JAKARTA--Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyayangkan sikap DPR yang sudah ramai-ramai mendukung Komjen Sutarman menjadi Kapolri menggantikan Jend Timur Pradopo tanpa bersikap kritis dan melihat sisi negatif di balik pencalonan tersebut.
Sikap ini, kata Neta, sikap seperti ini semakin menunjukkan bahwa DPR hanya sebagi tukang stempel Presiden SBY dan Polri tidak akan pernah mendapatkan pimpinan ideal seperti harapan masyarakat, sehingga Polri tidak akan pernah berubah. Selanjutnya *
Tampilkan postingan dengan label Neta S Pane. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Neta S Pane. Tampilkan semua postingan
Senin, 30 September 2013
Minggu, 18 Agustus 2013
Motif Penjambretan, Olok-olok atas Kasus Sisca
JAKARTA — Pemberitaan seputar kasus penembakan dua anggota polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (17/8/2013), memunculkan beberapa komentar sinis yang menyatakan bahwa pelaku penembakan bukan teroris, melainkan penjambret.
"Komentar seperti ini muncul akibat tidak adanya kepercayaan masyarakat sehingga polisi semakin tidak punya wibawa di mata masyarakat dan cenderung menjadi bahan olok-olok masyarakat," kata Ketua Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/8/2013).
Neta menyayangkan penembakan anggota polisi di wilayah hukum Polda Metro Jaya tidak mendapat empati dari masyarakat. Namun dia juga menegaskan, tidak adanya empati masyarakat bisa jadi muncul akibat polisi yang selama ini dianggap tidak serius dalam penanganan suatu kasus, terutama kasus pembunuhan terhadap Franciesca Yofie. Selanjutnya *
"Komentar seperti ini muncul akibat tidak adanya kepercayaan masyarakat sehingga polisi semakin tidak punya wibawa di mata masyarakat dan cenderung menjadi bahan olok-olok masyarakat," kata Ketua Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/8/2013).
Neta menyayangkan penembakan anggota polisi di wilayah hukum Polda Metro Jaya tidak mendapat empati dari masyarakat. Namun dia juga menegaskan, tidak adanya empati masyarakat bisa jadi muncul akibat polisi yang selama ini dianggap tidak serius dalam penanganan suatu kasus, terutama kasus pembunuhan terhadap Franciesca Yofie. Selanjutnya *
Label:
bukan teroris,
empati,
Franciesca Yofie,
IPW,
kasus,
komentar sinis,
Motif,
Neta S Pane,
olok-olok,
penjambret,
Penjambretan,
polisi,
Pondok Aren,
wibawa
Senin, 03 Juni 2013
Penembak Tito Kei Diduga Pembunuh Bayaran
Siapa orang yang menembak Tito Refra Kei, adik John Kei, hingga tewas masih belum diketahui. Namun, diduga pelaku adalah pembunuh bayaran.
"Kita duga ini aksi dilakukan oleh pembunuh bayaran. Untuk mendeteksi aksi pembunuh bayaran itu sulit karena sifatnya individu," kata Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/6/2013).
Menurut Neta, dugaan itu dapat dilihat dari keterampilan pelaku dalam melakukan eksekusinya. Pertama, pelaku dapat melakukan aksinya bahkan pada saat situasi ramai. Padahal, kata Neta, ada orang-orang Tito Kei yang juga berada di lokasi kejadian. Kedua, lanjut Neta, pelaku melakukan penembakan dengan tepat sasaran, meski menggunakan helm dan kondisi saat itu sudah malam.
"Ketiga, kita duga pelaku sudah profesional, sudah melakukan survei dengan datang dari mana, posisi tembak di mana, dan dia harus lari ke mana," ujar Neta.
"Kita duga ini aksi dilakukan oleh pembunuh bayaran. Untuk mendeteksi aksi pembunuh bayaran itu sulit karena sifatnya individu," kata Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/6/2013).
Menurut Neta, dugaan itu dapat dilihat dari keterampilan pelaku dalam melakukan eksekusinya. Pertama, pelaku dapat melakukan aksinya bahkan pada saat situasi ramai. Padahal, kata Neta, ada orang-orang Tito Kei yang juga berada di lokasi kejadian. Kedua, lanjut Neta, pelaku melakukan penembakan dengan tepat sasaran, meski menggunakan helm dan kondisi saat itu sudah malam.
"Ketiga, kita duga pelaku sudah profesional, sudah melakukan survei dengan datang dari mana, posisi tembak di mana, dan dia harus lari ke mana," ujar Neta.
