Nelson Mandela dan batik bagaikan dua hal yang tak terpisahkan.
Hampir di segala kesempatan, baik suasana santai maupun resmi, presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan itu kerap terlihat mengenakan batik.
Bahkan, ketika melakukan kunjungan kenegaraan dan bertemu para pemimpin dunia, Mandela dengan bangga mengenakan kemeja batik khas Indonesia.
Seperti saat ia bertemu Ratu Elizabeth II atau George W. Bush beberapa tahun lalu. Termasuk saat bertemu Soeharto pada tahun 1997. Saat itu, Mandela mengenakan batik, sementara Soeharto malah tampil bergaya kebarat-baratan dalam balutan setelan jas.
Ya, pencetus gerakan anti apartheid dan pembela hak asasi ini seperti duta batik dunia. Ia "mempromosikan" batik Indonesia ke seluruh dunia.
Cukup ironis, di saat batik dikucilkan di negeri asalnya, penerima Nobel perdamain itu justru bangga berbatik.
Menurut BBC Indonesia, perkenalan Mandela dengan batik bermula saat ia berkunjung ke Indonesia pada tahun 1990 atau beberapa bulan setelah dia keluar dari penjara di Pulau Roben, penjara yang menjadi rumahnya selama 27 tahun.
Mandela yang saat itu menjabat sebagai presiden Kongres Afrika Selatan menerima cinderamata berupa batik. Seperti jatuh cinta pada pandangan pertama, sejak itu Mandela kerap mengenakan batik.
Diketahui, koleksi batik sang Madiba, panggilan akrab Mandela, didominasi kemeja batik rancangan maestro batik Iwan Tirta.
Belakangan, muncul istilah Madiba shirt atau kemeja Madiba untuk menyebut busana yang kerap dikenakan Mandela.
Kini sang duta batik itu telah tiada. Mandela tutup usia pada umur 95 tahun, Kamis (5/12/2013), di Johannesburg, karena infeksi paru yang tak kunjung sembuh.
"Bangsa ini telah kehilangan putra terbaiknya. Beliau kini sudah beristirahat dengan tenang," ujar Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma saat mengumumkan berita duka itu.
Selamat jalan Nelson Mandela. Sumber *
Tampilkan postingan dengan label batik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label batik. Tampilkan semua postingan
Minggu, 08 Desember 2013
Nelson Mandela dan Batik
Label:
Afrika Selatan,
anti apartheid,
batik,
George W. Bush,
Iwan Tirta,
kulit hitam,
mempromosikan,
Nelson Mandela,
Nobel perdamain,
pembela hak asasi,
pertama,
Presiden,
Ratu Elizabeth II,
sang Madiba,
Soeharto
Senin, 09 September 2013
Wuih, Batik RI Laris Manis di Cina
NANNING---Promosi perdagangan China Asean Expo (CAEXPO) ke-10 di Nanning, Ibu Kota Propinsi Guangxi, China, berlangsung 3-6 September 2013 menjadi saksi bahwa masyarakat China ternyata suka batik Indonesia.
Hal itu dikemukakan oleh Nelty Fariza, Direktur Batik dan Handicraft of Banten Etnik dan Cipta Aditya, Brand Manager Batik Muda, di lokasi pameran CAEXPO ke-10 di Nanning, China. "Hasil penjualan kami sangat bagus. Tiga hari pameran sudah mendapatkan Rp 32 juta, dan hari ini adalah hari pameran terakhir yang akan jauh lebih ramai karena masyarakat umum gratis masuk lokasi pameran," kata Nelty.
Menurut dia, produk batiknya disukai karena motif batik Banten dan Tangerang Selatan mengadopsi etnis China Banteng yang banyak tinggal di Tangerang sehingga disukai oleh masyarakat China. "Bahkan saya sudah mendapatkan pembeli dari Beijing dan Myanmar yang akan membeli dan memasarkan di jaringan toko mereka," kata Nelty yang juga menjual topi, kain, sepatu bermotifkan dan desain etnik Banten. Selanjutnya *
Hal itu dikemukakan oleh Nelty Fariza, Direktur Batik dan Handicraft of Banten Etnik dan Cipta Aditya, Brand Manager Batik Muda, di lokasi pameran CAEXPO ke-10 di Nanning, China. "Hasil penjualan kami sangat bagus. Tiga hari pameran sudah mendapatkan Rp 32 juta, dan hari ini adalah hari pameran terakhir yang akan jauh lebih ramai karena masyarakat umum gratis masuk lokasi pameran," kata Nelty.
