Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada, Hifdzil Alim menyatakan banyaknya usulan perubahan yang diajukan partai-partai dalam daftar Inventaris masalah RUU KUHP dan KUHAP tak wajar. “Ada unsur balas dendam partai,” kata Hifdzil saat dihubungi, Rabu, 19 februari 2014.
Menurut Hifdzil dari seribuan lebih perubahan yang diajukan dalam DIM, Partai Keadilan Sejahtera merupakan yang paling banyak mengajukan. Dia menduga hal ini lantaran partai ingin melindungi sejumlah kadernya. “Ini adalah operasi terselubung melawan pemberantasan korupsi melalui konstitusi.”
Bila dillihat sejumlah perubahan yang diajukan PKS, Hifzil menilai ada upaya partai dakwah itu melindungi citra dan kepentingan kadernya. Sebelumnya PKS pernah punya pengalaman buruk dengan ditangkapnya presiden partai akibat terlibat korupsi. Saat itu, PKS menilai KPK berlaku sewenang-wenang dan telah merugikan partai. Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label Dinilai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dinilai. Tampilkan semua postingan
Kamis, 20 Februari 2014
Sabtu, 31 Agustus 2013
Dinilai Lecehkan DPRD, Ahok: Saya Tantang Presiden Pecat Saya!
Jakarta : Fraksi PPP mengirim surat kepada pimpinan DPRD DKI terkait pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dinilai melecehkan institusi DPRD.
Menanggapi hal itu, Ahok pun menantang Fraksi PPP untuk menyampaikan surat langsung kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memecat dirinya sebagai wakil gubernur.
"Kalau gitu, saya tantang Presiden suruh pecat saya. Saya demen tuh yang kayak gitu. Sampaikan aja PPP kirim surat ke Mendagri, ke Presiden bilang mau memecat Ahok dari Wagub DKI. Bagus dong kalau dipecat. Iya nggak?" tegas mantan Bupati Belitung Timur itu di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (30/8/2013). Selanjutnya *
Menanggapi hal itu, Ahok pun menantang Fraksi PPP untuk menyampaikan surat langsung kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memecat dirinya sebagai wakil gubernur.
"Kalau gitu, saya tantang Presiden suruh pecat saya. Saya demen tuh yang kayak gitu. Sampaikan aja PPP kirim surat ke Mendagri, ke Presiden bilang mau memecat Ahok dari Wagub DKI. Bagus dong kalau dipecat. Iya nggak?" tegas mantan Bupati Belitung Timur itu di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (30/8/2013). Selanjutnya *
Debat di Instagram, Ani Yudhoyono Dinilai Sensitif
Jakarta - Ahli komunikasi dari Universitas Indonesia, Ade Armando, menilai sikap Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam menggunakan akun jejaring sosial Instagram, belum matang. Hal ini tercermin dari dihapusnya beberapa komentar negatif yang ada di Instagram.
Menurut Ade, Ani Yudhoyono terlalu sensitif dalam menanggapi komentar di dalam foto Instagram tersebut. "Memang dalam di dunia sosial media yang semakin terbuka, dibutuhkan kedewasaan dalam menanggapi dan mengelola sebuah pendapat," ujar dia ketika dihubungi Tempo, Senin, 26 Agustus 2013. Selanjutnya *
Menurut Ade, Ani Yudhoyono terlalu sensitif dalam menanggapi komentar di dalam foto Instagram tersebut. "Memang dalam di dunia sosial media yang semakin terbuka, dibutuhkan kedewasaan dalam menanggapi dan mengelola sebuah pendapat," ujar dia ketika dihubungi Tempo, Senin, 26 Agustus 2013. Selanjutnya *
Label:
Ade Armando,
Ahli komunikasi,
Ani Yudhoyono,
belum matang,
Debat,
dihapusnya,
Dinilai,
Instagram,
kedewasaan,
komentar negatif,
sensitif,
Universitas Indonesia
Rabu, 28 Agustus 2013
Jika Jadi Capres, Jokowi Dinilai Tak Terbendung
Jakarta - Direktur Riset Charta Politica Indonesia, Yunarto Wijaya, mengatakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi memiliki kans terbesar memenangi kursi RI 1 pada pemilihan presiden 2014.
