Banjir yang melanda ibukota membuat Mantan Presiden RI BJ Habibie angkat bicara. Ia memberikan ide khusus untuk menangani banjir Jakarta dengan lebih cepat sehingga tidak menjadi masalah yang menahun.
"Ini harus dikoordinasikan kepada pemerintah pusat, jangan nunggu sampai lama. Kalau saya jadi presiden, pasti saya sudah lakukan dalam penanganan banjir ini," jelas Habibie usai acara Wirausaha Mandiri Expo 2013 di Jakarta, Kamis (17/1/2013).
Menurut mantan Menteri Riset dan Teknologi, pencegahan banjir harus dilakukan dengan memperbaiki dari hulunya dulu yang berada di kawasan Puncak, Jawa Barat. Setelah itu baru memikirkan hilirnya.
"Tidak boleh memikirkan hilirnya saja, namun harus dipikirkan juga hulunya. Kita harus bendung, harus ada pemetaan air," ujarnya,
Dia juga berpendapat, penanganan banjir Jakarta tidak boleh hanya menjadi tanggung Jawa Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, pemerintah pusat harus turun untuk mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang bertahun-tahun menghantui Jakarta.
"Harus ada kerjasama antara pusat dan daerah untuk menangani banjir sehingga penanganannya bisa lebih tanggap kedepannya," papar dia.
Tampilkan postingan dengan label Pusat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pusat. Tampilkan semua postingan
Kamis, 17 Januari 2013
Habibie: Jika Saya Presiden, Saya Akan Tangani Banjir Lebih Cepat
Label:
banjir,
BJ Habibie,
cepat,
DKI,
Gubernur,
hilir,
hulu,
ibukota,
Jakarta,
jika,
Joko Widodo,
koordinasi,
mantan,
menahun,
pemerintah,
perbaiki,
Presiden,
Pusat,
tangani,
Wirausaha Mandiri Expo
Sabtu, 01 September 2012
Fatwa Sesat Aliran Dalam Islam Hanya Sah dan Diakui Bila Dikeluarkan MUI Pusat
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Surabaya menilai fatwa sesat aliran Syiah yang sudah dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sampang dan diperkuat MUI Jawa Timur sebagai fatwa yang melanggar kaidah pemberian fatwa atau tidak sah.
Ketua FKUB Surabaya, Imam Ghozali Said, mengatakan fatwa sesat terhadap sebuah aliran dalam Islam hanya sah dan diakui bila dikeluarkan oleh MUI Pusat. "Kebijakan terkait agama hanya bisa diambil oleh MUI Pusat. Level provinsi, apalagi kabupaten, tidak boleh mengambil alih kebijakan ini," kata Ghozali dalam keterangan pers di kantor FKUB, Jalan Menur Nomor 31 A Surabaya, Jumat, 31 Agustus 2012.
Ghozali mengatakan, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 juga merupakan peraturan yang salah. Peraturan itu menegaskan bahwa aliran yang dianggap sesat oleh MUI Jawa Timur dilarang disebarkan di Jawa Timur. “Peraturan ini salah karena soal keyakinan juga hanya bisa diputuskan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Menteri Agama,” kata Ghozali.
Fatwa sesat MUI dan Peraturan Gubernur Jawa Timur yang salah inilah, menurut dia, juga menjadi bagian dari pemicu konflik berdarah yang terjadi di Sampang pada Ahad, 26 Agustus 2012 silam.
Sekedar diketahui pada 21 Januari 2012 silam, MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa bernomor 01/SKF-MUI/JTM/I/2012 yang menguatkan fatwa sesat aliran Syiah yang sebelumnya sudah dikeluarkan MUI Sampang. Fatwa dari MUI Jawa Timur ini selanjutnya ditindak lanjuti oleh Gubernur Soekarwo dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2012. Peraturan Gubernur yang ditandatangani Soekarwo pada 23 Juli 2012 itu setidaknya melarang aliran apapun yang telah dianggap sesat oleh MUI Jawa Timur. (Baca: Hanya MUI Jawa Timur yang Teken Fatwa Syiah Sesat)
Mengenai konflik di Sampang sendiri, Ghozali menilai jika faktor intoleransi antara dua pemeluk keyakinan, yaitu Sunni dan Syiah, adalah pemicu utamanya. "Konflik keluarga itu hanya bumbu-bumbunya saja," kata pengajar sejarah kebudayaan Islam di Institut Agama Islam Negeri Surabaya ini.
