Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf heran dengan sikap ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) yang sering memojokkan partainya dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, pimpinan PPI, Anas Urbaningrum terjerat kasus Hambalang karena ulah mantan Bendahara Umum Demokrat, M Nazaruddin.
Nurhayati mempertanyakan tujuan didirikannya PPI dan mengapa terus menyerang Demokrat. Menurutnya, PPI harusnya menyerang Nazaruddin yang membuat Anas akhirnya menjadi tersangka Hambalang di KPK.
"Kan didirikan katanya untuk sosial budaya, kalau tujuannya untuk menghantam Partai Demokrat terus, hantam Pak SBY terus, kenapa tak hantam Nazaruddin, karena sebetulnya masalah ini karena Nazaruddin. Kalau Nazar tak bicara Pak Anas enggak tersangkut apa-apa," jelas Nurhayati di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/10). Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label Nazaruddin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nazaruddin. Tampilkan semua postingan
Selasa, 22 Oktober 2013
Senin, 14 Oktober 2013
Modus Adik Atut Mirip Nazaruddin
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengantongi bukti-bukti penyimpangan di sejumlah proyek yang digarap kelompok usaha milik keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Proyek-proyek itu dikendalikan oleh Tubagus Chaeri Wardana, adik Atut yang juga suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
"Chaeri itu otak dan konseptornya. Seluruh proyek di Banten dipegang dia," kata sumber Tempo kemarin. Chaeri saat ini ditahan KPK sebagai tersangka suap dalam sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten, yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi non-aktif, Akil Mochtar.
Jejak penyimpangan tersebut ditemukan penyidik ketika mereka menggeledah kantor PT Bali Pacific Pragama sepanjang Senin hingga Selasa lalu di gedung The East, Mega Kuningan, Jakarta. Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan 200 lembar sertifikat tanah atas nama Chaeri yang berlokasi di Melbourne, Australia; Jakarta; dan Banten. Selanjutnya *
"Chaeri itu otak dan konseptornya. Seluruh proyek di Banten dipegang dia," kata sumber Tempo kemarin. Chaeri saat ini ditahan KPK sebagai tersangka suap dalam sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten, yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi non-aktif, Akil Mochtar.
Jejak penyimpangan tersebut ditemukan penyidik ketika mereka menggeledah kantor PT Bali Pacific Pragama sepanjang Senin hingga Selasa lalu di gedung The East, Mega Kuningan, Jakarta. Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan 200 lembar sertifikat tanah atas nama Chaeri yang berlokasi di Melbourne, Australia; Jakarta; dan Banten. Selanjutnya *
Label:
Airin Rachmi Diany,
Akil Mochtar,
Atut,
Bupati,
Ketua,
konseptor,
KPK,
Lebak,
Mirip,
MK,
Modus,
Nazaruddin,
otak,
Ratu Atut Chosiyah,
sengketa,
sertifikat tanah,
Tangerang Selatan,
Tubagus Chaeri Wardana
Senin, 23 September 2013
Mark-Up E-KTP Rp 2,5 T, Kata Nazaruddin
Nazaruddin datang ke KPK guna menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka dugaan gratifikasi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum. Saat ditanyai wartawan mengenai pelaporan Gamawan terhadapnya ke Polda Metro Jaya, Nazaruddin tak menjawab secara tegas. Dia justru menegaskan kembali proses pembahasan anggaran proyek tersebut sampai terjadi skandal.
"Jadi gini ini proyek nilainya Rp 5,9 triliun. Saya, Novanto, dan semua merekayasa proyek ini bahwa mark up 2,5 triliun," kata Nazaruddin seraya masuk ke dalam kantor KPK. Sumber *
"Jadi gini ini proyek nilainya Rp 5,9 triliun. Saya, Novanto, dan semua merekayasa proyek ini bahwa mark up 2,5 triliun," kata Nazaruddin seraya masuk ke dalam kantor KPK. Sumber *
Sabtu, 22 Juni 2013
KPK Akan Membuat Nazaruddin Miskin
Komisi Pemberantasan Korupsi bertekad memiskinkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus korupsi. KPK bakal menjerat Nazaruddin dengan tindak pidana pencucian uang untuk semua fee yang diperoleh dari dugaan korupsi sejumlah proyek pemerintah dengan menggunakan Grup Permai.
