Amerika Serikat - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo masuk ke dalam daftar 50 pemimpin hebat dunia versi majalah Fortune edisi 7 April 2014. Pria yang akrab disapa Jokowi itu menempati urutan ke-37.
Jokowi masuk ke dalam daftar tersebut karena kiprahnya dalam memimpin Solo, Jawa Tengah, sebagai wali kota dan DKI Jakarta sebagai gubernur. Di kedua kota itu, Jokowi dinilai telah banyak melakukan perubahan, dari dalam persoalan tata ruang kota hingga korupsi.
"Jokowi, begitu dia dikenal, membersihkan kota dan membersihkan korupsi. Ini menggetarkan masyarakat Indonesia yang lelah dengan status quo," demikian tulis majalah itu. Sumber *
Tampilkan postingan dengan label korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label korupsi. Tampilkan semua postingan
Senin, 24 Maret 2014
Jokowi Masuk 50 Pemimpin Terhebat Versi Fortune
Label:
37,
50,
7 April 2014,
DKI Jakarta,
Fortune,
Gubernur,
Jawa Tengah,
Joko Widodo,
Jokowi,
korupsi,
Masuk,
menggetarkan masyarakat,
pemimpin,
perubahan,
Solo,
status quo,
tata ruang kota,
Terhebat,
versi,
Wali Kota
Selasa, 28 Januari 2014
Jokowi disamakan dengan Walikota London Boris Johnson
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo kembali menjadi berita koran terkemuka Inggris The Independent yang pada edisi Senin 27 Januari menyebut Jokowi setara dengan Walikota London Boris Johnson.
Dalam laporan berjudul On the road to power? Meet Joko Widodo, Indonesia's very own Boris Johnson itu koresponden The Independent James Ashton memasangkan foto Jokowi sedang bersepeda menuju kantor Gubernur.
Seperti halnya Boris Johnson yang juga selalu bersepeda ke kantornya di pinggir Sungai Thames yang membelah kota London, Jokowi disebut telah mengeluarkan kebijaksanaan untuk pegawai Pemda DKI Jakarta untuk mengunakan sepeda khususnya setiap Jumat guna mengurangi kemacetan di Jakarta yang semakin parah.
Dalam laporan berjudul On the road to power? Meet Joko Widodo, Indonesia's very own Boris Johnson itu koresponden The Independent James Ashton memasangkan foto Jokowi sedang bersepeda menuju kantor Gubernur.
Seperti halnya Boris Johnson yang juga selalu bersepeda ke kantornya di pinggir Sungai Thames yang membelah kota London, Jokowi disebut telah mengeluarkan kebijaksanaan untuk pegawai Pemda DKI Jakarta untuk mengunakan sepeda khususnya setiap Jumat guna mengurangi kemacetan di Jakarta yang semakin parah.
Label:
bebas banjir,
bersepeda,
Boris Johnson,
humor,
Jakarta,
James Ashton,
Joko Widodo,
Jokowi,
kemeja putih,
kemiskinan,
korupsi,
kurus,
London,
pusat perhatian,
Relokasi,
Sungai Thames,
The Independent,
Walikota Solo
Senin, 13 Januari 2014
"Kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas Urbaningrum
Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum buka suara ihwal rencana Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksanya dalam proyek pembangunan stadion dan sekolah olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Anas menegaskan dirinya tak korupsi. "Kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat, 9 Maret 2012.
Menurut Anas, KPK sebenarnya tak perlu repot-repot mengurus persoalan proyek tersebut. "Karena asalnya itu kan dari ocehan-ocehan yang tidak jelas, dari karangan-karangan yang tidak jelas," kata dia. "Ngapain repot-repot."
Proyek Hambalang berbiaya Rp 1,2 triliun menyeret nama Anas setelah ada pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin membeberkan ihwal keterlibatan Anas di proyek pusat olahraga pada 2010 itu.
Pernyataan Nazaruddin kembali disampaikan dalam persidangannya kala menjadi terdakwa suap Wisma Atlet Jakabaring, Palembang. Nazaruddin mengatakan duit dari proyek Hambalang sebesar Rp 50 miliar mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Uang itu disebutnya untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat.
Sebelumnya, KPK berencana melakukan pemeriksaan terhadap Anas dalam proyek Hambalang setelah dilakukannya ekspose pada Kamis, 8 Maret 2012. KPK sendiri sudah tiga kali menggelar ekspose dalam tahap penyelidikan proyek tersebut.
"Kemungkinan Anas akan dimintai keterangan dalam penyelidikan ini," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Jumat, 9 Maret 2012. "Kapan waktunya akan diperiksa, saya belum tahu," katanya. ( Tempo *)
Anas menegaskan dirinya tak korupsi. "Kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat, 9 Maret 2012.
Menurut Anas, KPK sebenarnya tak perlu repot-repot mengurus persoalan proyek tersebut. "Karena asalnya itu kan dari ocehan-ocehan yang tidak jelas, dari karangan-karangan yang tidak jelas," kata dia. "Ngapain repot-repot."
Proyek Hambalang berbiaya Rp 1,2 triliun menyeret nama Anas setelah ada pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin membeberkan ihwal keterlibatan Anas di proyek pusat olahraga pada 2010 itu.
Pernyataan Nazaruddin kembali disampaikan dalam persidangannya kala menjadi terdakwa suap Wisma Atlet Jakabaring, Palembang. Nazaruddin mengatakan duit dari proyek Hambalang sebesar Rp 50 miliar mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Uang itu disebutnya untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat.
Sebelumnya, KPK berencana melakukan pemeriksaan terhadap Anas dalam proyek Hambalang setelah dilakukannya ekspose pada Kamis, 8 Maret 2012. KPK sendiri sudah tiga kali menggelar ekspose dalam tahap penyelidikan proyek tersebut.
"Kemungkinan Anas akan dimintai keterangan dalam penyelidikan ini," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Jumat, 9 Maret 2012. "Kapan waktunya akan diperiksa, saya belum tahu," katanya. ( Tempo *)
Label:
Anas Urbaningrum,
gantung,
Hambalang,
Johan Bud,
Ketua,
korupsi,
KPK,
Monas,
Muhamma Nazaruddin,
Partai Demokrat,
rupiah,
saja,
satu,
Wisma Atlet Jakabaring
Senin, 30 Desember 2013
Gaji Lulusan SMA di Pelindo II Sebesar Rp 10 Juta
JAKARTA - Untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan kecurangan di dalam perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), banyak korporasi memutuskan menggaji pegawainya dengan tinggi.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), RJ Lino mengaku gaji awal pegawai baru yang masuk di Pelindo II sebesar Rp 10 juta. Gaji tersebut untuk pegawai yang baru lulus dari bangku pendidikan SMA.