Menurut dia, produk batiknya disukai karena motif batik Banten dan Tangerang Selatan mengadopsi etnis China Banteng yang banyak tinggal di Tangerang sehingga disukai oleh masyarakat China. "Bahkan saya sudah mendapatkan pembeli dari Beijing dan Myanmar yang akan membeli dan memasarkan di jaringan toko mereka," kata Nelty yang juga menjual topi, kain, sepatu bermotifkan dan desain etnik Banten. Selanjutnya *
Selasa, 12 Februari 2013
Gaya Ibas Ber-Paripurna, Absensi Diantar Setjen Terus Pergi
Biasanya, sebelum rapat paripurna DPR dimulai, maka anggota DPR akan sibuk mendatangi meja yang terdapat di depan ruang sidang untuk menandatangani presensi. Namun hal itu tak berlaku bagi anggota Komisi I DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Dia tak perlu repot, sebab presensi akan dibawakan oleh petugas Setjen DPR ke hadapannya.
Seperti yang terlihat menjelang sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2013) hari ini. Sementara anggota DPR yang lain menandatangani presensi di meja depan ruang sidang, seorang petugas Setjen DPR bersama paspampres membawa lembar presensi yang terdapat nama Ibas ke pintu samping ruang sidang.
Di balik pintu, Ibas yang mengenakan batik dominan warna coklat telah menunggu untuk menandatangani presensi. Setelah tanda tangan, bukannya ikut rapat, Ibas bersama pengawalnya lalu meninggalkan ruang sidang.
Ibas keluar melalui pintu darurat yang ada di samping ruang sidang paripurna. Sebelumnya dia juga datang melalui pintu yang sama. Cara Ibas datang dan pergi dari DPR memang berbeda dengan anggota lainnya, dia tak menaiki eskalator, namun menggunakan pintu darurat.
"Nanti aja ya Mas," kata Ibas ketika akan ditanya soal penandatanganan presensi sambil berlalu menuju pintu darurat.
Tidak diketahui apakah Ibas baru kali ini bergaya seperti itu dalam paripurna. Ibas enggan berkomentar soal ini.
Seperti yang terlihat menjelang sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2013) hari ini. Sementara anggota DPR yang lain menandatangani presensi di meja depan ruang sidang, seorang petugas Setjen DPR bersama paspampres membawa lembar presensi yang terdapat nama Ibas ke pintu samping ruang sidang.
Di balik pintu, Ibas yang mengenakan batik dominan warna coklat telah menunggu untuk menandatangani presensi. Setelah tanda tangan, bukannya ikut rapat, Ibas bersama pengawalnya lalu meninggalkan ruang sidang.
Ibas keluar melalui pintu darurat yang ada di samping ruang sidang paripurna. Sebelumnya dia juga datang melalui pintu yang sama. Cara Ibas datang dan pergi dari DPR memang berbeda dengan anggota lainnya, dia tak menaiki eskalator, namun menggunakan pintu darurat.
"Nanti aja ya Mas," kata Ibas ketika akan ditanya soal penandatanganan presensi sambil berlalu menuju pintu darurat.
Tidak diketahui apakah Ibas baru kali ini bergaya seperti itu dalam paripurna. Ibas enggan berkomentar soal ini.
Kamis, 25 Oktober 2012
Nilai Sepuluh Untuk Pidato Jokowi Pada Hari Kesepuluh
Gubernur DKI Jakarta Jokowi untuk pertama kalinya mengumpulkan para wali kota, bupati, 44 camat dan 267 lurah se-Jakarta. Jokowi memberi wejangan tentang perlunya perubahan birokrasi sebagai abdi pelayan masyarakat.
Wejangan Jokowi disampaikan di Balai Agung Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2012). Semua hadirin mengenakan batik, tak terkecuali Jokowi yang berkemeja batiklengan panjang warna coklat.
Berikut pidato tanpa teks Jokowi tersebut:
Saya minta tersenyum semuanya. Jangan tegang. Saya lihat tegang semuanya. Saya tidak akan marah hari ini. Camat dan Lurah adalah partner saya. Rekan kerja saya yang berada di front paling depan yang berhubungan dengan masyarakat. Sehingga saya minta semuanya nanti mempunyai visi, budaya kerja, dan budaya pelayanan yang sama.