Saat ini, KPK baru menjadikan Nazaruddin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus pembelian saham Garuda Indonesia senilai Rp 300 miliar. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, KPK akan memiskinkan Nazaruddin dengan menjeratnya menggunakan pasal-pasal TPPU.
”Saya simpulkan kasus Nazaruddin ini sedang on-going process terkait dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU. Kalau basic faktanya sangat memungkinkan, TPPU ini sangat penting untuk memiskinkan semaksimal mungkin,” kata Busyro, Rabu (19/6/2013).
Kemarin, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Indonesia Legal Roundtable, menemui pimpinan KPK. Mereka mempertanyakan kemajuan pengusutan kasus TPPU terhadap Nazaruddin. Selain itu, mereka juga mengingatkan KPK soal dugaan ancaman kriminalisasi sejumlah saksi kunci dalam perkara korupsi dan TPPU yang melibatkan Nazaruddin.
Pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Nazaruddin menyatakan bahwa Grup Permai dibentuk untuk mengurus dan mengumpulkan fee proyek. Tanggung jawab KPK masih banyak untuk menuntaskan skandal besar ini.
Busyro mengatakan, KPK masih terus mengembangkan penyidikan atas TPPU yang disangkakan kepada Nazaruddin. Soal sisa kasus Nazaruddin yang belum dituntaskan, menurut dia, ini karena sebagian anggota satuan tugas KPK yang menangani kasusnya juga menangani kasus lain. ”Menghimpunnya sangat susah secara teknis,” katanya.
Dia mengungkapkan, meski ada sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin, tidak semuanya ditangani KPK. Menurut Busyro, ada penyelidikan beberapa perkara dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin, tetapi oleh kepolisian dan kejaksaan status perkara tersebut telah dinaikkan ke penyidikan.
Saat ini, KPK baru menjadikan Nazaruddin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus pembelian saham Garuda Indonesia senilai Rp 300 miliar. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, KPK akan memiskinkan Nazaruddin dengan menjeratnya menggunakan pasal-pasal TPPU.
”Saya simpulkan kasus Nazaruddin ini sedang on-going process terkait dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU. Kalau basic faktanya sangat memungkinkan, TPPU ini sangat penting untuk memiskinkan semaksimal mungkin,” kata Busyro, Rabu (19/6/2013).
Kemarin, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Indonesia Legal Roundtable, menemui pimpinan KPK. Mereka mempertanyakan kemajuan pengusutan kasus TPPU terhadap Nazaruddin. Selain itu, mereka juga mengingatkan KPK soal dugaan ancaman kriminalisasi sejumlah saksi kunci dalam perkara korupsi dan TPPU yang melibatkan Nazaruddin.
Febri Diansyah dari ICW menyatakan, dalam fakta persidangan Nazaruddin terungkap, Grup Permai yang dikendalikan Nazaruddin memiliki 35 anak perusahaan dengan kegiatan terkait proyek pemerintah. Indikasi nilai proyek yang terkait dengan Grup Permai mencapai Rp 6,037 triliun. Febri mengatakan, KPK ternyata belum menyelesaikan sejumlah kasus korupsi besar yang diduga melibatkan Nazaruddin.
Busyro mengatakan, KPK masih terus mengembangkan penyidikan atas TPPU yang disangkakan kepada Nazaruddin. Soal sisa kasus Nazaruddin yang belum dituntaskan, menurut dia, ini karena sebagian anggota satuan tugas KPK yang menangani kasusnya juga menangani kasus lain. ”Menghimpunnya sangat susah secara teknis,” katanya.
Dia mengungkapkan, meski ada sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin, tidak semuanya ditangani KPK. Menurut Busyro, ada penyelidikan beberapa perkara dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin, tetapi oleh kepolisian dan kejaksaan status perkara tersebut telah dinaikkan ke penyidikan.
Label:
037 triliun,
Akan,
ancaman,
Busyro Muqoddas,
Febri Diansyah,
fee proyek,
Grup Permai,
ICW,
KPK,
kriminalisasi,
Membuat,
miskin,
Nazaruddin,
on-going process,
pencucian uang,
Rp 6,
saham Garuda Indonesia,
TPPU
Selasa, 12 Maret 2013
Djoko Susilo Bagi-bagi Rp 10 Miilyar di Area Parkir, Siapa Penerima?
