Tampilkan postingan dengan label janji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label janji. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Desember 2012

Bupati Aceng Akhirnya Dilengserkan DPRD Garut

Hampir semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut sepakat akan melengserkan Bupati Aceng Fikri dari jabatannya. Aceng dinilai melakukan pelanggaran etika, sumpah janji jabatan, dan perundang-undangan.

Pendapat para wakil rakyat ini akan dituangkan dalam pandangan umum fraksi terhadap hasil penyelidikan pansus skandal pernikahan Bupati Aceng, pada Jumat, 21 Desember 2012.

"Tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan Bupati Aceng dari jabatannya," kata Wakil Ketua DRPD Garut dari PDIP, Dedi Hasan Bachtiar, Kamis, 20 Desember 2012.

Pendapat senada dilontarkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Garut. Mereka mengaku telah siap untuk melengserkan Bupati Aceng. "Kita sudah lebih siap, dari awal kita juga yang pertama mengusulkan pembentukan pansus," ujar Ketua Fraksi PKS, Wawan Kurnia.

Menurut anggota dewan yang enggan disebutkan namanya menyatakan dari delapan fraksi yang ada di DPRD Garut, hanya dua fraksi yang berpihak kepada Bupati Aceng. Salah satunya yakni fraksi Partai Amanat Nasional. "Mereka itu (Fraksi PAN) sudah masuk angin," ujarnya.

Jumat, 21 September 2012

AM Fatwa: Jokowi Memiliki Karakter Kepemimpinan Mirip Ali Sadikin

Anggota DPD RI asal DKI Jakrta, AM Fatwa menilai Joko Widodo (Jokowi) memiliki karakter kepemimpinan yang mirip seperti mantan gubernur DKI Jakarta era 70an, Ali Sadikin. Fatwa mengatakan keduanya sama-sama senang turun langsung ke masyarakat.

"Mirip, Pak Ali Sadikin kan juga suka turun ke lapangan daripada bekerja di kantor," ujar AM Fatwa dalam talkshow DPD RI Perspektif Indonesia: Kejutan Pemilu Kada DKI Jakarta dan Harapan Baru, di ruang press room DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat (21/9/2012).

AM Fatwa menyebut, kemiripan lain antara Jokowi dan Ali Sadikin adalah keduanya kerap mengunjungi gang-gang sempit di perkampungan padat penduduk.

"Jokowi masuk gang-gang, setelah jadi gubernur dia juga masuk gang. Kalau di kantor kan ada pegawainya. Ali Sadikin juga begitu, surat-surat dibawanya ke rumah," lanjutnya.

Selanjutnya, AM Fatwa juga menilai Jakarta lebih membutuhkan orang yang berasal dari luar Jakarta. Ali Sadikin dan Sutiyoso menjadi contoh pemimpin Jakarta yang sukses dan tidak berasal dari dalam Jakarta.

"Ali Sadikin dan Sutiyoso kan orang luar yang perbaiki. Kalau orang dalam itu malah terpenjara dalam masalah yang sudah ada," tuturnya.
Selain disebut mempunyai kemiripan dengan Ali Sadikin, AM Fatwa juga percaya bahwa Jokowi dapat merealisasikan janji-janjinya selama masa kampanye. Dia menilai Jokowi sudah menunjukkan hal tersebut selama memimpin kota Solo.

"Saya percaya, karena dia sudah melakukannya di Solo," terang AM Fatwa.

AM Fatwa juga mengatakan bahwa Jokowi dan Ahok punya tugas berat yakni menangani warisan sistem birokrasi. Namun dia mengaku yakin bahwa Jokowi akan berhasil melakukan perubahan birokrasi di Jakarta dalam waktu satu tahun.

"Satu tahun saya yakin mereka bisa benahi. Jokowi kita lihat ketulusannya mendekati orang kecil. Jokowi pasti bisa dengan prestasi yang kita lihat. Walau tak bisa dibandingkan Solo dan Jakarta, tapi saya yakin Jokowi bisa," tuturnya.

Salah seorang pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menitipkan pesan kepada Jokowi.

"Jangan takut berbuat karana takut salah, takutlah kalau salah," pungkasnya.

Senin, 13 Agustus 2012

Testimoni Klinik Tradisional China Menyalahi Peraturan Permenkes Nomor 1.787 Tahun 2012 & UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

JAKARTA — "Selama 12 tahun saya menderita kencing manis, dan sudah berobat ke mana-mana juga tidak sembuh. Sampai terkena komplikasi gagal ginjal, dan seluruh tubuh saya membengkak. Kemudian saya berobat ke klinik ********, hanya dengan 3 kali pengobatan, diabetes dan gagal ginjal saya teratasi. Sekarang, saya bisa melakukan pekerjaan dengan normal kembali."