Pemerintah didesak segera memulihkan kondisi Sampang serta menjaga perbedaan faham yang terjadi di daerah itu sehingga tak lagi berujung konflik. Apalagi, konflik di antara dua aliran yang terjadi di Sampang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2004 silam.
Menurut jejak sejarah, persoalan Syiah sudah muncul sejak wafatnya Rasulullah pada tahun 632 Masehi atau pada tahun 10 Hijriah lalu. Sejak saat itu, konflik di antara dua aliran ini sudah banyak memakan korban. Karena itu, FKUB mendesak konflik di Sampang ini segera diredakan dengan cara pemberian jaminan keamanan di antara pemeluk keyakinan.
Ketua FKUB Surabaya, Imam Ghozali Said, mengatakan fatwa sesat terhadap sebuah aliran dalam Islam hanya sah dan diakui bila dikeluarkan oleh MUI Pusat. "Kebijakan terkait agama hanya bisa diambil oleh MUI Pusat. Level provinsi, apalagi kabupaten, tidak boleh mengambil alih kebijakan ini," kata Ghozali dalam keterangan pers di kantor FKUB, Jalan Menur Nomor 31 A Surabaya, Jumat, 31 Agustus 2012.
Ghozali mengatakan, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 juga merupakan peraturan yang salah. Peraturan itu menegaskan bahwa aliran yang dianggap sesat oleh MUI Jawa Timur dilarang disebarkan di Jawa Timur. “Peraturan ini salah karena soal keyakinan juga hanya bisa diputuskan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Menteri Agama,” kata Ghozali.
Fatwa sesat MUI dan Peraturan Gubernur Jawa Timur yang salah inilah, menurut dia, juga menjadi bagian dari pemicu konflik berdarah yang terjadi di Sampang pada Ahad, 26 Agustus 2012 silam.
Sekedar diketahui pada 21 Januari 2012 silam, MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa bernomor 01/SKF-MUI/JTM/I/2012 yang menguatkan fatwa sesat aliran Syiah yang sebelumnya sudah dikeluarkan MUI Sampang. Fatwa dari MUI Jawa Timur ini selanjutnya ditindak lanjuti oleh Gubernur Soekarwo dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2012. Peraturan Gubernur yang ditandatangani Soekarwo pada 23 Juli 2012 itu setidaknya melarang aliran apapun yang telah dianggap sesat oleh MUI Jawa Timur. (Baca: Hanya MUI Jawa Timur yang Teken Fatwa Syiah Sesat)
Mengenai konflik di Sampang sendiri, Ghozali menilai jika faktor intoleransi antara dua pemeluk keyakinan, yaitu Sunni dan Syiah, adalah pemicu utamanya. "Konflik keluarga itu hanya bumbu-bumbunya saja," kata pengajar sejarah kebudayaan Islam di Institut Agama Islam Negeri Surabaya ini.
Pemerintah didesak segera memulihkan kondisi Sampang serta menjaga perbedaan faham yang terjadi di daerah itu sehingga tak lagi berujung konflik. Apalagi, konflik di antara dua aliran yang terjadi di Sampang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2004 silam.
Menurut jejak sejarah, persoalan Syiah sudah muncul sejak wafatnya Rasulullah pada tahun 632 Masehi atau pada tahun 10 Hijriah lalu. Sejak saat itu, konflik di antara dua aliran ini sudah banyak memakan korban. Karena itu, FKUB mendesak konflik di Sampang ini segera diredakan dengan cara pemberian jaminan keamanan di antara pemeluk keyakinan.
Label:
aliran,
bumbu,
fatwa,
FKUB,
IAIN,
Imam Ghozali Said,
Islam,
Jawa Timur,
keluarga,
konflik,
MUI,
PerGub Jatim No 55 Th 2012,
Pusat,
Sampang,
sesat,
Sunni,
Surabaya,
Syiah
Langganan:
Postingan (Atom)