Duit suap kasus korupsi simulator SIM (Surat Izin Mengemudi) yang menyeret nama Inspektur Jenderal Djoko Susilo ternyata diberikan tempat parkir. Miliaran rupiah uang rasuah itu juga dibungkus dalam sebuah kardus tas kertas. Total uang yang diduga didiruskan Djoko Susilo mencapai Rp 10 miliar.
Uang itu disalurkan melalui tiga pintu: politikus Partai Demokrat (Nazaruddin), Partai Golkar (Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo), serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Herman Hery). Pelicin ini diduga berkaitan dengan usaha memuluskan pembahasan anggaran pada 2010, untuk tahun 2011.
Hal itu terungkap dalam laporan majalah utama Tempo edisi 11 Maret 2013 yang berjudul "Minyak Penangkal 'Masuk Angin'. Menurut sumber Tempo, kardus duit berupa kardus air kemasan itu berpindah tangan di area parkir Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ini bukan kardus biasa: isinya uang kertas yang diperkirakan sejumlah Rp 4 miliar. Pembawanya Wasis Triapambudi, anggota staf Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Penerimanya ajudan politikus Partai Golkar, Aziz Syamsuddin.
Beberapa saat sebelumnya, di kursi luar Kafe De Luca, juga di area parkir mal itu, Aziz Syamsuddin duduk bersama koleganya, Bambang Soesatyo. Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, kepala panitia pengadaan simulator untuk ujian surat izin mengemudi, yang telah berkomunikasi dengan Aziz, datang mendatangi mereka. Ia menyampaikan pesan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo: "Kiriman ada di mobil." Aziz lalu meminta "paket" dipindahkan ke mobil yang ia tumpangi bersama Bambang, sedan hitam Mercy S-Class.
Teddy memimpin proyek simulator mobil dan sepeda motor tahun anggaran 2011 senilai Rp 196,8 miliar. Ia beberapa kali menemani Djoko Susilo menemui anggota Dewan Perwakilan Rakyat demi memuluskan pembahasan anggaran proyek ini. Transaksi di De Luca pada akhir 2010 itu merupakan bagian dari serangkaian lobi yang mereka lakukan.
Perjamuan dengan para politikus dilakukan beberapa kali di antaranya di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, dan King Crab di Jakarta. Djoko dan Teddy menemui Muhammad Nazaruddin, anggota Dewan dari Partai Demokrat. Menurut seseorang yang mengetahui peristiwa ini, Nazaruddin menawarkan jasa "pengamanan" anggaran Kepolisian, termasuk proyek simulator. Djoko setuju dan meminta Nazaruddin berhubungan dengan Teddy. Di pertemuan kedua, Teddy bertemu dengan Nazaruddin yang ditemani Anas Urbaningrum, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan. Ini membuat nama Anas terseret dalam kasus Simulator SIM
Segera setelah pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber yang sama, Teddy sibuk mengantar paket ke para politikus. Ia datang ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Ditaruh dalam paper bag dan dalam bentuk uang dolar Amerika Serikat, bingkisan ini merupakan jatah untuk Partai Demokrat. Bagian untuk politikus PDI Perjuangan sejumlah Rp 2 miliar dikirimkan ke kantor Herman Herry, anggota Dewan dari partai itu, di Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Bambang Soesatyo membantah hadir dalam penyerahan uang di Kafe De Luca. Ia mengaku hadir dalam pertemuan lain yang dihadiri Djoko Susilo di ruang VIP Restoran Basara, Menara Summitmas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Bambang menyebutkan pertemuan di Basara dihadiri banyak anggota Komisi Hukum Dewan. Ia mengatakan acara pada awal 2010 itu dihadiri antara lain oleh Nazaruddin dan Herman Herry. Ketua Komisi Benny K. Harman juga datang. Bambang menyatakan hadir karena diajak Aziz Syamsuddin. Adapun Djoko Susilo diteÂmani Teddy Rusmawan. Menurut Bambang, Djoko membicarakan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas. Aziz mengakui sering datang ke Kafe De Luca. Namun ia menyatakan belum pernah sekali pun bertemu dengan Teddy.