Kutipan testimoni tersebut belakangan ini mungkin sangat akrab di telinga Anda. Iklan kesaksian pasien itu gencar ditayangkan di layar kaca. Anda juga mungkin mengetahuinya dari situs jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter. Maklum, kini banyak orang keranjingan menjadikan testimoni ini sebagai bahan olok-olokan. Anda juga mungkin kerap tertawa menyimak bagaimana orang memarodikan testimoni iklan tersebut. Namun, bagi kalangan medis, iklan testimoni ini jauh dari kesan lucu, malah bisa menyesatkan.

Betapa tidak, iklan berisi testimoni ini menawarkan janji dan jaminan kesembuhan, serta ditayangkan oleh televisi nasional secara berulang-ulang. Secara psikologis, testimoni ini dapat menimbulkan rasa ingin tahu masyarakat untuk mencoba. Dengan janji dan jaminan sembuh 100 persen, mereka yang sakit akan tergerak berobat ke klinik seperti ini. Pada gilirannya, iklan testimoni ini justru berpotensi merugikan masyarakat baik dari sisi finansial, psikis, maupun kondisi kesehatannya.

Seperti diungkapkan pengamat kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia Prof dr Hasbullah Thabrany, iklan kesaksian pasien yang diusung klinik-klinik pengobatan alternatif, baik traditional chinese medicine (TCM) maupun klinik tradisional lainnya, belum dapat menyajikan fakta-fakta ilmiah sehingga cenderung berpotensi menyesatkan masyarakat.

"Iklan testimoni itu tidak bisa mewakili bukti ilmiah. Kalau mereka bisa menyodorkan hasil berdasar riset, misalnya berapa ratus pakai obat itu untuk mengatasi kanker dan tidak pakai obat lain ternyata sembuh, ya boleh silakan, kita dukung. Kalau belum, lalu diiklankan besar-besaran di televisi itu sangat menyesatkan," kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia itu saat ditemui di Jakarta, pertengahan pekan lalu.

Iklan testimoni ini juga dinilai telah menyalahi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1.787 Tahun 2012. Berdasarkan Permenkes yang mengatur iklan dan publikasi pelayanan kesehatan itu dinyatakan bahwa masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan perlu diberi perlindungan dari informasi berupa iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang menyesatkan. Permenkes ini mengandung arti setiap iklan dan publikasi layanan kesehatan harus memuat informasi yang didasarkan atas data berbasis fakta ilmiah, edukatif, serta memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat.

Tak hanya melanggar Permenkes, iklan testimoni pengobatan alternatif tersebut juga dinilai melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Seperti diungkapkan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta, iklan testimoni sulit dipertanggungjawabkan.

Menurutnya, tak ada penyakit kronis seperti gagal ginjal atau kanker dapat sembuh secara total hanya dengan melakukan terapi dalam waktu singkat. "Logikanya, mana ada penyakit kronis bisa sembuh total hanya karena datang 3 sampai 5 kali dengan membayar sejumlah uang," ujarnya.

Di dalam UU Perlindungan Konsumen, kata Marius, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, serta jujur. Masyarakat juga berhak mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan berdasarkan fakta, bukan hanya sekadar "omongan". Apabila hak konsumen ini tidak dipenuhi, pelanggar bisa mendapatkan tuntutan ganti rugi denda maksimal Rp 2 miliar, bahkan sampai pidana kurungan 5 tahun.

Sejauh ini, kata Marius, pihaknya memang belum mendapatkan keluhan atau pengaduan dari masyarakat terkait praktik pengobatan TCM. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada kasus sama sekali. "Mungkin sebenarnya banyak masyarakat yang telah tertipu. Sudah keluar uang puluhan juta, tapi tidak sembuh. Sayangnya, memang tidak ada datanya atau mereka malu membuat pengaduan," kata Marius.

Lebih jauh, Hasbullah menilai permasalahan ini tak terlepas dari kegagalan pemerintah dalam melindungi dan memberikan hak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pilihan berobat ke klinik alternatif, kata Hasbullah, muncul karena masyarakat menganggap pengobatan medis mahal dan lama sembuhnya.

"Itu adalah masalah lainnya, tapi kalau pengobatan masyarakat bisa dijamin asuransi di rumah sakit maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi," ujarnya.

Hasbullah menyarankan pemerintah, dalam hal ini bukan saja Kementerian Kesehatan, seharusnya bersinergi dengan pihak-pihak terkait untuk mengatasi persoalan ini dan melihat kepentingan masyarakat secara lebih luas. Pemerintah perlu meningkatkan upaya perbaikan kualitas kesehatan masyarakat secara menyeluruh, dan bukan sekadar mengurus produk atau obat yang mendatangkan keuntungan.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//** Like Button FB **//
//** Like Button FB **//