Label:
bayaran,
Diduga,
eksekusi,
helm,
individu,
Indonesia Police Watch,
John Kei,
keterampilan,
malam,
Neta S Pane,
Pembunuh,
Penembak,
profesional,
ramai,
sulit,
survei,
tepat sasaran,
Tito Refra Kei
Senin, 03 September 2012
Keganjilan Teror Solo Menurut IPW
Densus 88 berhasil menangkap tiga terduga teroris yang melakukan serangkaian teror di Solo. Dua terduga teroris tewas dalam baku tembak dengan personel Densus 88, Jumat (31/8/2012) malam
Tapi Indonesia Police Watch (IPW) mencium adanya kejanggalan dalam penyergapan yang dilakukan hari Jumat (31/8) lalu. Pertama, pistol yang disita dari terduga teroris adalah Bareta dengan tulisan Property Philipines National Police.
Padahal sebelumnya Kapolresta Solo Kombes Asdjima’in menyebutkan, senjata yang digunakan menembak polisi di pospam Lebaran jenis FN kaliber 99 mm.
“Pertanyaannya, apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran atau ada pihak lain sebagai pelakunya?” tutur Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangannya, Minggu (2/9/2012).
Keganjilan kedua terkait tertembaknya anggota Densus 88, Bripda Suherman. Tembakan yang membuat Suherman ikut tewas menunjukkan ketidakberesan standar operasi prosedur anggota Densus ketika bertugas.
“Pertanyaannya, apakah benar pada malam 31 Agustus itu ada operasi Densus, jika ada kenapa anggota Densus bisa teledor, bertugas tidak sesuai SOP?” kata Neta.
Keganjilan ketiga, beberapa jam setelah penyergapan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri segera meninjau lokasi kejadian.
“Padahal dalam peristiwa-peristiwa sebelumnya, hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan saat tiga kali penyerangan terhadap Pospam Lebaran SBY tidak bersikap seperti itu. Pertanyaannya, apakah SBY ingin membangun citra dan menarik simpati publik dari peristiwa Solo yang sempat memojokkan Jokowi ini?” tutur Neta.
Dalam penyergapan hari Jumat (31/8), Densus berhasil mengamakan satu terduga teroris dalam kondisi hidup di Desa Bulurejo, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar.
Sementara dua terduga teroris berinisial F, 19 tahun) dan M, 19 tahun) tewas dalam baku tembak dengan personel Densus 88. Jasad keduanya kini berada di RS Sukanto Polri, Jakarta Timur.
Tapi Indonesia Police Watch (IPW) mencium adanya kejanggalan dalam penyergapan yang dilakukan hari Jumat (31/8) lalu. Pertama, pistol yang disita dari terduga teroris adalah Bareta dengan tulisan Property Philipines National Police.
Padahal sebelumnya Kapolresta Solo Kombes Asdjima’in menyebutkan, senjata yang digunakan menembak polisi di pospam Lebaran jenis FN kaliber 99 mm.
“Pertanyaannya, apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran atau ada pihak lain sebagai pelakunya?” tutur Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam keterangannya, Minggu (2/9/2012).
Keganjilan kedua terkait tertembaknya anggota Densus 88, Bripda Suherman. Tembakan yang membuat Suherman ikut tewas menunjukkan ketidakberesan standar operasi prosedur anggota Densus ketika bertugas.
“Pertanyaannya, apakah benar pada malam 31 Agustus itu ada operasi Densus, jika ada kenapa anggota Densus bisa teledor, bertugas tidak sesuai SOP?” kata Neta.
Keganjilan ketiga, beberapa jam setelah penyergapan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri segera meninjau lokasi kejadian.
“Padahal dalam peristiwa-peristiwa sebelumnya, hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan saat tiga kali penyerangan terhadap Pospam Lebaran SBY tidak bersikap seperti itu. Pertanyaannya, apakah SBY ingin membangun citra dan menarik simpati publik dari peristiwa Solo yang sempat memojokkan Jokowi ini?” tutur Neta.
Dalam penyergapan hari Jumat (31/8), Densus berhasil mengamakan satu terduga teroris dalam kondisi hidup di Desa Bulurejo, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar.
Sementara dua terduga teroris berinisial F, 19 tahun) dan M, 19 tahun) tewas dalam baku tembak dengan personel Densus 88. Jasad keduanya kini berada di RS Sukanto Polri, Jakarta Timur.
Label:
Bareta,
Bripda Suherman,
Bulurejo,
Densus 88,
FN 99,
ganjil,
Gondangrejo,
IPW,
Kapolri,
Karanganyar,
Kombes Asdjima’in,
Neta S Pane,
Philipines Police,
pistol,
RS Sukanto,
SBY,
SOP,
Surakarta,
teror
Langganan:
Postingan (Atom)