Pengacara Djoko Susilo, Tommy Sihotang, mengatakan tak pernah mendengar cerita pertemuan kliennya dengan para politikus Senayan. Soal pertemuan dengan Nazaruddin, ia mengatakan, "KPK belum pernah tanya soal itu."
Uang itu disalurkan melalui tiga pintu: politikus Partai Demokrat (Nazaruddin), Partai Golkar (Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo), serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Herman Hery). Pelicin ini diduga berkaitan dengan usaha memuluskan pembahasan anggaran pada 2010, untuk tahun 2011.
Hal itu terungkap dalam laporan majalah utama Tempo edisi 11 Maret 2013 yang berjudul "Minyak Penangkal 'Masuk Angin'. Menurut sumber Tempo, kardus duit berupa kardus air kemasan itu berpindah tangan di area parkir Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ini bukan kardus biasa: isinya uang kertas yang diperkirakan sejumlah Rp 4 miliar. Pembawanya Wasis Triapambudi, anggota staf Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Penerimanya ajudan politikus Partai Golkar, Aziz Syamsuddin.
Beberapa saat sebelumnya, di kursi luar Kafe De Luca, juga di area parkir mal itu, Aziz Syamsuddin duduk bersama koleganya, Bambang Soesatyo. Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, kepala panitia pengadaan simulator untuk ujian surat izin mengemudi, yang telah berkomunikasi dengan Aziz, datang mendatangi mereka. Ia menyampaikan pesan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo: "Kiriman ada di mobil." Aziz lalu meminta "paket" dipindahkan ke mobil yang ia tumpangi bersama Bambang, sedan hitam Mercy S-Class.
Teddy memimpin proyek simulator mobil dan sepeda motor tahun anggaran 2011 senilai Rp 196,8 miliar. Ia beberapa kali menemani Djoko Susilo menemui anggota Dewan Perwakilan Rakyat demi memuluskan pembahasan anggaran proyek ini. Transaksi di De Luca pada akhir 2010 itu merupakan bagian dari serangkaian lobi yang mereka lakukan.
Perjamuan dengan para politikus dilakukan beberapa kali di antaranya di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, dan King Crab di Jakarta. Djoko dan Teddy menemui Muhammad Nazaruddin, anggota Dewan dari Partai Demokrat. Menurut seseorang yang mengetahui peristiwa ini, Nazaruddin menawarkan jasa "pengamanan" anggaran Kepolisian, termasuk proyek simulator. Djoko setuju dan meminta Nazaruddin berhubungan dengan Teddy. Di pertemuan kedua, Teddy bertemu dengan Nazaruddin yang ditemani Anas Urbaningrum, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan. Ini membuat nama Anas terseret dalam kasus Simulator SIM
Segera setelah pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber yang sama, Teddy sibuk mengantar paket ke para politikus. Ia datang ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Ditaruh dalam paper bag dan dalam bentuk uang dolar Amerika Serikat, bingkisan ini merupakan jatah untuk Partai Demokrat. Bagian untuk politikus PDI Perjuangan sejumlah Rp 2 miliar dikirimkan ke kantor Herman Herry, anggota Dewan dari partai itu, di Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Bambang Soesatyo membantah hadir dalam penyerahan uang di Kafe De Luca. Ia mengaku hadir dalam pertemuan lain yang dihadiri Djoko Susilo di ruang VIP Restoran Basara, Menara Summitmas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Bambang menyebutkan pertemuan di Basara dihadiri banyak anggota Komisi Hukum Dewan. Ia mengatakan acara pada awal 2010 itu dihadiri antara lain oleh Nazaruddin dan Herman Herry. Ketua Komisi Benny K. Harman juga datang. Bambang menyatakan hadir karena diajak Aziz Syamsuddin. Adapun Djoko Susilo diteÂmani Teddy Rusmawan. Menurut Bambang, Djoko membicarakan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas. Aziz mengakui sering datang ke Kafe De Luca. Namun ia menyatakan belum pernah sekali pun bertemu dengan Teddy.