Saya tidak ingin bicara banyak. Yang kemarin (sidak-red) saya nggak ada urus. Sudahlah. Tapi ke depan, saya pengin semuanya punya visi yang sama. Jadi jangan takut yang kemarin saya kunjungi jadi nggak nyenyak tidur. Tidurlah yang nyenyak, nggak ada. (Hadirin tertawa kecil-red).
Saya lihat di kelurahan dan kecamatan (Jokowi memperlihatkan foto-foto hasil kunjungannya dengan Infocus-red) banyak ruangan yang tertutup. Pakai sistem loket sudah 200 tahun ketinggalan. Coba lihat tempat pelayanan di bank. Nggak ada yang pakai loket, semuanya open, terbuka. Jadi kalau memang jam 07.30 sudah buka, mestinya harus sudah siap melayani.
Kemudian ada tempat pelayanan yang campur-campur. Mulailah dibersihkan sehingga menjadi tempat yang nyaman. Kalau ada anggaran tahun sekarang, kita bangun sekarang. Tapi kalau belum, mulailah didesain supaya nanti menjadi tempat yang nyaman.
Saya kemarin nyoba mau buat KTP, saya nunggunya di mana? Hanya ada satu kursi, dua kursi. Kalau ada yang lain, antrenya di mana, apa harus duduk di lantai? Kita ini melayani masyarakat. Mereka itu ibaratnya konsumen. Harus dilayani seperti raja.
Ke depan, tata ruang di kelurahan, kecamatan, walikota, semua wilayah, bupati, semuanya tempat pelayanan itu kayak bank, terbuka. Tempat duduknya yang dilayani justru harus enak. Tolong Pak Lurah, Bu Lurah, Pak Camat dan Bu Camat, beritahu mereka, kalau masyarakat datang, beri ucapan selamat pagi. Kalau siang, selamat siang. Ini melayani.
Jangan yang ada di front depan, sudah tehnya nggak enak, nggak ngucapin salam, merengut. Makanya pasang yang cantik di depan. Ini tempat pelayanan, budaya itu harus diubah. Saya yakin SDM di DKI ini luar biasa bagus. Luar biasa bagus.
Kita punya recource SDM yang baik. Kita cuma ingin mengubah dari pola lama ke pola yang baru. Dan saya yakin semuanya sanggup untuk itu. Gimana sanggup nggak? (hadirin menjawab sangguup!-red). Saya tunggu tanggal mainnya.
Untuk tempat ngantre buatkan sofa yang bagus. Niru bank-lah. Ada gambar tata ruang yang sama, di seluruh kelurahan dan kecamatan sehingga kelihatan bahwa kita sedang berubah sistem pelayanan. Kalau perlu yang di depan pakai pakaian khusus, jas dasi. Kalau perlu beli air conditioner. Orang nunggu 1 jam juga enak. Ini yang harus kita ubah.
Pada hari ini saya ingin menyampaikan ini saja. Saya kira semuanya sudah paham apa yang diinginkan. Jadi jangan kira saya datang ke kelurahan, kecamatan, walikota, hanya hari itu saja. Tidak. Setiap hari saya akan datang ke tempat pelayanan. Baik puskesmas, kelurahan, kecamatan, dan jangan kaget saya bisa datang pagi. Datang sore juga. Jam berapa habis kerja? (Ada yang menjawab jam empat!-red). Jam empat di sana pas akhir.
Saya datang juga tidak mau marah-marah. Hanya dolan saja, main saja. Paling kalau ada yang tidak beres, saya catat. Tapi yang kemarin saya tidak catat. Nggak akan saya tulis apa-apa. Ke depan, mesti saya bawa catatan. Itu rapor. Rapor itu perlu.
Saya dolan ke Pak Lurah, Bu Lurah, senang nggak? (Hadirin menjawab: Senaaang-red)
Saya dolan aja kok.
Wejangan Jokowi disampaikan di Balai Agung Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2012). Semua hadirin mengenakan batik, tak terkecuali Jokowi yang berkemeja batiklengan panjang warna coklat.
Berikut pidato tanpa teks Jokowi tersebut:
Saya minta tersenyum semuanya. Jangan tegang. Saya lihat tegang semuanya. Saya tidak akan marah hari ini. Camat dan Lurah adalah partner saya. Rekan kerja saya yang berada di front paling depan yang berhubungan dengan masyarakat. Sehingga saya minta semuanya nanti mempunyai visi, budaya kerja, dan budaya pelayanan yang sama.