"Gajinya Rp 10 juta untuk lulusan SMA," ujar Lino, Minggu (29/12/2013).
Jika gaji pegawainya kecil, Lino menilai banyak pekerjanya yang akan melakukan korupsi. Hal itu pun berdampak buruk bagi perusahaan dan negara. Sumber *
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), RJ Lino mengaku gaji awal pegawai baru yang masuk di Pelindo II sebesar Rp 10 juta. Gaji tersebut untuk pegawai yang baru lulus dari bangku pendidikan SMA.
"Gajinya Rp 10 juta untuk lulusan SMA," ujar Lino, Minggu (29/12/2013).
Jika gaji pegawainya kecil, Lino menilai banyak pekerjanya yang akan melakukan korupsi. Hal itu pun berdampak buruk bagi perusahaan dan negara. Sumber *
Senin, 11 November 2013
Korupsi Dana Mahasiswa, Dokter Ahli Kebidanan Dieksekusi
Kejaksaan Agung menangkap guru besar dokter ahli kebidanan M Hatta Anshori di tempat persembunyiannya di Desa Lungge, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu 9 November 2013 sekitar pukul 20:45 WIB. Hatta dieksekusi karena berstatus terpidana bersalah korupsi dana mahasiswa Rp 2,5 miliar.
Korupsi itu dilakukan Hatta saat menjabat Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatera Selatan. Uang tersebut digunakan Hatta untuk kepentingan pribadi.
"Berdasarkan putusan MA nomor: 524 K/Pid.Sus/2011 tanggal 15 juli 2011 yang menyatakan bahwa terpidana Prof Hatta Anshori, SpOG (K) telah melakukan penyelewengan dana Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) PPDS di Fakultas Kedokteran Unsri dengan rekannya Prof dr H Zarkasih Anwar S.pA," kata Kapuspenkum, Setia Untung Arimuladi kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu, (10/11/2013). Selanjutnya *
Korupsi itu dilakukan Hatta saat menjabat Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatera Selatan. Uang tersebut digunakan Hatta untuk kepentingan pribadi.
"Berdasarkan putusan MA nomor: 524 K/Pid.Sus/2011 tanggal 15 juli 2011 yang menyatakan bahwa terpidana Prof Hatta Anshori, SpOG (K) telah melakukan penyelewengan dana Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) PPDS di Fakultas Kedokteran Unsri dengan rekannya Prof dr H Zarkasih Anwar S.pA," kata Kapuspenkum, Setia Untung Arimuladi kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu, (10/11/2013). Selanjutnya *
Label:
Ahli Kebidanan,
dana,
Dieksekusi,
dokter,
FK,
Hatta Anshori,
Kejaksaan Agung,
korupsi,
Lungge,
mahasiswa,
Palembang,
PPDS,
profesor,
S.pA,
Setia Untung Arimuladi,
SpOG (K),
Temanggung,
terpidana,
Unsri,
Zarkasih Anwar
Rabu, 25 September 2013
Abraham Samad Senang Ruhut Pimpin Komisi III DPR
Sebagai mitra Komisi III, Abraham menyatakan siap rapat bersama dengan politisi Partai Demokrat tersebut. Bahkan Abraham mengaku senang jika Ruhut Sitompul yang memimpin rapat.
"Saya pribadi senang dengan Ruhut. Ruhut orangnya agak bersih (dari korupsi)," kata Abraham.
Diketahui, pelantikan Ruhut Sitompul sebagai Ketua Komisi Hukum DPR urung dilakukan, Selasa kemarin. Pasalnya, sebagian besar anggota Komisi III menolak Ruhut Sitompul. Sumber *
"Saya pribadi senang dengan Ruhut. Ruhut orangnya agak bersih (dari korupsi)," kata Abraham.
Diketahui, pelantikan Ruhut Sitompul sebagai Ketua Komisi Hukum DPR urung dilakukan, Selasa kemarin. Pasalnya, sebagian besar anggota Komisi III menolak Ruhut Sitompul. Sumber *
Jumat, 06 September 2013
KPK: Pemasukan Negara Rp 20 Ribu Trilyun dari Sektor Migas
Kata Abraham, sektor tambang dan migas selama ini memang menjadi lahan korupsi banyak pejabat pembuat kebijakan yang serakah. Tidak mengherankan, kata dia, hasil kajian KPK menyimpulkan 50 persen perusahaan tambang batu bara dan nikel tidak membayar royalti ke negara. "Mereka hanya memberi upeti ke gubernur dan bupati. Makanya sebagian bupati di Kalimantan mobil mewahnya bisa 25 berjejer, tapi puskesmas dan sekolahannya hancur," ujar dia.
Abraham juga menganggap dominasi asing pada pengelolaan sumber energi, seperti minyak dan gas, terjadi akibat banyaknya pengambil kebijakan di sektor ini yang melakukan korupsi. Padahal, kata dia, KPK pernah menghitung hasil pengelolaan sektor migas, kalau 100 persen didominasi negara, bisa menghasilkan pemasukan Rp 20 ribu triliun. "Jadi, selama ini, akibat korupsi, telah terjadi perampokan yang luar biasa. Pelakunya pengusaha hitam dan pejabat korup," katanya. Sumber *
Abraham juga menganggap dominasi asing pada pengelolaan sumber energi, seperti minyak dan gas, terjadi akibat banyaknya pengambil kebijakan di sektor ini yang melakukan korupsi. Padahal, kata dia, KPK pernah menghitung hasil pengelolaan sektor migas, kalau 100 persen didominasi negara, bisa menghasilkan pemasukan Rp 20 ribu triliun. "Jadi, selama ini, akibat korupsi, telah terjadi perampokan yang luar biasa. Pelakunya pengusaha hitam dan pejabat korup," katanya. Sumber *
Selasa, 03 September 2013
Jaksa Selidiki Korupsi di Acara Anang-Ashanty
Jember-Tim penyidik Kejaksaan Negeri Jember mulai menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana »Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ)" pada 2012 lalu. Hambaliyanto, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jember mengatakan penyelidikan itu sudah dilakukan sepekan terakhir. "Penyidik fokus pada anggaran senilai Rp 6,5 miliar dulu," kata dia, Selasa sore, 3 September 2013.
Hingga kini, kata dia, sudah 10 orang pejabat Pemerintah Kabupaten Jember diperiksa sebagai saksi. Mereka dimintai keterangan tentang penggunaan dana yang berasal dari APBD Jember tahun 2012 itu. "Mereka adalah orang-orang yang terlibat sebagai panitia dalam acara BBJ tahun 2012," katanya.