Pengacara Djoko Susilo, Tommy Sihotang, mengatakan tak pernah mendengar cerita pertemuan kliennya dengan para politikus Senayan. Soal pertemuan dengan Nazaruddin, ia mengatakan, "KPK belum pernah tanya soal itu."
Label:
10 miliar,
Aziz Syamsuddin,
Bambang Soesatyo,
Benny K. Harman,
Demokrat,
Djoko Susilo,
Golkar,
Kafe De Luca,
korupsi,
Nazaruddin,
parkir,
Partai,
PDI-P,
Plaza Senayan,
SIM,
simulator,
Teddy Rusmawan,
Wasis Triapambudi
Sabtu, 23 Februari 2013
Hantu Politikus Monas?
Keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat dalam kasus Hambalang sebentar lagi akan terkuak. KPK akan mencoba menyelidiki keterlibatan Anas dalam kasus ini melalui beberapa petunjuk atau pernyataan yang didapatkan dari beberapa pihak. Salah satunya adalah pembelian sebuah Toyota Harrier pada November 2009 di dealer mobil Duta Motor Pacenongan, Jakarta Pusat.Mobil mewah B 15 AUD itu diduga dibelikan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya karena telah memenangkan tender proyek Hambalang.
“ Berdasarkan petunjuk-petunjuk atau pernyataan-pernyataan yang ada memang seperti itu. Tapi petunjuk belum bisa disimpulkan sebagai bukti, harus disaturangkaikan dengan bukti-bukti lain,” kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas di Jakarta, Kamis (4/10/2012) saat ditanya apakah ada indikasi ke arah keterlibatan Anas.
Ketua KPK , Abraham Samad, menyatakan bahwa penyelidikan kasus hambalang akan meningkat ke tahap penyidikan dalam beberapa hari ke depan. Walau tidak menyebutkan secara spesifik siapakah tersangka baru yang akan diungkapkan, tetapi nama Anas memiliki peluang besar untuk bisa naik menjadi tersangka. kemungkinan lain adalah Menpora Andi Malarangeng.
“ Tunggu saja tanggal mainnya. Ingat lagu Krisdayanti, tahu enggak lagunya ? Ya itu dia, Menghitung Hari,” kata Abraham, di Jakarta, Kamis (4/10/2012).
Nama Anas memang pantas diwacanakan untuk menjadi salah satu kandidat tersangka baru dalam kasus hambalang. Pemanggilan supir Anas adalah salah satu keterangan yang bisa dipakai oleh KPK untuk mengklarifikasi beberapa dugaan keterlibatan Anas. Selain tentu saja keterangan dari Nazaruddin dan isterinya, Neneng.
Jika benar Anas terlibat dan melakukan korupsi pada kasus hambalang, maka sebentar lagi kita akan melihat peristiwa tragis dan mengerikan. Apa itu ? Mayat tergantung di Monas. Mungkin jika ini benar terjadi, maka akan juga muncul film horor Indonesia berjudul Hantu Politikus Monas.
Ini hanyalah dugaan sementara dan bisa saja tidak terbukti. tetapi jika saya ditanya apakah lebih senang anas terbukti korupsi atau tidak, maka jawaban saya adalah tidak. karena kalau iya, maka kita harus membuat monumen nasional baru. Karena Monas yang sekarang akan menjadi angker dengan tergantungnya mayat Anas. Itu pun jika dia mau melaksanakan janjinya. Sekedar info, Anas mendukung revisi UU KPK.
Kepada para terduga tersangka sebuah kasus korupsi: Jangan asal-asalan mengucapkan sumpah, karena jika anda termakan sumpah, yang ada malah tragedi. Dengan kata lain, janganlah sok suci jika anda telah pernah melakukan tindak kriminal atau kejahatan – apalagi disertai sumpah segala, pasti fatal akibatnya. Ingat Tuhan gak pernah tidur – Dia pasti akan ‘mengingatkan’ sumpah anda itu suatu ketika.
Semoga Monas tidak bertambah lagi hantunya. Kalau mau gantung diri ya di Taman Lawang saja….Pasti meriah hantunya.