Saya tidak ingin bicara banyak. Yang kemarin (sidak-red) saya nggak ada urus. Sudahlah. Tapi ke depan, saya pengin semuanya punya visi yang sama. Jadi jangan takut yang kemarin saya kunjungi jadi nggak nyenyak tidur. Tidurlah yang nyenyak, nggak ada. (Hadirin tertawa kecil-red).
Saya lihat di kelurahan dan kecamatan (Jokowi memperlihatkan foto-foto hasil kunjungannya dengan Infocus-red) banyak ruangan yang tertutup. Pakai sistem loket sudah 200 tahun ketinggalan. Coba lihat tempat pelayanan di bank. Nggak ada yang pakai loket, semuanya open, terbuka. Jadi kalau memang jam 07.30 sudah buka, mestinya harus sudah siap melayani.
Kemudian ada tempat pelayanan yang campur-campur. Mulailah dibersihkan sehingga menjadi tempat yang nyaman. Kalau ada anggaran tahun sekarang, kita bangun sekarang. Tapi kalau belum, mulailah didesain supaya nanti menjadi tempat yang nyaman.
Saya kemarin nyoba mau buat KTP, saya nunggunya di mana? Hanya ada satu kursi, dua kursi. Kalau ada yang lain, antrenya di mana, apa harus duduk di lantai? Kita ini melayani masyarakat. Mereka itu ibaratnya konsumen. Harus dilayani seperti raja.
Ke depan, tata ruang di kelurahan, kecamatan, walikota, semua wilayah, bupati, semuanya tempat pelayanan itu kayak bank, terbuka. Tempat duduknya yang dilayani justru harus enak. Tolong Pak Lurah, Bu Lurah, Pak Camat dan Bu Camat, beritahu mereka, kalau masyarakat datang, beri ucapan selamat pagi. Kalau siang, selamat siang. Ini melayani.
Jangan yang ada di front depan, sudah tehnya nggak enak, nggak ngucapin salam, merengut. Makanya pasang yang cantik di depan. Ini tempat pelayanan, budaya itu harus diubah. Saya yakin SDM di DKI ini luar biasa bagus. Luar biasa bagus.
Kita punya recource SDM yang baik. Kita cuma ingin mengubah dari pola lama ke pola yang baru. Dan saya yakin semuanya sanggup untuk itu. Gimana sanggup nggak? (hadirin menjawab sangguup!-red). Saya tunggu tanggal mainnya.
Untuk tempat ngantre buatkan sofa yang bagus. Niru bank-lah. Ada gambar tata ruang yang sama, di seluruh kelurahan dan kecamatan sehingga kelihatan bahwa kita sedang berubah sistem pelayanan. Kalau perlu yang di depan pakai pakaian khusus, jas dasi. Kalau perlu beli air conditioner. Orang nunggu 1 jam juga enak. Ini yang harus kita ubah.
Pada hari ini saya ingin menyampaikan ini saja. Saya kira semuanya sudah paham apa yang diinginkan. Jadi jangan kira saya datang ke kelurahan, kecamatan, walikota, hanya hari itu saja. Tidak. Setiap hari saya akan datang ke tempat pelayanan. Baik puskesmas, kelurahan, kecamatan, dan jangan kaget saya bisa datang pagi. Datang sore juga. Jam berapa habis kerja? (Ada yang menjawab jam empat!-red). Jam empat di sana pas akhir.
Saya datang juga tidak mau marah-marah. Hanya dolan saja, main saja. Paling kalau ada yang tidak beres, saya catat. Tapi yang kemarin saya tidak catat. Nggak akan saya tulis apa-apa. Ke depan, mesti saya bawa catatan. Itu rapor. Rapor itu perlu.
Saya dolan ke Pak Lurah, Bu Lurah, senang nggak? (Hadirin menjawab: Senaaang-red)
Saya dolan aja kok.
Jumat, 07 September 2012
Helm Batik Ala Taufik Taroji (Banyu Urip, Pekalongan)
Setelah bosan membatik di atas kain, seorang pria di Pekalongan, Jawa Tengah memilih untuk membatik helm. Di rumahnya yang sederhana di Banyu Urip, Pekalongan, Jawa Tengah, Taufik Taroji mampu menyelesaikan sekitar 20 helm batik setiap bulannya.
Video
Video
Langganan:
Postingan (Atom)