Namun Hambali tak bersedia menyebutkan siapa saja kesepuluh pejabat yang telah diperiksa itu. Dia juga tidak mau menjelaskan, mereka diperiksa terkait penggunaan dana untuk acara apa saja. "Laporan yang kami terima sementara total anggaran BBJ tahun 2012 Rp 6,5 miliar tapi yang digunakan hanya Rp 4,5 miliar," kata Hambaliyanto. Selanjutnya *
Hingga kini, kata dia, sudah 10 orang pejabat Pemerintah Kabupaten Jember diperiksa sebagai saksi. Mereka dimintai keterangan tentang penggunaan dana yang berasal dari APBD Jember tahun 2012 itu. "Mereka adalah orang-orang yang terlibat sebagai panitia dalam acara BBJ tahun 2012," katanya.
Namun Hambali tak bersedia menyebutkan siapa saja kesepuluh pejabat yang telah diperiksa itu. Dia juga tidak mau menjelaskan, mereka diperiksa terkait penggunaan dana untuk acara apa saja. "Laporan yang kami terima sementara total anggaran BBJ tahun 2012 Rp 6,5 miliar tapi yang digunakan hanya Rp 4,5 miliar," kata Hambaliyanto. Selanjutnya *
Jumat, 12 Juli 2013
Punya 3 SPBU, Tiap Bulan Irjen Djoko Susilo Terima Rp 300 juta
Jakarta - Irjen Djoko Susilo juga memiliki SPBU di Kendal, Ciawi dan Kapuk Muara, Jakarta Utara. Tiap bulannya dari tiga SPBU itu, mantan Kakorlantas Mabes Polri yang jadi terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang itu mendapat tambahan pemasukan Rp 300 juta per bulan.
Label:
3,
Bogor,
bulan,
Ciawi,
Erick Maliangkay,
Harry Ikhlas,
Irjen Djoko Susilo,
Jakarta Utara,
Kapuk Muara,
Kendal,
korupsi,
pencucian uang,
pengadilan,
Punya,
Rp 300 juta,
SPBU,
Terima,
Tiap,
Tipikor
Selasa, 25 Juni 2013
RUU ORMAS : KPK Khawatir Kebebasan Bersuara Terkebiri
JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Busyro Muqoddas menyatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) hanya akan mengebiri kebebasan bersuara masyarakat kritis di Indonesia.
“Ya kalau itu jadi disahkan, ini akan mengebiri kebebasan bersuara masyarakat kita yang memiliki pemikiran yang kritis,” jelas Busyro di Kantor Indonesia ICW Jakarta, Senin.
Dalam hal ini, Busyro mengkhawatirkan Ormas yang memiliki perhatian khusus pada pemberantasan korupsi akan semakin terbatasi untuk mengkritik. Ormas yang bergerak pada pemberantasan korupsi, dikatakan Busyro, adalah sebuah ancaman bagi para komunitas koruptor.
“Itu ada indikasinya. Ketika masyarakat tecerdaskan dan memiliki kebebasan berserikat, berpendapat, dan termasuk mengkritik pemerintah, itu akan menjadi ancaman bagi komunitas koruptor,” tegas Busyro.
Ormas dianggap menjadi ancaman bagi para koruptor karena menurut Busyro para koruptor menganggap Ormas sebagai kekuatan yang mengganggu. Busyro menganggap bahwa dengan membatasi hak-hak untuk mengkritik maka hal itu serupa dengan pembunuhan terhadap demokrasi.
“Ini bisa menjadi gerakan perlawanan terhadap hukum, namun tidak hanya untuk aparat hukum seperti KPK tapi juga untuk civil society akan dilemahkan,” kata dia.
“Ya kalau itu jadi disahkan, ini akan mengebiri kebebasan bersuara masyarakat kita yang memiliki pemikiran yang kritis,” jelas Busyro di Kantor Indonesia ICW Jakarta, Senin.
Dalam hal ini, Busyro mengkhawatirkan Ormas yang memiliki perhatian khusus pada pemberantasan korupsi akan semakin terbatasi untuk mengkritik. Ormas yang bergerak pada pemberantasan korupsi, dikatakan Busyro, adalah sebuah ancaman bagi para komunitas koruptor.
“Itu ada indikasinya. Ketika masyarakat tecerdaskan dan memiliki kebebasan berserikat, berpendapat, dan termasuk mengkritik pemerintah, itu akan menjadi ancaman bagi komunitas koruptor,” tegas Busyro.
Ormas dianggap menjadi ancaman bagi para koruptor karena menurut Busyro para koruptor menganggap Ormas sebagai kekuatan yang mengganggu. Busyro menganggap bahwa dengan membatasi hak-hak untuk mengkritik maka hal itu serupa dengan pembunuhan terhadap demokrasi.
“Ini bisa menjadi gerakan perlawanan terhadap hukum, namun tidak hanya untuk aparat hukum seperti KPK tapi juga untuk civil society akan dilemahkan,” kata dia.
Selasa, 04 Juni 2013
Kepala MAN Nimbokrang Diduga Korupsi Rp270 Juta
Sentani (ANTARA) - Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Papua "F" (46) dijemput paksa dari rumahnya terkait dugaan korupsi pengadaan peralatan Hidro Dinamika Laboratorium IPA tahun 2011 merugikan negara Rp270 juta.
"Penjemputan paksa tersebut lantaran tidak menghiraukan tiga kali panggilan polisi untuk dilakukan pemeriksaan terkait kasus yang melibatkan dirinya," kata Kapolres Jayapura AKBP Roycke Harry Langie, SIK, MH melalui Kasat Reskrim AKP. Steven J Manopo, SIK di Sentani, Selasa.
Kapolres mengungkapkan kasus dugaan tindak pidana korupsi ini kini masuk dalam tahap satu yakni pengiriman berkas perkara oleh penyidik Reskrim Polres Jayapura ke jaksa penuntut umum.
"Penjemputan paksa tersebut lantaran tidak menghiraukan tiga kali panggilan polisi untuk dilakukan pemeriksaan terkait kasus yang melibatkan dirinya," kata Kapolres Jayapura AKBP Roycke Harry Langie, SIK, MH melalui Kasat Reskrim AKP. Steven J Manopo, SIK di Sentani, Selasa.
Kapolres mengungkapkan kasus dugaan tindak pidana korupsi ini kini masuk dalam tahap satu yakni pengiriman berkas perkara oleh penyidik Reskrim Polres Jayapura ke jaksa penuntut umum.