“ Berdasarkan petunjuk-petunjuk atau pernyataan-pernyataan yang ada memang seperti itu. Tapi petunjuk belum bisa disimpulkan sebagai bukti, harus disaturangkaikan dengan bukti-bukti lain,” kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas di Jakarta, Kamis (4/10/2012) saat ditanya apakah ada indikasi ke arah keterlibatan Anas.
Ketua KPK , Abraham Samad, menyatakan bahwa penyelidikan kasus hambalang akan meningkat ke tahap penyidikan dalam beberapa hari ke depan. Walau tidak menyebutkan secara spesifik siapakah tersangka baru yang akan diungkapkan, tetapi nama Anas memiliki peluang besar untuk bisa naik menjadi tersangka. kemungkinan lain adalah Menpora Andi Malarangeng.
“ Tunggu saja tanggal mainnya. Ingat lagu Krisdayanti, tahu enggak lagunya ? Ya itu dia, Menghitung Hari,” kata Abraham, di Jakarta, Kamis (4/10/2012).
Nama Anas memang pantas diwacanakan untuk menjadi salah satu kandidat tersangka baru dalam kasus hambalang. Pemanggilan supir Anas adalah salah satu keterangan yang bisa dipakai oleh KPK untuk mengklarifikasi beberapa dugaan keterlibatan Anas. Selain tentu saja keterangan dari Nazaruddin dan isterinya, Neneng.
Jika benar Anas terlibat dan melakukan korupsi pada kasus hambalang, maka sebentar lagi kita akan melihat peristiwa tragis dan mengerikan. Apa itu ? Mayat tergantung di Monas. Mungkin jika ini benar terjadi, maka akan juga muncul film horor Indonesia berjudul Hantu Politikus Monas.
Ini hanyalah dugaan sementara dan bisa saja tidak terbukti. tetapi jika saya ditanya apakah lebih senang anas terbukti korupsi atau tidak, maka jawaban saya adalah tidak. karena kalau iya, maka kita harus membuat monumen nasional baru. Karena Monas yang sekarang akan menjadi angker dengan tergantungnya mayat Anas. Itu pun jika dia mau melaksanakan janjinya. Sekedar info, Anas mendukung revisi UU KPK.
Kepada para terduga tersangka sebuah kasus korupsi: Jangan asal-asalan mengucapkan sumpah, karena jika anda termakan sumpah, yang ada malah tragedi. Dengan kata lain, janganlah sok suci jika anda telah pernah melakukan tindak kriminal atau kejahatan – apalagi disertai sumpah segala, pasti fatal akibatnya. Ingat Tuhan gak pernah tidur – Dia pasti akan ‘mengingatkan’ sumpah anda itu suatu ketika.
Semoga Monas tidak bertambah lagi hantunya. Kalau mau gantung diri ya di Taman Lawang saja….Pasti meriah hantunya.
Label:
Abraham Samad,
Anas Urbaningrum,
Andi Malarangeng,
B 15 UD,
Busyro Muqoddas,
Duta Motor,
Hambalang,
Harrier,
KPK,
Krisdayanti,
Monas,
Nazaruddin,
Partai Demokrat,
PT Adhi Karya,
PT Wijaya Karya,
Toyota,
tragis
Rabu, 13 Februari 2013
Hilang Jejaklah si Harrier Hitam Itu
Toyota Harrier hitam itu suatu kali disebut-sebut pernah bernomor polisi B 15 AUD, milik Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. Mobil yang dibeli pada November 2009 itu kini entah ada di mana. Padahal, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang kini terpidana kasus korupsi Wisma Atlet berkali-kali menegaskan, "STNK dan BPKB-nya atas nama Anas Urbaningrum."
Nazaruddin merasa yakin karena dia yang membelikannya dari uang pemberian PT Adhi Karya pada November 2009. Adhi memberikan duit tersebut terkait dengan proyek Hambalang.
Anas telah membantah tudingan bekas sohibnya itu melalui pengacaranya, Patra M. Zen, akhir tahun lalu. Patra bahkan menantang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan pemberian mobil tersebut dari Adhi Karya kepada kliennya. “Mana buktinya?” kata dia.
