hasil lab menyatakan bukan ekstasi, tetapimethylone," jelas Sumirat.
"Saudara R (Raffi) usia 26 tahun, pekerjaan wiraswasta atau pekerja seni, hasil pemeriksaan lab positif memakai methylone, status tersangka, dan pasal yang disangkakan yaitu Pasal 111 ayat 1, 112 ayat 1, Pasal 132, Pasal 133, dan juncto Pasal 127 tentang penyalahgunaan narkotika golongan satu," ungkap Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto dalam jumpa pers di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (1/2/2013). Lihat UU No 35 Tahun 2009!
Dengan dikenakan empat pasal berlapis itu, mantan kekasih vokalis Yuni Shara tersebut dianggap telah melawan hukum dengan menguasai dan memiliki narkoba golongan satu jenis methylone yang setara dengan ekstasi.
"Untuk saudara R dikenakan Pasal 111 yang berbunyi, 'Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memiliki, menguasai narkoba golongan satu dapat dipidana dengan pidana paling singkat empat tahun (penjara), paling lama 12 tahun (penjara)," jelas Sumirat.
"Sementara Pasal 127 narkotika golongan satu maksimal empat tahun (penjara)," lanjutnya.
Raffi menjadi satu-satunya dari kalangan artis yang ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan penggerebekan oleh petugas BNN di kediaman Raffi Ahmad di Jalan Gunung Balong RT 09 RW 04, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada Minggu (27/1/2013) pukul 05.00 WIB.
Sebanyak 17 orang diamankan BNN, empat orang di antaranya figur publik, yakni Raffi Ahmad, Wanda Hamidah, Irwansyah, dan istrinya, Zaskia Sungkar. Dari rumah Raffi, petugas BNN menyita sejumlah barang bukti narkotika, yakni dua linting ganja di depan kamar Raffi serta 14 kapsul zat baru bernama methylone atau setara ekstasi, yang disita dari dalam laci dapur lantai bawah. Adapun beberapa kapsul diketahui telah dicampurkan ke dalam minuman bersoda.
Pascapenangkapan itu, BNN langsung melakukan penyidikan intensif selama lima hari hingga pemandu program musik Dahsyat itu dinyatakan memiliki dan menguasai narkoba sebagaimana yang ditemukan polisi di tempat kejadian perkara.
"R diketahui menguasai 14 kapsul methylone dan dua linting ganja. Selama penyidikan, kami beranggapan methylone ini semacam ekstasi, tapi hasil lab menyatakan bukan ekstasi, tetapimethylone," jelas Sumirat.
Label:
111 ayat 1,
112 ayat 1,
12 tahun,
127,
132,
133,
artis,
BNN,
Humas,
methylone,
Narkoba,
pasal,
pembawa acara,
penjara,
penyani,
Raffi Ahmad,
Sumirat Dwiyanto,
terancam,
tersangka,
Yuni Shara
Kamis, 31 Januari 2013
Kata BNN, Narkoba Jenis Baru Raffi Hanya Ada di AS
Juru bicara Badan Narkotika Nasional, Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto, mengungkapkan zat baru, methylene dioxy meth cathinone (katinon), yang dikonsumsi Raffi Ahmad cs hanya ada di Singapura dan Amerika Serikat.
"Di beberapa negara zat ini sudah sebagai zat yang terlarang," ujar Sumirat di gedung BNN, Selasa, 29 Januari 2013. "Penyidik menerapkan pasal apa, jaringannya siapa, atau sumbernya dari mana, masih dalam perkembangan."
Menurut dia, BNN sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan secara detail, termasuk dari mana zat baru katinon itu didapatkan.
Saat ini, BNN juga sedang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait kandungan zat baru tersebut. Menurut Sumirat, turunan dari methylene dioxy meth cathinone belum dijabarkan dalam Undang-Undang Narkotika di Indonesia. "Zat baru bukan narkoba jenis baru. Kami sedang koordinasikan karena Kemenkes, BPOM, dan instansi lainnya yang lebih kompeten," kata Sumirat.
Menurut Sumirat, efek atau pengaruh dari zat tersebut mendekati methylene dioxy meth ampetamine (MDMA) atau ekstasi. "Pengaruhnya mendekati atau sama dengan MDMA," ujarnya.
