Saat pemerintah mewajibkan mobil dan motor dinas untuk menggunakan BBM non premium, Tri Haryoko, PNS Golongan 2 A ini mengaku terpicu untuk melakukan uji coba terhadap motor dinas yang dipakainya dari DPU DIY.
Bagaimana cara Tri Haryoko, pegawai negeri sipil mengubah motor tuanya yang berbahan bakar premium menjadi elpiji. Pada akhir Desember 2012, rupanya dia mengotak atik motor GL 100-nya untuk dikonversi dari BBM Premium ke Elpiji.
Saat sekolah di SMK dirinya sudah terbiasa mengotak-atik mesin maka pekerjaan tersebut menjadi mudah. Apalagi selepas lulus SMK dirinya pernah bekerja di Bina Marga bidang beralatan sebelum menjadi PNS di DPU DIY.
Langkah pertama yang yakni mengubah karburator motor tua tersebut. "hanya mengubah karburatornya saja, karena Elpiji bisa mensuplay energi ke motor jika karburator diubah sehingga pasokan (gas) lancar," terangnya.
Karena motor dinasnya merupakan motor tua dan untuk mencari onderdil asli cukup mahal maka, dirinya mencari onderdil untuk mengganti karburator tersebut di pusat barang loakan di Pasar Klitikan Yogyakarta.
Karburator milik GL 100 tersebut harus dimodifikasi agar suplay gas ke karburator tersebut lancar. Setelah mengobok-obok Pasar Klitikan, pria berjenggot ini berhasil memperoleh dudukan karburator yang cocok dengan ujung selang dari gas Elpiji 3 kilogram tersebut.
Dudukan karburator ini dibelinya dengan harga Rp 25 ribu. Namun menurut dia, dibutuhkan jarum karburator yang besar agar suplay gasnya lancar.
PNS DPU DIY ini mengambil jarum karburator dari Honda Tiger untuk dipasangkan di karburator modifikasinya. Namun jarum Hondea Tiger tersebut masih kebesaran sehingga harus di modifikasi juga agar pas dengan dudukan tersebut.
Ujicoba dilakukan berulang kali hingga dirinya menghabiskan jarum skep untuk karburator sebanyak tiga buah. Dengan harga setiap jarum mencapai Rp 15 ribu. harga tersebut dibelinya di loakan Pasar Klitikan Yogyakarta.
Dengan modifikasi ini gas elpiji bisa lancar masuk ke karburator di motor dinasnya. Hasil pembakarannya menurut Tri, juga sempurnah. Bahkan tidak meninggalkan warna hitam seperti menggunakan BBM premium. Karenanya tidak perlu melakukan service pembersihan karburator jika menggunakan bahan bakar Elpiji ini.
Agar tekanan gas ke karburator stabil dan kuat, Tri memilih menggunakan regulator bertekanan tinggi yaitu regulator yang biasa dipakai oleg para pedagang kaki lima (PKL) di Yogyakarta dan bukan regulator untuk rumah tangga.
Kualitas regulator penting demi menjaga aliran gas stabil. Regulator tersebut hanya diputar dengan kekuatan seperempat saja sudah memasok gas dengan stabil ke regulator motor tersebut.
Tri mengakui, kecepatan laju motornya sama dengan menggunakan BBM premium meskipun dia menggunakan bahan bakar gas.
Karena motor tersebut dibuatnya untuk aktivitas, maka pria asal Sanden Bantul ini memodifikasi motornya agar bisa membawa gas Elpiji ukuran 3 kilogram ke mana-mana sebagai sumber bahan bakarnya.
Akhrinya, Tri membuat bagasi tambahan di belakang motornya dengan besi-besi bekas. Dia membeli besi bekas seharga Rp 9 ribu. Besi rongsokan tersebut dipotong dan dilasnya sendiri untuk membuat bagasi khusus pengangkut gas elpiji 3 kilogram di belakang motornya.
Gas Elpiji ini dihubungkan dengan selang dengan kualitas sedang langsung ke karburator. Untuk menyalakan mesin motor, dirinya tinggal menghidupkan regulator gasnya saja dan motor bisa dinyalakan seperti laiknya menggunakan BBM premium.
"Kalau dengan premium memang lebih irit dari pada gas, tetapi kendaraan dinas harus pakai Pertamax jadi tetap saja irit pake gas," jelasnya.
Meski saat ini, dengan bahan bakar gas terlihat repot karena harus membawa tabung gas 3 kilogram, namun ke depan kata dia, jika Pertamina jadi memproduksi gas cari maka hal tersebut jauh akan lebih mudah. Karena gas yang sudah dikompresi menjadi cairan bisa ditampung di tangki motor hanya tinggal mengubah mesinnya saja.
Meskipun banyak orang yang takut penemuannya itu berbahaya jika gas bocor, namun bagi Tri, hal tersebut adalah resiko. "Justru menurut saya, gas itu lebih berbahaya di rumah dari pada di jalan. Karena jika bocor gasnya menyebar jika di jalan beda jika di rumah," ujarnya.
Ke depan PNS muda ini berharap, penemuannya tersebut bisa diterima dengan baik oleh masyarakat meskipun masih harus disempurnakan. Apalagi jika konversi minyak ke gas dilakukan dengan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) jadi dilakukan, maka hal tersebut akan mempermudah penemuannya ini termasyarakatkan dengan baik.