Label:
Diduga,
dijemput,
Jayapura,
Kepala,
korupsi,
MAN,
Nimbokrang,
paksa,
panggilan,
Papua,
pengadaan,
peralatan,
polisi,
Polres Jayapura,
Roycke Harry Langie,
Rp270 Juta,
Steven J Manopo,
tiga kali
Senin, 03 Juni 2013
Tersangka Kasus Korupsi, Dosen Undana Ditahan
LARANTUKA--Dosen Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Ir. Gabriel Taran Bayon, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Yayasan Insan Persada Mandiri Kupang setelah ditetapkan menjadi tersangka, kini ditahan di Lapas Penfui Kupang oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka.
Gabriel ditahan terkait dugaan korupsi proyek survai dan penyusunan data base air bersih dan pelaksanaan survai studi kelayakan air bersih di Wolo, Watotika Ile, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur (Flotim) tahun anggaran 2008. Ia ditahan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Larantuka di Kupang, Senin (3/5/2013) pagi. Penahanan itu disaksikan oleh Plt. Kejari Larantuka, Dian Frits Nalle, S.H dan para jaksa penuntut umum (JPU).
Gabriel ditahan terkait dugaan korupsi proyek survai dan penyusunan data base air bersih dan pelaksanaan survai studi kelayakan air bersih di Wolo, Watotika Ile, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur (Flotim) tahun anggaran 2008. Ia ditahan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Larantuka di Kupang, Senin (3/5/2013) pagi. Penahanan itu disaksikan oleh Plt. Kejari Larantuka, Dian Frits Nalle, S.H dan para jaksa penuntut umum (JPU).
Label:
Dian Frits Nalle,
ditahan,
Dosen,
Gabriel Taran Bayon,
JPU,
kasus,
korupsi,
Kupang,
Lapas Penfui Kupang,
proyek,
survai,
tersangka,
Undana,
Yayasan Insan Persada Mandiri
Wakil Menteri Pendidikan Wiendu Diduga Korupsi
Jakarta - Hasil investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan Wakil Menteri Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti diduga kuat terlibat kasus korupsi di Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Inspektorat dalam tujuh halaman laporan kesimpulan menyebutkan dengan jelas peran Wiendu. “Wiendu Nuryanti diduga kuat membawa gerbong bisnisnya untuk melakukan berbagai kegiatan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” bunyi laporan yang ditandatangani Inspektur Jenderal Kementerian Haryono Umar itu.
Menurut laporan itu—seperti tertulis dalam majalah Tempo edisi pekan ini—setidaknya ada empat perusahaan yang ditunjuk melaksanakan kegiatan promosi budaya dengan nilai proyek Rp 27,31 miliar. Kegiatan pertama adalah konferensi Federasi Promosi Budaya Asia di Surakarta, September 2012. Lelang proyek ini dimenangi PT Fokus Konvesindo dengan nilai kontrak Rp 910 juta, menyisihkan dua perusahaan lain dengan tawaran harga lebih rendah.
Inspektorat dalam tujuh halaman laporan kesimpulan menyebutkan dengan jelas peran Wiendu. “Wiendu Nuryanti diduga kuat membawa gerbong bisnisnya untuk melakukan berbagai kegiatan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” bunyi laporan yang ditandatangani Inspektur Jenderal Kementerian Haryono Umar itu.
Menurut laporan itu—seperti tertulis dalam majalah Tempo edisi pekan ini—setidaknya ada empat perusahaan yang ditunjuk melaksanakan kegiatan promosi budaya dengan nilai proyek Rp 27,31 miliar. Kegiatan pertama adalah konferensi Federasi Promosi Budaya Asia di Surakarta, September 2012. Lelang proyek ini dimenangi PT Fokus Konvesindo dengan nilai kontrak Rp 910 juta, menyisihkan dua perusahaan lain dengan tawaran harga lebih rendah.
Banyak Korupsi, Perlu Evaluasi Pelaksanaan Pancasila
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI A. Farhan Hamid mengatakan seharusnya Pancasila menjadi sumber dari semua hukum yang ada. Di mana Ketuhanan Yang Maha Esa itu menjadi insipirasi bagi semua penyelenggara negara, dan produk serta kerja-kerja politiknya untuk bangsa dan negara.
“Tapi kalau masih banyak korupsi, dan penyimpangan lain, maka kita perlu mengevaluasi pelaksanaan Pancasila selama 15 tahun reformasi ini. Pancasila harus dikembalikan ke dalam Kurikulum Pendidikan 2013 oleh Kemendikbud,” kata A. Farhan Hamid bersama mantan Panglima TNI Djoko Santoso dan Ketua Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan MPR RI Ja’ar Hafsah dalam Dialog Pilar Negara bertema “Tantangan Aktualisasi Pancasila” di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (3/6/2013).
“Tapi kalau masih banyak korupsi, dan penyimpangan lain, maka kita perlu mengevaluasi pelaksanaan Pancasila selama 15 tahun reformasi ini. Pancasila harus dikembalikan ke dalam Kurikulum Pendidikan 2013 oleh Kemendikbud,” kata A. Farhan Hamid bersama mantan Panglima TNI Djoko Santoso dan Ketua Tim Kerja Kajian Sistem Ketatanegaraan MPR RI Ja’ar Hafsah dalam Dialog Pilar Negara bertema “Tantangan Aktualisasi Pancasila” di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (3/6/2013).
Label:
A. Farhan Hamid,
Banyak,
Evaluasi,
Ja’ar Hafsah,
Kemendikbud,
korupsi,
Kurikulum Pendidikan 2013,
MPR RI,
Pelaksanaan Pancasila,
Perlu,
Tantangan Aktualisasi Pancasila
Jumat, 17 Mei 2013
Demokrasi di Indonesia Dinilai Palsu
Jakarta - Indonesia telah lama menganut sistem demokrasi. Namun sistem demokrasi di Indonesia dinilai masih belum sempurna.
"Demokrasi kita ini adalah demokrasi palsu," ujar M. Noor Syam, pembicara yang hadir dalam Diskusi dan Deklarasi Masyarakat Studi Ketatanegaraan (MSK) di Gedung JMC, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013).
Ia mengatakan, yang terjadi di Indonesia saat ini adalah oligarki, kekuasaan uang dan anarkisme. Menurutnya, saat ini partai politik masih dikuasai oleh elit-elitnya saja.
"PDIP, Golkar, Demokrat yang menguasai siapa? Sudah jelas kan," ucapnya.