Polisi sendiri menyatakan Anas pernah memiliki mobil itu. Jelas disebutkan alamat kepemilikannya adalah Jalan Teluk Semangka C47 Duren Sawit, Jakarta Timur--kediaman Anas. Namun, polisi mengatakan bahwa pelat nomor mobil itu telah mengalami mutasi menjadi B 2170 H. “Pergantian nomor tersebut tercatat pada 14 Juli 2010,” kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, pada Juli tahun lalu.
Siapa pemegang nomor B 2170 H? Penelusuran lewat fasilitas layanan pesan pendek nomor 1717 mengatakan nomor polisi itu belum terdaftar. Namun, sumber Tempo membisikkan bahwa mobil yang dibeli dari sebuah dealer di Pecenongan, Jakarta Pusat, seharga Rp 670 juta itu sebenarnya berpindah tangan ke Arifiyani Cahyani. Saat dibeli Arifiyani itulah pelat nomor berganti dari B 15 AUD menjadi B 350 KTY.
Lagi-lagi, setelah ditelusuri, pelat nomor itu bukan milik Arifiyani, melainkan kepunyaan Wulansari Okti, warga Ciracas, Jakarta Timur. Mobil dengan nomor polisi tersebut juga bukan Toyota Harrier 2.4, tapi minibus dengan merek Mini Coop 1.6 Contryman AT.
Adapun Arifiyani tak diketahui rimbanya. Alamat yang tertera di Jalan Cempaka Baru VII, Kemayoran, Jakarta Pusat, ternyata rumah sewa milik orang lain. "Tidak ada di data kami warga bernama Arifiyani," kata Zulkarnaen, warga setempat yang ditemui pada Juli tahun lalu. Nah!
Nazaruddin merasa yakin karena dia yang membelikannya dari uang pemberian PT Adhi Karya pada November 2009. Adhi memberikan duit tersebut terkait dengan proyek Hambalang.
Anas telah membantah tudingan bekas sohibnya itu melalui pengacaranya, Patra M. Zen, akhir tahun lalu. Patra bahkan menantang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan pemberian mobil tersebut dari Adhi Karya kepada kliennya. “Mana buktinya?” kata dia.
Polisi sendiri menyatakan Anas pernah memiliki mobil itu. Jelas disebutkan alamat kepemilikannya adalah Jalan Teluk Semangka C47 Duren Sawit, Jakarta Timur--kediaman Anas. Namun, polisi mengatakan bahwa pelat nomor mobil itu telah mengalami mutasi menjadi B 2170 H. “Pergantian nomor tersebut tercatat pada 14 Juli 2010,” kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, pada Juli tahun lalu.
Siapa pemegang nomor B 2170 H? Penelusuran lewat fasilitas layanan pesan pendek nomor 1717 mengatakan nomor polisi itu belum terdaftar. Namun, sumber Tempo membisikkan bahwa mobil yang dibeli dari sebuah dealer di Pecenongan, Jakarta Pusat, seharga Rp 670 juta itu sebenarnya berpindah tangan ke Arifiyani Cahyani. Saat dibeli Arifiyani itulah pelat nomor berganti dari B 15 AUD menjadi B 350 KTY.
Lagi-lagi, setelah ditelusuri, pelat nomor itu bukan milik Arifiyani, melainkan kepunyaan Wulansari Okti, warga Ciracas, Jakarta Timur. Mobil dengan nomor polisi tersebut juga bukan Toyota Harrier 2.4, tapi minibus dengan merek Mini Coop 1.6 Contryman AT.
Adapun Arifiyani tak diketahui rimbanya. Alamat yang tertera di Jalan Cempaka Baru VII, Kemayoran, Jakarta Pusat, ternyata rumah sewa milik orang lain. "Tidak ada di data kami warga bernama Arifiyani," kata Zulkarnaen, warga setempat yang ditemui pada Juli tahun lalu. Nah!
Label:
14 Juli 2010,
Anas Urbaningrum,
Arifiyani Cahyani,
B 15 AUD,
B 2170 H,
bendahara,
BPKB,
Harrier Hitam,
hilang,
jejak,
Ketua Umum,
Nazaruddin,
November 2009,
Partai Demokrat,
Patra M. Zen,
PT Adhi Karya,
STNK,
Toyota
Langganan:
Postingan (Atom)