"Trennya paling baik saat ini. Kalau tidak ada perubahan cukup besar, Jokowi tidak terbendung," kata Yunarto Wijaya, Senin, 26 Agustus 2013. Meski begitu, Yunarto membenarkan keputusan pencalonan itu sangat bergantung pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Puan Maharani menjelaskan, hingga kini, PDI Perjuangan belum menentukan calon presiden yang akan diusung oleh partai berlambang banteng itu. Yang akan menentukan tokohnya, menurut Puan, adalah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Selanjutnya *
"Trennya paling baik saat ini. Kalau tidak ada perubahan cukup besar, Jokowi tidak terbendung," kata Yunarto Wijaya, Senin, 26 Agustus 2013. Meski begitu, Yunarto membenarkan keputusan pencalonan itu sangat bergantung pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Puan Maharani menjelaskan, hingga kini, PDI Perjuangan belum menentukan calon presiden yang akan diusung oleh partai berlambang banteng itu. Yang akan menentukan tokohnya, menurut Puan, adalah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Selanjutnya *
Label:
capres,
Charta Politica Indonesia,
Dinilai,
Gubernur DKI Jakarta,
Jadi,
jika,
Joko Widodo,
Jokowi,
PDIP,
Puan Maharani,
Tak Terbendung,
Yunarto Wijaya
Kamis, 20 Juni 2013
SBY Dinilai Terlalu Gemar Terima Penghargaan
JAKARTA - Meskipun diprotes sejumlah kalangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya menerima penghargaan 2013 World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation (AoCF) di Garden Foyer, Hotel The Pierre, New York, Amerika Serikat, Jumat (31/5/2013), waktu Indonesia.
Ketua Setara Institute Hendardi dalam rilisnya mengatakan memberi dan menerima itu adalah hak dan jelas tidak bisa dihalang-halangi.
"Namun, sebagai pejabat publik, di mana penghargaan tersebut berhubungan dengan kinerjanya sebagai Presiden RI, SBY semestinya tidak terlalu mudah menerima sebuah penghargaan," kata Hendardi.
Menurut dia penghargaan diperoleh SBY tidak berbanding lurus dengan kinerja yang dilakukannya terkait pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan justru telah mencoreng wajah Indonesia.
Dia menilai SBY terlalu gemar menerima penghargaan inilah yang harus menjadi bahan koreksi dan introspeksi para pejabat publik.
"Penghargaan tersebut tidak akan banyak manfaat untuk Indonesia dan diplomasi politik luar negeri Indonesia," kata dia.
Menurut Hendardi ini justru merupakan tamparan bagi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kelompok minoritas lainnya.
"Kekhawatiran justru muncul, bahwa penghargaan ini akan menjadi alat proteksi bagi SBY atas kelemahan kinerjanya dalam pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan dan pemajuan HAM pada umumnya," kata Hendardi.
Ketua Setara Institute Hendardi dalam rilisnya mengatakan memberi dan menerima itu adalah hak dan jelas tidak bisa dihalang-halangi.
"Namun, sebagai pejabat publik, di mana penghargaan tersebut berhubungan dengan kinerjanya sebagai Presiden RI, SBY semestinya tidak terlalu mudah menerima sebuah penghargaan," kata Hendardi.
Menurut dia penghargaan diperoleh SBY tidak berbanding lurus dengan kinerja yang dilakukannya terkait pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan justru telah mencoreng wajah Indonesia.
Dia menilai SBY terlalu gemar menerima penghargaan inilah yang harus menjadi bahan koreksi dan introspeksi para pejabat publik.
"Penghargaan tersebut tidak akan banyak manfaat untuk Indonesia dan diplomasi politik luar negeri Indonesia," kata dia.
Menurut Hendardi ini justru merupakan tamparan bagi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kelompok minoritas lainnya.
"Kekhawatiran justru muncul, bahwa penghargaan ini akan menjadi alat proteksi bagi SBY atas kelemahan kinerjanya dalam pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan dan pemajuan HAM pada umumnya," kata Hendardi.
Label:
beragama,
berbanding lurus,
berkeyakinan,
Dinilai,
Gemar,
HAM,
Hendardi,
introspeksi,
kinerja,
korban,
koreksi,
penghargaan,
proteksi,
SBY,
Setara Institute,
tamparan,
Terima,
Terlalu,
World Statesman Award
Langganan:
Postingan (Atom)