Noor Syam mengatakan, kasus korupsi di Indonesia masih merajalela. Menurutnya, uang masih berkuasa di negeri ini. Selain itu, masyarakat juga sudah banyak melakukan tindak anarkisme.
"Orang kita, kalau keinginannya kalah langsung ke pengadilan. Kalau masih ditolak, maju ke MA. Dengan sikap yang sudah sangat anarkis," ungkap Noor Syam.
Menurut dia, sistem tata negara di Indonesia akan sempurna jika Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilaksanakan sepenuhnya. Sayangnya saat ini menurutnya pengamalan dasar negara tersebut sudah mulai luntur.
"Negara ini akan jaya kalau tidak menyimpang dari Pancasila," ujarnya.
Revolusi dinilai merupakan solusi yang tepat dari permasalahan tersebut. Namun revolusi yang dilakukan bukanlah revolusi yang anarkis.
"Solusinya adalah revolusi. Tetapi bukan revolusi yang mengorbankan rakyat," ujar Suryadi, pembicara yang juga hadir dalam acara tersebut.
Sedangkan Akbar Tanjung yang juga hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa Pancasila masih diterapkan di Indonesia. Sehingga yang terjadi saat ini bukanlah demokrasi palsu.
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan itulah yang dimaksud dengan kedaulatan rakyat," paparnya.
Menurutnya jika MSK menginginkan revolusi, harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. "Hasil diskusi ini disosialisasikan kepada masyarakat, agar masyarakat tahu," ucap Akbar.
"Demokrasi kita ini adalah demokrasi palsu," ujar M. Noor Syam, pembicara yang hadir dalam Diskusi dan Deklarasi Masyarakat Studi Ketatanegaraan (MSK) di Gedung JMC, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013).
Ia mengatakan, yang terjadi di Indonesia saat ini adalah oligarki, kekuasaan uang dan anarkisme. Menurutnya, saat ini partai politik masih dikuasai oleh elit-elitnya saja.
"PDIP, Golkar, Demokrat yang menguasai siapa? Sudah jelas kan," ucapnya.
Noor Syam mengatakan, kasus korupsi di Indonesia masih merajalela. Menurutnya, uang masih berkuasa di negeri ini. Selain itu, masyarakat juga sudah banyak melakukan tindak anarkisme.
"Orang kita, kalau keinginannya kalah langsung ke pengadilan. Kalau masih ditolak, maju ke MA. Dengan sikap yang sudah sangat anarkis," ungkap Noor Syam.
Menurut dia, sistem tata negara di Indonesia akan sempurna jika Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilaksanakan sepenuhnya. Sayangnya saat ini menurutnya pengamalan dasar negara tersebut sudah mulai luntur.
"Negara ini akan jaya kalau tidak menyimpang dari Pancasila," ujarnya.
Revolusi dinilai merupakan solusi yang tepat dari permasalahan tersebut. Namun revolusi yang dilakukan bukanlah revolusi yang anarkis.
"Solusinya adalah revolusi. Tetapi bukan revolusi yang mengorbankan rakyat," ujar Suryadi, pembicara yang juga hadir dalam acara tersebut.
Sedangkan Akbar Tanjung yang juga hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa Pancasila masih diterapkan di Indonesia. Sehingga yang terjadi saat ini bukanlah demokrasi palsu.
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan itulah yang dimaksud dengan kedaulatan rakyat," paparnya.
Menurutnya jika MSK menginginkan revolusi, harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. "Hasil diskusi ini disosialisasikan kepada masyarakat, agar masyarakat tahu," ucap Akbar.
Minggu, 12 Mei 2013
Masih Ingat Novia Ardhana?
Jakarta -Satu lagi perempuan yang berada di pusaran Ahmad Fathanah, tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi Kementerian Pertanian. Dia adalah Novia Ardhana, setelah sederet nama yang menerima derma dari Fathanah seperti mahasiswa Maharani, artis Ayu Azhari, model majalah pria dewasa Vitalia Shesya dan penyanyi dangdut Tri Kurnia Rahayu, belakangan nama Novia Ardhana juga muncul.
Hal itu diungkapkan pengacara Vitalia, Farhat Abbas, bahwa Novia memang pernah mendapat hadiah dari Fathanah berupa Honda Jazz, uang Rp 50 juta dan sejumlah perhiasan. Siapakah sebenarnya Novia Ardhana? Sampai kini Tempo masih berusaha menghubungi Novia.
Wanita yang biasa disapa Novi ini lahir di Jakarta pada 27 November 1974. Di awal tahun 2000an wajahnya sempat menghiasi layar kaca sebagai bintang sinetron. Selain artis, Novi yang berparas putih mulus itu juga pernah menjadi presenter dan memandu beberapa acara antara lain Seputar Olah Raga (RCTI) dan Sisi-Sisi Selebriti.
Di dunia sinetron namanya melambung dengan sederet sinetron yang pernah dibintanginya antara lain Jelangkung, Bila Wanita Bercanda, Misteri Nini Pelet, Maharani, Asyiknya Geng Hijau, Cahaya Kemenangan, Nyanyian Seorang Istri, dan Kembali ke Fitrah.
Berita perceraian Novi dengan suami, Muhammad Bintang merebak di tahun 2004. Novi yang memiliki pribadi supel itu dikabarkan bercerai karena kedekatannya dengan aktor senior Tio Pakusadewo di tahun 2003. Belakangan juga muncul nama aktor Agus Kuncoro yang juga sempat dekat dengan Novi. Nama Agus disebu-sebut sebagai pemicu bercerainya dengan Abin, panggilan Muhammad Bintang yang menikahi Novi pada 9 Februari 2001. Hasil pernikahan ini dikaruniai seorang putri bernama Jasmine Mutiara Bintang. Perceraian ini juga didasari tindak tanduk Abin yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang pernah memukuli Novi hingga lembam.
Novi yang menjadi mualaf atau memeluk agama Islam ini pernah mengaku dirinya sebagai pecandu narkoba pada April 2006. Novi juga pernah terjaring razia narkoba di Bali saat malam pergantian tahun 2006, dengan ditemukan 0,5 gram ganja, dan ekstasi. Namun karena barang terlarang tersebut bukan miliknya maka dirinya tidak ditahan.
Hal itu diungkapkan pengacara Vitalia, Farhat Abbas, bahwa Novia memang pernah mendapat hadiah dari Fathanah berupa Honda Jazz, uang Rp 50 juta dan sejumlah perhiasan. Siapakah sebenarnya Novia Ardhana? Sampai kini Tempo masih berusaha menghubungi Novia.