Nantinya, menurut Sumirat, pemeriksaan kandungan zat ini akan dipecah-pecah dan dijelaskan lebih lanjut oleh kepala laboratorium. "Masih kami lakukan pemeriksaan sambil kawan-kawan lab melakukan koordinasi dengan BPOM dan Kemkes, termasuk UI dan lainnya. Nanti akan diketahuin bahan-bahannya seperti apa," ujarnya.
BNN sebelumnya menyebut zat yang digunakan Raffi adalah narkotik jenis baru, karena jenisnya belum tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Padahal, dalam lampiran Undang-undang tersebut sudah tercantum ratusan jenis narkoba.
Sumirat mengatakan, ada dua orang yang positif menggunakan zat baru ini, satu di antaranya berinisial R. Sumirat menyebut R itu berprofesi sebagai pekerja seni. Belakangan, ia membenarkan R adalah Raffi. Sumirat mengangguk saat ditanya apakah R itu Raffi.
"Di beberapa negara zat ini sudah sebagai zat yang terlarang," ujar Sumirat di gedung BNN, Selasa, 29 Januari 2013. "Penyidik menerapkan pasal apa, jaringannya siapa, atau sumbernya dari mana, masih dalam perkembangan."
Menurut dia, BNN sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan secara detail, termasuk dari mana zat baru katinon itu didapatkan.
Saat ini, BNN juga sedang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait kandungan zat baru tersebut. Menurut Sumirat, turunan dari methylene dioxy meth cathinone belum dijabarkan dalam Undang-Undang Narkotika di Indonesia. "Zat baru bukan narkoba jenis baru. Kami sedang koordinasikan karena Kemenkes, BPOM, dan instansi lainnya yang lebih kompeten," kata Sumirat.
Menurut Sumirat, efek atau pengaruh dari zat tersebut mendekati methylene dioxy meth ampetamine (MDMA) atau ekstasi. "Pengaruhnya mendekati atau sama dengan MDMA," ujarnya.
Nantinya, menurut Sumirat, pemeriksaan kandungan zat ini akan dipecah-pecah dan dijelaskan lebih lanjut oleh kepala laboratorium. "Masih kami lakukan pemeriksaan sambil kawan-kawan lab melakukan koordinasi dengan BPOM dan Kemkes, termasuk UI dan lainnya. Nanti akan diketahuin bahan-bahannya seperti apa," ujarnya.
BNN sebelumnya menyebut zat yang digunakan Raffi adalah narkotik jenis baru, karena jenisnya belum tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Padahal, dalam lampiran Undang-undang tersebut sudah tercantum ratusan jenis narkoba.
Sumirat mengatakan, ada dua orang yang positif menggunakan zat baru ini, satu di antaranya berinisial R. Sumirat menyebut R itu berprofesi sebagai pekerja seni. Belakangan, ia membenarkan R adalah Raffi. Sumirat mengangguk saat ditanya apakah R itu Raffi.
Label:
AS,
BNN,
BPOM,
jenis baru,
katinon,
Kemenkes,
koordinasi,
MDMA,
methylene dioxy meth cathinone,
Narkoba,
Raffi Ahmad,
Singapura,
Sumirat Dwiyanto,
terlarang,
UI
Rabu, 28 November 2012
Akal Bulus Pengendali Narkoba dari Balik Penjara
Kepala Lapas Batu Nusakambangan, Hermawan Yunianto, mengaku kewalahan dalam mengawasi gerak-gerik para narapidana yang tersangkut kasus narkotika. Meski berada di balik penjara, mereka leluasa mengakali petugas dalam setiap razia. Bahkan segala cara dilakukan untuk memuluskan jalan peredaran dan pengendalian narkotika.
"Ada nasi bungkus yang isinya 10 simcard telepon seluler yang dibawa pembesuk," kata Hermawan saat berbincang dengan Deputi BNN Irjen Benny Mamoto, di ruang kerjanya, di Nusakambangan, Cilacap, Selasa (27/11/2012).
Label:
akal bulus,
Batu,
Cilacap,
Deputi BNN Irjen Benny Mamoto,
Hermawan Yunianto,
lapas,
leluasa,
memuluskan,
Narkoba,
narkotika,
nasi bungkus,
Nusakambangan,
pengendali,
penjara,
razia,
segala cara
Langganan:
Postingan (Atom)