Wanita yang biasa disapa Novi ini lahir di Jakarta pada 27 November 1974. Di awal tahun 2000an wajahnya sempat menghiasi layar kaca sebagai bintang sinetron. Selain artis, Novi yang berparas putih mulus itu juga pernah menjadi presenter dan memandu beberapa acara antara lain Seputar Olah Raga (RCTI) dan Sisi-Sisi Selebriti.
Di dunia sinetron namanya melambung dengan sederet sinetron yang pernah dibintanginya antara lain Jelangkung, Bila Wanita Bercanda, Misteri Nini Pelet, Maharani, Asyiknya Geng Hijau, Cahaya Kemenangan, Nyanyian Seorang Istri, dan Kembali ke Fitrah.
Berita perceraian Novi dengan suami, Muhammad Bintang merebak di tahun 2004. Novi yang memiliki pribadi supel itu dikabarkan bercerai karena kedekatannya dengan aktor senior Tio Pakusadewo di tahun 2003. Belakangan juga muncul nama aktor Agus Kuncoro yang juga sempat dekat dengan Novi. Nama Agus disebu-sebut sebagai pemicu bercerainya dengan Abin, panggilan Muhammad Bintang yang menikahi Novi pada 9 Februari 2001. Hasil pernikahan ini dikaruniai seorang putri bernama Jasmine Mutiara Bintang. Perceraian ini juga didasari tindak tanduk Abin yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang pernah memukuli Novi hingga lembam.
Novi yang menjadi mualaf atau memeluk agama Islam ini pernah mengaku dirinya sebagai pecandu narkoba pada April 2006. Novi juga pernah terjaring razia narkoba di Bali saat malam pergantian tahun 2006, dengan ditemukan 0,5 gram ganja, dan ekstasi. Namun karena barang terlarang tersebut bukan miliknya maka dirinya tidak ditahan.
Label:
Ahmad Fathanah,
Farhat Abbas,
Honda Jazz,
impor daging sapi,
korupsi,
Maharani,
mualaf,
Narkoba,
Novia Ardhana,
pencucian uang,
presenter,
Rp 50 juta,
Seputar Olah Raga,
sinetron,
Tri Kurnia Rahayu,
Vitalia Shesya
Sabtu, 11 Mei 2013
Forum Rektor: Capres 2014 Jangan Pro-Amerika
Surakarta- Forum Rektor Indonesia menilai saat ini masyarakat terjebak hanya memilih calon pemimpin berdasarkan popularitas, elektabilitas, dan kekuatan uangnya. “Sama sekali tak memperhatikan program,” ujar Ketua Forum Rektor Indonesia Laode Kamaluddin kepada wartawan saat penjelasan pelaksanaan Regional Meeting Forum Rektor Indonesia Wilayah Jawa Tengah-Yogyakarta di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, Jumat 10 Mei 2013.
Laode mengatakan, saat ini Indonesia sudah hampir 10 tahun dipimpin seorang Presiden yang dinilai santun dan berpenampilan baik. “Nyatanya toh tidak bisa menyelesaikan persoalan kita,” katanya. Mantan staf Wakil Presiden yang dekat dengan BJ Habibie ini menunjuk angka kemiskinan yang masih 28,59 juta orang sebagai buktinya.
Untuk itu Forum Rektor menyodorkan usulan enam kriteria calon pemimpin bangsa. "Pertama punya jejak kepemimpinan di berbagai organisasi maupun lembaga dan tidak pernah melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau cacat moral lainnya," kata La Ode.
Kedua, tegas dan berani menegakkan keadilan. Ketiga punya inovasi dan visi yang jelas, lalu memiliki rumusan yang jelas untuk arah pembangunan bangsa. Kelima, harus profesional dan berdiri di atas semua golongan dan terakhir mampu membawa Indonesia sejajar dengan bangsa maju di Asia. “Yang tidak kalah penting, harus paham era Asia dan tidak lagi pro Amerika atau Eropa. Sebab masa depan ekonomi ada di Asia,” ujar La Ode.
Kriteria itu akan dibahas dan disepakati dalam pertemuan Forum Rektor regional Jawa pada 11 Mei di kampus UNS Surakarta yang dihadiri 100 rektor. Pimpinan perguruan tinggi itu akan memberi masukan untuk merumuskan kriteria calon pemimpin pada Pemilu 2014. Selanjutnya disosialisasikan agar masyarakat tak lagi memilih berdasarkan popularitas, elektabilitas, dan uang. “Jika hanya mendasarkan tiga hal itu, akan membuat Indonesia makin terpuruk,” katanya.
Anggota Dewan Pertimbangan Forum Rektor Ravik Karsidi mengatakan, pertemuan serupa akan digelar di Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua, Bali dan Nusa Tenggara dan terakhir Kalimantan.
Laode mengatakan, saat ini Indonesia sudah hampir 10 tahun dipimpin seorang Presiden yang dinilai santun dan berpenampilan baik. “Nyatanya toh tidak bisa menyelesaikan persoalan kita,” katanya. Mantan staf Wakil Presiden yang dekat dengan BJ Habibie ini menunjuk angka kemiskinan yang masih 28,59 juta orang sebagai buktinya.
Untuk itu Forum Rektor menyodorkan usulan enam kriteria calon pemimpin bangsa. "Pertama punya jejak kepemimpinan di berbagai organisasi maupun lembaga dan tidak pernah melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau cacat moral lainnya," kata La Ode.
Kedua, tegas dan berani menegakkan keadilan. Ketiga punya inovasi dan visi yang jelas, lalu memiliki rumusan yang jelas untuk arah pembangunan bangsa. Kelima, harus profesional dan berdiri di atas semua golongan dan terakhir mampu membawa Indonesia sejajar dengan bangsa maju di Asia. “Yang tidak kalah penting, harus paham era Asia dan tidak lagi pro Amerika atau Eropa. Sebab masa depan ekonomi ada di Asia,” ujar La Ode.
Kriteria itu akan dibahas dan disepakati dalam pertemuan Forum Rektor regional Jawa pada 11 Mei di kampus UNS Surakarta yang dihadiri 100 rektor. Pimpinan perguruan tinggi itu akan memberi masukan untuk merumuskan kriteria calon pemimpin pada Pemilu 2014. Selanjutnya disosialisasikan agar masyarakat tak lagi memilih berdasarkan popularitas, elektabilitas, dan uang. “Jika hanya mendasarkan tiga hal itu, akan membuat Indonesia makin terpuruk,” katanya.
Anggota Dewan Pertimbangan Forum Rektor Ravik Karsidi mengatakan, pertemuan serupa akan digelar di Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua, Bali dan Nusa Tenggara dan terakhir Kalimantan.
Label:
adil,
angka kemiskinan,
Asia,
elektabilitas,
forum,
jejak kepemimpinan,
kolusi,
korupsi,
Laode Kamaluddin,
nepotisme,
popularitas,
profesional,
Regional Meeting,
rektor,
santun,
tegas,
terjebak,
uang,
UNS,
visi
Selasa, 12 Maret 2013
Djoko Susilo Bagi-bagi Rp 10 Miilyar di Area Parkir, Siapa Penerima?
Duit suap kasus korupsi simulator SIM (Surat Izin Mengemudi) yang menyeret nama Inspektur Jenderal Djoko Susilo ternyata diberikan tempat parkir. Miliaran rupiah uang rasuah itu juga dibungkus dalam sebuah kardus tas kertas. Total uang yang diduga didiruskan Djoko Susilo mencapai Rp 10 miliar.
Uang itu disalurkan melalui tiga pintu: politikus Partai Demokrat (Nazaruddin), Partai Golkar (Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo), serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Herman Hery). Pelicin ini diduga berkaitan dengan usaha memuluskan pembahasan anggaran pada 2010, untuk tahun 2011.
Hal itu terungkap dalam laporan majalah utama Tempo edisi 11 Maret 2013 yang berjudul "Minyak Penangkal 'Masuk Angin'. Menurut sumber Tempo, kardus duit berupa kardus air kemasan itu berpindah tangan di area parkir Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ini bukan kardus biasa: isinya uang kertas yang diperkirakan sejumlah Rp 4 miliar. Pembawanya Wasis Triapambudi, anggota staf Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Penerimanya ajudan politikus Partai Golkar, Aziz Syamsuddin.
Beberapa saat sebelumnya, di kursi luar Kafe De Luca, juga di area parkir mal itu, Aziz Syamsuddin duduk bersama koleganya, Bambang Soesatyo. Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, kepala panitia pengadaan simulator untuk ujian surat izin mengemudi, yang telah berkomunikasi dengan Aziz, datang mendatangi mereka. Ia menyampaikan pesan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo: "Kiriman ada di mobil." Aziz lalu meminta "paket" dipindahkan ke mobil yang ia tumpangi bersama Bambang, sedan hitam Mercy S-Class.
Teddy memimpin proyek simulator mobil dan sepeda motor tahun anggaran 2011 senilai Rp 196,8 miliar. Ia beberapa kali menemani Djoko Susilo menemui anggota Dewan Perwakilan Rakyat demi memuluskan pembahasan anggaran proyek ini. Transaksi di De Luca pada akhir 2010 itu merupakan bagian dari serangkaian lobi yang mereka lakukan.
Perjamuan dengan para politikus dilakukan beberapa kali di antaranya di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, dan King Crab di Jakarta. Djoko dan Teddy menemui Muhammad Nazaruddin, anggota Dewan dari Partai Demokrat. Menurut seseorang yang mengetahui peristiwa ini, Nazaruddin menawarkan jasa "pengamanan" anggaran Kepolisian, termasuk proyek simulator. Djoko setuju dan meminta Nazaruddin berhubungan dengan Teddy. Di pertemuan kedua, Teddy bertemu dengan Nazaruddin yang ditemani Anas Urbaningrum, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan. Ini membuat nama Anas terseret dalam kasus Simulator SIM
Segera setelah pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber yang sama, Teddy sibuk mengantar paket ke para politikus. Ia datang ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Ditaruh dalam paper bag dan dalam bentuk uang dolar Amerika Serikat, bingkisan ini merupakan jatah untuk Partai Demokrat. Bagian untuk politikus PDI Perjuangan sejumlah Rp 2 miliar dikirimkan ke kantor Herman Herry, anggota Dewan dari partai itu, di Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Bambang Soesatyo membantah hadir dalam penyerahan uang di Kafe De Luca. Ia mengaku hadir dalam pertemuan lain yang dihadiri Djoko Susilo di ruang VIP Restoran Basara, Menara Summitmas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Bambang menyebutkan pertemuan di Basara dihadiri banyak anggota Komisi Hukum Dewan. Ia mengatakan acara pada awal 2010 itu dihadiri antara lain oleh Nazaruddin dan Herman Herry. Ketua Komisi Benny K. Harman juga datang. Bambang menyatakan hadir karena diajak Aziz Syamsuddin. Adapun Djoko Susilo diteĆmani Teddy Rusmawan. Menurut Bambang, Djoko membicarakan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas. Aziz mengakui sering datang ke Kafe De Luca. Namun ia menyatakan belum pernah sekali pun bertemu dengan Teddy.
Pengacara Djoko Susilo, Tommy Sihotang, mengatakan tak pernah mendengar cerita pertemuan kliennya dengan para politikus Senayan. Soal pertemuan dengan Nazaruddin, ia mengatakan, "KPK belum pernah tanya soal itu."
Uang itu disalurkan melalui tiga pintu: politikus Partai Demokrat (Nazaruddin), Partai Golkar (Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo), serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Herman Hery). Pelicin ini diduga berkaitan dengan usaha memuluskan pembahasan anggaran pada 2010, untuk tahun 2011.
Hal itu terungkap dalam laporan majalah utama Tempo edisi 11 Maret 2013 yang berjudul "Minyak Penangkal 'Masuk Angin'. Menurut sumber Tempo, kardus duit berupa kardus air kemasan itu berpindah tangan di area parkir Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ini bukan kardus biasa: isinya uang kertas yang diperkirakan sejumlah Rp 4 miliar. Pembawanya Wasis Triapambudi, anggota staf Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Penerimanya ajudan politikus Partai Golkar, Aziz Syamsuddin.
Beberapa saat sebelumnya, di kursi luar Kafe De Luca, juga di area parkir mal itu, Aziz Syamsuddin duduk bersama koleganya, Bambang Soesatyo. Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, kepala panitia pengadaan simulator untuk ujian surat izin mengemudi, yang telah berkomunikasi dengan Aziz, datang mendatangi mereka. Ia menyampaikan pesan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo: "Kiriman ada di mobil." Aziz lalu meminta "paket" dipindahkan ke mobil yang ia tumpangi bersama Bambang, sedan hitam Mercy S-Class.
Teddy memimpin proyek simulator mobil dan sepeda motor tahun anggaran 2011 senilai Rp 196,8 miliar. Ia beberapa kali menemani Djoko Susilo menemui anggota Dewan Perwakilan Rakyat demi memuluskan pembahasan anggaran proyek ini. Transaksi di De Luca pada akhir 2010 itu merupakan bagian dari serangkaian lobi yang mereka lakukan.
Perjamuan dengan para politikus dilakukan beberapa kali di antaranya di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, dan King Crab di Jakarta. Djoko dan Teddy menemui Muhammad Nazaruddin, anggota Dewan dari Partai Demokrat. Menurut seseorang yang mengetahui peristiwa ini, Nazaruddin menawarkan jasa "pengamanan" anggaran Kepolisian, termasuk proyek simulator. Djoko setuju dan meminta Nazaruddin berhubungan dengan Teddy. Di pertemuan kedua, Teddy bertemu dengan Nazaruddin yang ditemani Anas Urbaningrum, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan. Ini membuat nama Anas terseret dalam kasus Simulator SIM
Segera setelah pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber yang sama, Teddy sibuk mengantar paket ke para politikus. Ia datang ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Ditaruh dalam paper bag dan dalam bentuk uang dolar Amerika Serikat, bingkisan ini merupakan jatah untuk Partai Demokrat. Bagian untuk politikus PDI Perjuangan sejumlah Rp 2 miliar dikirimkan ke kantor Herman Herry, anggota Dewan dari partai itu, di Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Bambang Soesatyo membantah hadir dalam penyerahan uang di Kafe De Luca. Ia mengaku hadir dalam pertemuan lain yang dihadiri Djoko Susilo di ruang VIP Restoran Basara, Menara Summitmas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Bambang menyebutkan pertemuan di Basara dihadiri banyak anggota Komisi Hukum Dewan. Ia mengatakan acara pada awal 2010 itu dihadiri antara lain oleh Nazaruddin dan Herman Herry. Ketua Komisi Benny K. Harman juga datang. Bambang menyatakan hadir karena diajak Aziz Syamsuddin. Adapun Djoko Susilo diteĆmani Teddy Rusmawan. Menurut Bambang, Djoko membicarakan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas. Aziz mengakui sering datang ke Kafe De Luca. Namun ia menyatakan belum pernah sekali pun bertemu dengan Teddy.
Pengacara Djoko Susilo, Tommy Sihotang, mengatakan tak pernah mendengar cerita pertemuan kliennya dengan para politikus Senayan. Soal pertemuan dengan Nazaruddin, ia mengatakan, "KPK belum pernah tanya soal itu."
Label:
10 miliar,
Aziz Syamsuddin,
Bambang Soesatyo,
Benny K. Harman,
Demokrat,
Djoko Susilo,
Golkar,
Kafe De Luca,
korupsi,
Nazaruddin,
parkir,
Partai,
PDI-P,
Plaza Senayan,
SIM,
simulator,
Teddy Rusmawan,
Wasis Triapambudi
Sabtu, 29 Desember 2012
2013, Gaji Penyidik Korupsi Polri Sama dengan KPK
Mulai tahun depan, penghasilan penyidik pidana korupsi di jajaran Kepolisian RI akan setara dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo mengatakan tambahan anggaran penyidikan kasus korupsi ini akan menjadi semangat baru bagi Kepolisian dalam memberantas korupsi.
"Mudah-mudahan tahun 2013 akan lebih meningkat lagi kasus yang ditangani," kata Timur saat menyampaikan laporan akhir tahun Polri, Jumat sore, 28 Desember 2012. Timur saat menyampaikan laporan akhir tahun didampingi oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Nanan Sukarna, dan beberapa petinggi Polri.
"Mudah-mudahan tahun 2013 akan lebih meningkat lagi kasus yang ditangani," kata Timur saat menyampaikan laporan akhir tahun Polri, Jumat sore, 28 Desember 2012. Timur saat menyampaikan laporan akhir tahun didampingi oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Nanan Sukarna, dan beberapa petinggi Polri.
Label:
2013,
baru,
gaji,
Kepala Kepolisian RI,
Komisaris Jenderal Nanan Sukarna,
korupsi,
KPK,
meningkat,
penyidik,
Polri,
sama,
semangat,
Timur Pradopo
Korupsi, Kementerian Agama Copot 15 Pejabat
Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mochammad Jasin mengatakan instansinya telah mencopot sekitar 15 pejabatnya karena diduga terlibat kasus korupsi pengadaan Al-Quran dan laboratorium madrasah tsanawiyah. Pencopotan bakal terus berlanjut hingga Januari 2013.
"Beberapa orang akan dirapatkan pada Januari untuk diambil tindakan termasuk pembebasan dari jabatan bahkan pemecatan," kata Jasin seusai mengikuti peringatan hari ulang tahun Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat, 28 Desember 2012.
Mantan Wakil Ketua KPK itu mengatakan pejabat yang dicopot dari jabatannya itu berasal dari kalangan eselon I sampai IV. Namun ia tak merinci identitas mereka. "Kami secara internal juga ikut mengusut kasus ini dan juga mendorong KPK untuk terus mengembangkannya," ujar dia.
Kasus ini menjerat anggota Komisi Agama sekaligus Badan Anggaran DPR, Zulkarnaen Djabar, serta putra sulungnya yang juga Direktur Utama PT Sinergi Alam Indonesia, Dendy Prasetya. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima suap Rp 4 miliar dalam dua proyek Kementerian Agama pada tahun anggaran 2011.
"Beberapa orang akan dirapatkan pada Januari untuk diambil tindakan termasuk pembebasan dari jabatan bahkan pemecatan," kata Jasin seusai mengikuti peringatan hari ulang tahun Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat, 28 Desember 2012.
Mantan Wakil Ketua KPK itu mengatakan pejabat yang dicopot dari jabatannya itu berasal dari kalangan eselon I sampai IV. Namun ia tak merinci identitas mereka. "Kami secara internal juga ikut mengusut kasus ini dan juga mendorong KPK untuk terus mengembangkannya," ujar dia.
Kasus ini menjerat anggota Komisi Agama sekaligus Badan Anggaran DPR, Zulkarnaen Djabar, serta putra sulungnya yang juga Direktur Utama PT Sinergi Alam Indonesia, Dendy Prasetya. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima suap Rp 4 miliar dalam dua proyek Kementerian Agama pada tahun anggaran 2011.
Label:
15 pejabat,
2013,
Agama,
Al Qur'an,
Badan Anggaran,
copot,
DPR,
eselon,
I,
Inspektur Jenderal,
IV,
Kementerian,
Komisi Agama,
korupsi,
KPK,
Mochammad Jasin,
pemecatan,
PT Sinergi Alam Indonesia,
Zulkarnaen Djabar
Langganan:
Postingan (Atom)